BAB I
PENDAHULUAN
Peter Ferdinand Drucker (lahir di Kaasgraben, Vienna, Austria, 19 November 1909 – meninggal di Claremont, California, Amerika Serikat, 11 November 2005 pada umur 95 tahun) adalah seorang penulis, konsultan manajemen, dan "ekolog social “. Ia sering disebut sebagai bapak "manajamen modern”, mengatakan bahwa dunia bisnis di masa depan akan berada pada kondisi yang penuh dengan ketidak-pastian dan sangat bergolak. Kompetisi dalam kondisi ini menjadi sangat kuat dan ketat sehingga kesalahan yang bisa ditoleransi hampir ‘zero’. Keputusan-keputusan yang diambil dalam kondisi ini menjadi sangat menentukan nasib perusahaan. Sedikit kesalahan yang diambil akan menyebabkan peluang dan keuntungan bagi kompetitor yang begitu banyak dan memiliki competitive advantage yang lebih besar.
Konsumen menjadi raja yang benar-benar diperebutkan. Apapun kebutuhan konsumen harus dipenuhi. Jika konsumen menginginkan harga yang murah, kualitas baik, dan jaminan yang sustainable dari produk, maka perusahaan harus menyediakannya. Jika perusahaan gagal menyediakan maka kemungkinan besar, perusahaan akan gugur dalam pertarungan. Era kecepatan seperti yang digembar-gemborkan pun ikut mewarnai kondisi bisnis ini. Era kecepatan adalah era di mana perubahan berlangsung sangat cepat dan tak terduga. Warna ini terasa lebih kental dengan hadirnya teknologi informasi. Kehadiran teknologi informasi menambah semarak kondisi bisnis karena setiap orang bisa dengan mudah membandingkan produk satu dengan produk lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, dan otomatis menambah ketat dan panas persaingan dan kompetisi dalam dunia bisnis.
Kondisi-kondisi seperti yang terjadi di atas telah mengubah segala hal, bahkan sampai tiap lekuk terkecil dari kehidupan sekalipun. Ini disebabkan karena dunia bisnis adalah dunia yang menjadi penyokong utama kehidupan manusia. Gugurnya sebuah perusahaan dalam kompetisi bisnis akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran dan ini tentu menjadi concern pemerintah. Begitu juga dengan konsumen yang membutuhkan informasi tambahan sehingga bisa menjamin sustainability produk yang dilempar ke pasar.
BAB II
ISI
Persaingan industri dalam setiap kategori produk saat ini tidak bisa dihindari. Hal ini dilihat dari banyaknya pemain dalam satu industri. Masing-masing perusahaan berusaha untuk menawarkan produk pada konsumen yang sama. Banyaknya perusahaan yang terjun dalam satu industri bisa disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, dari sisi perusahaan memiliki kompetensi, kekuatan teknologi, kecukupan modal, keahlian dalam melakukan riset, keinginan untuk mempertahankan profitabilitas dalam jangka panjang; sedangkan dari sisi konsumen, konsumen memiliki preferensi yang berubah karena disebabkan oleh adanya keinginan yang beragam.
Keinginan yang beragam ini juga dipicu karena meningkatnya penghasilan, bertambahnya pengetahuan dan pengalaman, pengaruh kelompok referensi, dan tuntutan kerja. Dengan adanya kekuatan dua sisi mendorong perusahaan mau tidak mau berusaha untuk ikut serta dalam persaingan karena apabila perusahaan tidak mengikuti persaingan, maka perusahaan akan kehilangan peluang untuk mendapatkan keuntungan.
Konsekuensinya, perusahaan tidak akan mampu mempertahankan keberadaan bisnisnya, dan akhirnya akan membubarkan diri. Dalam mengembangkan strategi untuk ikut serta dalam persaingan, ada dua orientasi utama yang bisa dijadikan pertimbangan oleh perusahaan. Orientasi ini bisa berupa yaitu orientasi tradisional-orientasi kompetitor dan orientasi modem yaitu orientasi konsumen.
