a story of life

A STORY OF MY LIFE

Terkadang, saya merasa sedikit geli dengan kata-kata persahabatan, cinta, dan masalah remaja lain pada umumnya. Bukan tidak mempercayai kehidupan ala remaja tersebut, hanya saja , saya bahkan nyaris hampir hidup dengan sejuta kemunafikan yang ada disekitar saya. Setahun saya terkurung dalam arti persahabatan dan cinta. Bahkan, pengalaman yang pahit tersebut membuat saya belum bisa kembali mempercayai seseorang untuk menjadi sahabat yang bisa diandalkan saat saya bahagia maupun saat saya bersedih. Cerita buruk itu terjadi saat saya berusia 16 tahun, saat saya duduk dibangku akhir SMA 18 Palembang. Cerita yang mungkin merupakan bagian tersulit dalam hidup saya, cerota yang membuat saya dapat mebuka mata, dan cerita yang mungkin tidak dapat saya lupakan seumur hidup saya. Saya sebenarnya tidak ingin membuka puing-puing masa lalu pada khalayak umum karena puing-puing kenangan masa lalu tersebut yang membuat saya seperti apa sekarang.

Palembang, pertengahan tahun 2008
Hari itu, semua siswa SMA N 18 palembang yang duduk dibangku akhir tengah sibuk melihat pengumuman di Majalah dinding yang mengatakan bahwa pembukaan pendaftaran PMDK Universitas sriwijaya telah dibuka. Saya dan sahabat terbaik yang pernah saya punya pun tidak kalah heboh mendengar berita tersebut. Saya sangat ingin kuliah di UNSRI karena saya tidak ingin jauh dari kedua orang tua saya, hal tersebut dikarenakan saya berpikir karena saya adalah anak tunggal dan belum bosa mandiri untuk jauh dari kedua orang tua.
Dengan penuh semangat, saya menyampaikan kabar penuh harap tersebut kepada kedua orang tua saya. Orang tua saya pun tidak kalah semangat untuk memberikan saya dukungan mengikuti pendaftaran PMDK Universitas Sriwijaya tersebut. Dari kecil, saya selalu bercita-cita untuk menjadi dokter spesialis anak. Saya sangat menyukai dan mencintai keluguan anaka-anak kecil yang selalu saya temui dimana pun saya berada. Kebetulan, sahabat terbaik saya juga sangat ingin menjadi dokter. Jadi, kami berdua memutuskan untuk memilih fakultas yang sama, Fakultas Kedokteran. Saya dan sahabat saya selalu berdoa dan saling mendoakan agar kami berdua diterima di Fakultas yang kami idam-idamkan tersebut. Sama sekali tidak ada rasa curiga di hati saya bahwa teman saya akan berprilaku curang atau hal-hal negative lainnya. Selain itu, saya juga percaya jika saya berpeluang untuk diterima di FK UNSRI karena nilai saya lebih unggul dibandingkan sahabat saya pada saat kelas 1 dan kelas 3. Harapan saya saat itu bahwa nantinya saya dan sahabat saya akan diterima di FK besama-sama, memakai seragam putih bersama, dan menjadi co-ass bersama.
Hari itu, sebulan sudah formulir PMDK dikirim ke pihak UNSRI. Tibalah pengumuman yang menegangkan. Satu persatu, teman-teman saya menelpon saya mengabarkan bahwa mereka mendapat surat balasan dari pihak UNSRI yang menyatakan bahwa mereka diterima sebagai mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Tapi, bagaimana dengan nasib saya?
Saya menunggu surat tersebut juga datang kepada saya. Namun, sampai matahari tenggelam di ufuk barat pun, saya tidak mendapatkan surat apa-apa dari pihak UNSRI. Ya, saya tidak diterima sebagai Mahasiswa Universitas Sriwijaya. Apa daya, saya hanya bisa merasakan dunia saya hancur saat itu juga. Pikiran saya semakin pusing mengingat besok adalah pengumuman kelulusan UAN. Saya benar-benar takut dengan hasil kelulusan saya teersebut. Belum lagi, hati saya yang masih sakit karena teman-teman saya diterima di FK UNSRI sedangkan saya tidak.
Esoknya, saya tidak mau datang ke sekolah untuk melihat hasil kelulusan. Ayah saya yang akhirnya memutuskan untuk mengambil ijazah saya. Saya tidak mau keluar kamar, karena hanya pedih yang begitu mendalam yang saya rasakan. Teman terbaik saya pun senantiasa menelpon dan mengirimkan pesan kepada saya agar saya tetap semangat untuk mengikuti SPMB. Ada sedikit rasa iri dalam hati saya untuk menerima kenyataan jika sahabat saya diterima sedangkan saya tidak, tapi tetap dalam hati saya mengatakan bahwa dia tetap sahabat terbaik saya dan saya percaya sepenuhnya kepadanya.
Setelah beberapa saat, Ayah saya pulang dengan membawa ijazah saya. Ayah mengucapkan selamat atas kelulusan saya. Bukan hanya karena kelulusan saya, tapi karena saya berhasil merebut juara 2 umum untuk nilai ujian saya. Namun, hal tersebut justru membuat hati saya bertambah hancur. Bagaimana bisa juara umum 2 di sekolah tidak bisa diterima di Universitas Indonesia. Selama kurang lebih 3 bulan saya menjadi anak termalang di dunia, saya tidak berani keluar rumah untuk bertemu orang banyak karena saya tahu mereka hanya akan menghina saya, karena saya tidak diterima di Universitas negeri terbaik di palembang.
Akhirnya, dengan hati yang penuh luka saya tetap melanjutkan perjuangan saya untuk mencoba tes tahun depan. Sahabat terbaik saya tetap menghubungi saya via friendster dan sms untuk memberikan saya semangat. Dalam hati saya berkata, saya beruntung memiliki teman seperti dia. Walaupun saat itu, dia telah mendapatkan title sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran UNSRI, saya sama sekali tidak pernah benci padanya karena saya belum diterima di FK UNSRI.
Selama setahun, saya mengikuti bimbingan belajar di 3 tempat sekaligus, mulai dari pukul 8 pagi sampai pukul 9 malam. Setiap hari saya melakoni rutinitas tersebut agar saya tidak larut dalam kesedihan karena saya belum kuliah pada saat itu.
Namun, suatu hari saya bertemu dengan guru saya semasa SMA di salah satu supermarket. Beliau bertanya saya kuliah dimana sekarang. Dengan hati hancur dan berlinang air mata, saya mengatakan bahwa saya belum kuliah karena rasa trauma saya tidak diterima pada saat tes PMDK Unsri. Entahlah, saat itu, beliau juga menangis turut menyesali kejadian tersebut. Lalu, beliau mengatakan, bahwa sebenarnya Sahabat terbaik saya telah berlaku curang, sahabat saya meminta ganti nilainya di rapot untuk mendapatkan kursi PMDK. Sesaat, dunia terasa berhenti berputar, saya benar-benar kecewa dengan sahabat terbaik saya tersebut. Padahal, saya sudah sepenuhnya percaya padanya namun dia mengkhianati persahabatan kami.
Setelah hari itu, saya memutuskan hubungan dan komunikasi dengan sahabat terbaik saya tersebut. Saya tidak ingin mengingatnya sebagai sahabat, tapi, saya akan mengingatnya sebgaia seseorang yang telah mengkhianati saya. Tidak pernah sekalipun saya membalas commentnya di Friendster maupun membalas SMS darinya, hati saya telah terlaku sakit untuk memaafkannya.

Palembang, mei 2009
Dengan hati yang masih penuh luka, saya mengikuti tes Ujian masuk Universitas Indonesia yang kebetulan juga diadakan di Palembang. Jujur, saya masih ragu dengan kemampuan saya dan saya tidak yakin dapat diterima di UI. Mengingat UI adalah salah satu Universitas yang paling dicari oleh ribuan calon Mahasiswa, ada rasa pesimis dalam hati saya. Apalagi, saya membaca berita di Koran yang mengikuti Ujian SIMAK UI mencapai 4.000 orang, itu hanya untuk daerah Palembang dan sekitarnya. Namun, jika di total seluruh Indonesia, ada sekitar 75.000 peserta ujian yang mengikuti seleksi ujian masuk UI tersebut.
Hanya berbekal doa kepada yang Maha Kuasa dan doa dari kedua orang tua saya, saya mengikuti ujian tersebut dan mengerjakan soal semampu saya. Selama kurang lebih satu bulan saya menunggu pengumuman SIMAK UI tersebut dengan penuh harap dan doa agar saya dapat diterima.

Palembang, april 2009
Sebulan sudah setelah hari ujian tersebut, ayah dan ibu saya yang paling heboh untuk mengetahui hasil ujian. Mereka takut saya gagal lagi dan akan membah luka di hati saya. Malam pukul 3 dini hari, pintu kamar saya diketuk oleh ayah saya. Dengan malas saya membukakan pintu untuknya. Malam itu saya lupa jika pengumuman hasil SIMAK UI telah diumumkan melalui internet. Jadi saya tidak ada feeling apa-apa untuk mengetahui hasil ujian tersebut.
Dengan wajah ayah saya yang berseri-seri, beliau mengatakan bahwa saya diterima di Universitas Indonesia jurusan Farmasi. Saya yang baru bangun sedikit bingung dengan apa yang dikatakan oleh ayah saya, ada rasa sedikit tidak percaya, mana mungkin anak seperti saya dapat diterima di Unversitas Indonesia, Universitas pilihan dan salah satu Universitas terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Lalu ayah saya mengulangi penyataannya bahwa saya diterima di UI, ayah saya menarik tangan saya menuju computer dan memperlihatkan kepada saya bahwa saya diterima di UI. Sejenak, air mata saya mengalir di pipi saya, sujud syukur saya panjatkan kepada Allah SWT.
Saya memeluk kedua orang tua saya dengan penuh suka cita, saya bahagia, pada akhirnya cerita ini berakhir dengan kebahagiaan. Kemudian, saya kembali ke kamar dan mengambil handphone saya. Saya menghubungi sahabat terbaik saya yang telah mengkhianati saya. Saya menyampaikan padanya bahwa saya diterima di UI, universitas yang lebih baik dari UNSRI, universitas yang akan menjadi saksi perjuangan saya selama setahun kebelakang. Sahabat saya tergagap, mungkin, ada rasa tidak percaya dihatinya jika saya dapat diterima di UI karena selama SMA 18 Palembang berdiri, hanya 2 orang yang berhasil tembus ujian di Universitas Indonesia. Dan kedua orang tersebut adalah termasuk saya.
Saya mematikan telepon dan tertidur dalam keadaan bahagia, tidak ada lagi air mata yang biasanya senantiasa setia menemati saya sebelum akhirnya saya tertidur. Dalam hati kecil saya berkata, “Hertyn, katakana pada dunia bahwa mulai detik ini kamu adalah mahasiswa UI dan katakana hal tersebut pada orang-orang yang telah memandangmu sebelah mata!”, itu yang aku pikirkan. Dan akhirnya, aku teridur malam itu.



Depok, pertengahan tahun 2009 sampai sekarang
Disinilah saya sekarang, di Universitas Indonesia jurusan Farmasi. Saat ini, saya sudah di tahun kedua saya, semester 3 tepatnya. Dan saya memutuskan untuk mengambil double degree di universitas swasta di daerah depok, Universitas Gunadarma, jurusan Manajemen.
Double degree adalah mimpi saya sejak dulu, dan setelah kejadian suram tahun lalu, saya selalu berjanji dalam hati bahwa bukan sahabat yang dapat kamu andalkan. Namun ada 3 komponen penting yang dapat mendukung kesuksesanmu, apa saja, Ya…tentu saja Allah SWT-ku yang ada untukku, Kedua orang tua-ku tercinta, dan usaha-ku sendiri.
Terima kasih, sahabat tebaikku yang pernah mengkhianatiku, mungkin berkat kau lah aku bisa seperti sekarang ini. Aku tidak akan melupakanmu, terima kasih…

1 comments:



Unknown mengatakan...

Cerita yang luar biasa, ada sedikit kata buat kamu "Daun jatuh bukan karena angin, tetapi karena ia telah di ijinkan jatuh oleh Allah SWT" dan pasti selalu ada Hikmah disetiap kejadian

Posting Komentar