Perusahaan yang memiliki orientasi persaingan pada kompetitor akan mengembangkan strategi yang sifatnya head to head. Masih ingat, persaingan antar operator seluler beberapa waktu lalu antara si Merah dan si Biru. Kita sebagai konsumen bisa tahu perubahan iklan dua perusahaan setiap bulan dengan melihat iklan yang selalu baru dan sifatnya saling menimpali dan menunjukkan keunggulan masing-masing. Begitu juga dulu, persaingan antara Pepsi dan Cola atau persaingan antar perusahaan yang cenderung menekankan tema iklan komparatif.
Strategi yang dikembangkan sifatnya reaktif dan cenderung memata-matai setiap gerakan kompetitor. Perusahaan menjadi waspada dalam kurun waktu 24 jam. Bisa jadi perusahaan mengerahkan karyawannya untuk selalu memonitor perkembangan perusahaan lain yang dianggap sebagai kompetitor dalam industri yang sama.
Perusahaan yang bisa melakukan strategi ini tentu saja harus didukung oleh amunisi yang cukup kuat baik amunisi dana, teknologi, dan sumber daya manusia yang kreatif. Namun, strategi ini juga memiliki kelemahan. Strategi ini cenderung berorientasi jangka pendek. Perusahaan tidak cukup waktu untuk memonitor setiap perkembangan yang ada. Keputusan yang diambil semata-mata berdasarkan keputusan strategi yang dibuat oleh pesaing.
Dengan demikian, strategi yang dibuat oleh perusahaan cenderung bisa jadi hanya sekitar komparasi atau memiliki perbedaan strategi yang tidak begitu signifikan karena tinggal melihat apa yang dilakukan oleh pesaing. Orientasi kepada kompetitor ini cenderung bersifat menyerang dan menghalangi perusahaan untuk membuka diri terhadap peluang yang mungkin bisa diambil oleh perusahaan.
Fokus perusahaan cenderung tertutup terhadap kemungkinan adanya kesempatan untuk berkembang karena orientasi persaingan perusahaan terhadap kompetitor bersifat secara langsung. Pada sisi lain, konsumen sebagai pengguna produk akan mempersepsi bahwa persaingan yang ditunjukkan adanya komparasi iklan atau komparasi promosi merupakan ajang pertarungan dan mungkin membingungkan konsumen untuk memutuskan memilih suatu produk.
Memaknai persaingan tidak hanya memandang bahwa semua perusahaan dalam industri merupakan sebagai kompetitor. Idealnya, dalam mengikuti persaingan agar perusahaan bisa selalu bertahan dalam industri dan bisa memenuhi kebutuhan para stakeholder-nya, setidaknya memiliki orientasi pada konsumen. Orientasi pada konsumen merupakan orientasi perusahaan yang tidak menerapkan konsep produk. Orientasi pada konsumen bertujuan menghindari agar perusahaan tidak terjebak dalam penerapan marketing myopia.
Konsep ini sebenarnya bukan konsep bam. Konsep ini pernah diajukan oleh Theodore Levitt dengan konsep Marketing Myopia dalam Hanard Business Review (1966). Marketing myopia merupakan konsep yang menunjukkan bahwa perusahaan terjebak dalam memaknai pentingnya produk di mata konsumen. Perusahaan memiliki fokus sempit karena hanya mengutamakan satu produk yang pasti dianggap bisa memenuhi kebutuhan konsumen dengan baik dan bisa memenangkan persaingan. Marketing myopia harus dihindari karena tidak mendorong perusahaan untuk memiliki perspektif lebih luas dengan hanya sekedar memberikan produk terbaik dan memfokuskan pada perusahaan lain yang menawarkanproduk sama.
Fenomena Google dan Apple merupakan sesuatu yang menarik untuk didiskusikan dalam ranah persaingan. Google tidak menganggap bahwa Yahoo merupakan saingan utama mereka. Hanya saja, Google berpikir lebih dari itu, bahwa bagaimana persaingan itu dihadapi dengan memberikan sejumlah penawaran kepada konsumen yaitu tidak sekadar search engine. Google memiliki orientasi bahwa pelayanan lebih dari itu yaitu konsumen bisa mendapatkan akses informasi bisa melalui data dan komunikasi dengan menggunakan peranti lunak Android. Google juga mengeluarkan ponsel Nexus One. Dalam hal ini Google lebih memersepsikan bahwa Apple dengan I-Phone sebagai kiblat untuk mengembangkan strategi bisnisnya. Sifat pengembangan strategi cenderung halus dan tidak head to head karena lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan konsumen.
Begitu juga, I-Phone Apple memiliki sejumlah peranti yang tidak hanya untuk berkomunikasi namun juga bisa untuk akses data, musik, dan film. Dengan demikian, masing-masing perusahaan tidak bersifat bersaing secara langsung, tetapi lebih berorientasi pada tuntutan preferensi konsumen yang menginginkan, one stop product offering.
Begitu juga, saat ini persaingan antara Coca Cola dan Pepsi tidak lagi hanya head to head pada minuman berkarbonasi. Namun, masing-masing perusahaan sudah memikirkan orientasi pada konsumen yaitu mereka berorientasi pada industri minuman tidak hanya pada minuman berkarbonasi. Oleh karena itu, masing-masing perusahaan melakukan akuisisi pada produk water, energy drink, ready to drink tea, juice drink, dairy based drink, ready to drink coffee, dan sport drink.
Jadi, perusahaan memiliki orientasi persaingan lebih luas dan tidak memfokuskan pada satu produk atau satu aspek yang sempit. Dengan memberikan orientasi lebih luas, perusahaan dapat mengembangkan berbagai kesempatan untuk menawarkan berbagai produk agar bisa memberikan pemenuhan kebutuhan konsumen dengan baik. Tentu saja, konsumen akan merasa diuntungkan karena mendapatkan keragaman penawaran produk dari perusahaan.
Pelajaran yang penting dalam ini adalah perusahaan yang menyikapi persaingan dengan orientasi konsumen adalah adanya kemauan belajar secara terus-menerus dan memiliki sumber daya baik modal maupun manusia dengan tingkat kreativitas tinggi. Hanya dengan proses belajar, berinovasi dan riset terus-menerus, perusahaan akan menciptakan produk terbaik dan bisa memberikan pembelajaran bagi perusahaan lain tanpa bermaksud menciptakan persaingan yang menimbulkan perang antarperusahaan. Selain itu, persaingan yang disiapkan tidak bersifat SKS (sistem kebut semalam), tetapi bersifat stratejik membutuhkan perencanaan yang baik, dan bisa mendapatkan keuntungan jangka panjang.
BAB III
PENUTUP
Seiring jalannya waktu dan kebutuhan konsumen yang terus menerus menyebabkan konsumen berusaha untuk mencukupi kebutuhannya. Keinginan konsumen yang berbeda-beda ini dan selalu berubah-ubah disebabkan karena adanya perubahan-perubahan lingkungan ekstern dan intern yang mempengaruhinya. Lingkungan eksternal meliputi budaya, kelas sosial, kelompok sosial, serta keluarga. Sedangkan lingkungan internal meliputi motivasi, pengamatan, pembelajaran, dan sikap. Untuk mengatasi keinginan dan perilaku konsumen yang berubah-ubah, perusahaan dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perilaku konsumen terutama sikap konsumen.
Sehubungan dengan kajian perilaku konsumen, maka diperlukan suatu pemahaman yang khusus tentang konsumen, dalam hubungannya dengan strategi pemasaran. Para pengusaha harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen, sehingga timbul penilaian positif atau negatif dari konsumen terhadap lembaga penjualan yang bersangkutan. Dengan demikian maka para pengusaha harus dapat memahami perilaku konsumen serta konsep pemasaran. Philip Kotler menulis dalam salah satu bukunya, bahwa yang dimaksud konsep berwawasan pemasaran adalah, “Kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah lebih efektif daripada para pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran” (Kotler, 2002:22).
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. http://ib4n3z10nova.wordpress.com/2010/05/24/kemungkinan-perubahan-pada-stakeholder-utama-akuntansi-keuangan/
2. http://bataviase.co.id/node/299552
3. http://getskripsi.com/2009/01/analisis-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-keputusan-pembelian-konsumen-pada-warung-angkringan-utara-stasiun-tugu-di-kota-yogyakarta/
perubahan sikap konsumen
- Rabu, 17 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar