hiperlipidemia sekunder


HIPERLIPIDEMIA SEKUNDER
Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam lipoprotein (kolesterol dan trigliserida). Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan menimbulkan resiko terjadinya artherosclerosis dan hipertensi. Berikut ini adalah diagram penyakit risiko yang akan timbul akibat terjadinya penyakit sistem kardiovaskular :

Artherosclerosis merupakan keadaan terbentuknya bercak yang menebal dari dinding arteri bagian dalam dan dapat menutup saluran dari aliran darah dalam arteri koronaria. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan Penyakit Jantung Koroner.
Pembuluh darah koroner yang menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik. Naiknya tekanan sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah disebut juga tekanan darah tinggi atau hipertensi. Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya energi, yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari.  Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang membungkus sel-sel saraf serta empedu.  lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan trigliserida.  Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa mengikuti aliran darah; gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein. Lipoprotein yang penting bagi tubuh antara lain  yaitu sebagai berikut :
1.      Kilomikron
2.      VLDL (Very low density lipoprotein)
3.      LDL (Low denstity lipoprotein)
4.      HDL (High density Lipoprotein)
Berikut ini, kadar dan ukuran normal dari lipoprotein dalam darah :
            Apabila terjadi ketidaknormalan pada komposisi lipoprotein dalam darah, maka dapat memicu tibulnya hiperlipidemia sekunder ini. Pada jenis hiperlipidemia sekunder, peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu penyakit tertentu, misalnya : diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Hiperlipidemia sekunder bersifat reversibel (berulang). Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus hiperlipidemia. Hiperlipidemia sekunder adalah terjadinya peningkatan kadar lemak yang disebabkan antara lain oleh kondisi penyakit dan obat-obatan tertentu.
Berikut ini tabel mengenai kenaikan kadar lipid dalam darah (seperti trigliserida dan kolestrol) yang disebabkan oleh adanya beberapa jenis penyakit dan obat-obatan tertentu yang dapat memicu kenaikan kadar lipid dalam darah tersebut :



            Dari tabel diatas, kita dapat mendapatkan sebuah penjelasan bahwa kenaikan kadar lipid dalam darah tidak hanya faktor penyakit tertentu yang diderita oleh pasien, tetapi juga diakibatkan oleh beberapa jenis obat golongan tertentu yang dapat menyebabkan kenaikan kadar lipid. Adapun beberapa penyebab timbulnya hiperlipdemia sekunder ini, antara lain yaitu :
1. Usia à kadar lipoprotein, terutama LDL, meningkat sejalan dengan bertambahnya usia
2. Jenis kelamin à pria memiliki kadar LDL lebih tinggi dalam keadaan normal, tetapi menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat.
3. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
4. Obesitas (proporsi badan yang tidak seinmbang yang diakibatkan oleh lemak yang bertumbuk pada jaringan tubuh)
5. Menu makanan yang mengandung asam lemak jenuh, seperti : mentega, margarin, whole milk, es krim, keju, daging
6. Kurang melakukan olahraga
7. Penggunaan alkohol
8. Merokok
9. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
10. Gagal ginjal
11. Kelenjar tiroid yang kurang aktif
12. Obat-obatan tertentu yang dapat mengganggu metabolisme lemak seperti estrogen, pil KB, kortikosteroid, diuretik tiazid (pada keadaan tertentu)

Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari makan lemak.  Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan yang berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang lainnya menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total dibawah 260 mg/dL.  Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya lipoprotein dari aliran darah. Berikut ini tabel mengenai penyebab kenaikan kadar lipid yang tinggi dalam darah :

Kolesterol
Trigliserida
Diet kaya lemak jenih & kolesterol
Diet kaya kalori
Sirosis
Penyalahgunaan alkohol akut
Diabetes yg tidak terkontrol dengan baik
Diabetes yang sangat tidak terkontrol
Kelenjar tiroid yg kurang aktif
Gagal ginjal
Kelenjar hipofisa yg terlalu aktif
Obat-obatan tertentu
  Estrogen
  Pil KB
  Kortikosteroid
  Diuretik tiazid (pada keadaan tertentu
Gagal Ginjal
Keturunan
Porfiria

Keturunan


Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai penyebab hiperlipidemia sekunder :
a.       Penyakit yang mempengaruhi kadar lemak
banyak penyakit yang berpengaruh atau memperberat adanya ketidaknormalan lemak dalam plasma, walaupun hal ini masih sangat tergantung pada kondisi individu dan diet. Beberapa penyakit itu antara lain :
1.      Diabetes melitus(DM).
DM adalah suatu penyakit gangguan metabolisme KH,lemak, dan protein. Atheroskelrosis dan asidosis adalah komplikasi dari DM yang tidak terkontrol kemungkinan akan mengalami hipertrigliseridemia (kadar trigliserida meningkat dalam darah). Pemberian insulin ternyata dapat menurunkan serum trigliserida yang mekanismenya kemungkinan melalui penurunan sintesis VLDL dan aktivasi lipoprotein lipase.
2.      Hipotiroid.
Abnormalitas kadar lipid dan lipoprotein plasma sering terjadi pada orang dengan hipotiroidism yang tidak diterapi.
3.      Gagal ginjal kronik.
Hiperlipidemia sering timbul pada penderita gagal ginjal hal ini kemungkinan karena terjadi penurunan aktivitas lipoprotein lipase.
4.      Obesitas.
Adanya intake kalori yang berlebihan secara terus menerus menyebabkan peningkatan kadar trigliserida dan penurunan HDL. Obesitas dapat memperparah kejadian hiperlipidemia primer.




b.      Beberapa penggunaan obat golongan tertentu :
1.      Diuretik.
Diuretik thiazid dan loop diuretik dapat meningkatkan VLDL dan LDL dengan mekanisme yang belum diketahui mekanismenya.
2.      Beta-bloker.
  Beta-bloker mempengaruhi metabolisme yang dampaknya dapat menaikkan kadar trigliserida dan menurunkan HDL tetapi tidak mempengaruhi LDL.
3.      Kortikosteroid.
      Pengaruh pemberian glukokortikoid pada kadar lemak sudah banyak diteliti pada pasien asma,rematoid artritis(RA), dan gangguan jaringan ikat. Pasien asma, RA, dan gangguan jaringan ikat yang mendapatkan pengobatan dengan prednisolon ternyata mengalami peningkatan kadar LDL.
4.      Kontrasepsi oral.
 Esterogen dan progesteron bersifat mineralkortikoid dan glukokortikoid yang dapat menyebabkan hipertensi dan DM. Efek kedua hormon tersebut pada lemak bersifat berlawanan. Estrogen sedikit menaikkan VLDL dan HDL, serta menurunkan LDL terutama pada wanita menopause. Sebaliknya, progesteron menaikkan LDL dan menurunkan VLDL dan HDL.
5.      Siklosporin.
      ini adalah suatu obat penekan imunitas terutama digunakan untuk menekan penolakan transplantasi organ. Obat ini ternyata dapat meningkatkan LDL, hipertensi, dan intoleransi glukosa. Dan efek tersebut jika diberikan bersamaan dengan glukokortikoid.
6.      Obat-obatan yang menginduksi enzim mikrosomal hati.
Obat-obat seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, rifamfisin yang bersifat induktor enzim mikrosomal hati ternyata meningkat kadar HDL. Tetapi dapat juga meningkatkan kadar VLDL dan LDL walaupun tidak sebanyak pada peningkatan HDL. Secara keseluruhan, peningkatan HDL proporsinya masih lebih tinggi yang menyebabkan proporsi LDL : HDL menurun.





Berikut ini tabel mengenai peningkatan dan pengurangan kadar lipid dalam darah akibat konsumsi obat-obatan golongan tertentu :
             


Endotoksin : Kontrol dan Relevansi dalam Pengelolaan Sediaan Parenteral


1.      Henny Puspita Siagian, 0906531443
2.      Hertyn Frianka, 0906531456
3.      Indah Purnama Setyawan putri, 0906531462
4.      Inez Aprilina, 0906531475
5.      Kurniati Wulandari, 0906531550

Endotoksin :  Kontrol dan Relevansi dalam Pengelolaan Sediaan Parenteral
1.      Pendahuluan
Apabila terdapat material yang tidak cocok untuk dianalisa dalam penetapan kadar, material tersebut biasanya berupa endotoksin. Sebagai standar, endotoksin tersebut telah didomestisasi namun belum sepenuhnya jinak. Biasanya ditangkap dari alam bebas, dan ditumbuhkan dalam media yang kaya nutrisi (dengan penambahan larutan tertentu). Namun sifatnya masih tidak stabil dikarenakan sifat ampifiliknya, sehingga sulit untuk terarah di dalam larutan. Ujung hidrofobik akan beragregat dengan ujung hidrofobik juga, atau bahkan menempel pada plastik atau gelas dari test tube ataupun kemasan daripada larut dalam air. Aktivitas biologis dari endotoksin yang dihasilkan dari bakteri yang berbeda-beda akan menghasilkan efek yang berkisar dari apirogenik hingga pirogenik. Namun laboratorium memilih endotoksin yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda pula berdasarkan berbagai hasil percobaan yang telah dilakukan sebelumnya. Bab ini akan memberikan pandangam mengenai endotoksin sebagai kontaminan pada sediaan parenteral dan juga kegunaannya dalam uji-uji modern.                                                                                                                               
2.      Tata Nama Endotoksin dan Klasifikasinya sebagai Pirogen
Hitchcock et al. telah mengartikan makna “lipopolisakarida” sebagai “ekstrak bakteri yang dimurnikan yang telah bebas dari kontaminan terutama protein” dan makna “endotoksin” sebagai “ produk dari hasil ekstraksi yang berupa kompleks makromolekuler dari lipopolisakarida, protein, dan fosfolipid”. Hal yang terkait dengan endotoksin, akan berhubungan juga dengan pirogen. Pirogen merupakan suatu substansi yang dapat menyebabkan demam yang ditimbulkan sebagai efek dari penggunaan sediaan parenteral. Endotoksin merupakankompleks lipopolisakarida-protein yang terkandung dalam dinding sel bakteri gram negative, termasuk pula bakteri gram negative yang tidak menginfeksi. Namun belakangan ini, focus utama yaitu terpusat pada mekasisme seluler dan molekuler yang terjadi, yang tidak dapat ditentukan hanya dengan adanya demam sebagai respon biologisnya. Demam sekarang ini dikenal sebagai tidak hanya sebagai gejala dari adanya infeksi bakteri ataupun mikroba, karena pada saat terjadi infeksi, trauma dan juga perkembangan penyakit, dapat terjadi demam. Lagipula terdapat beberapa jenis infeksi dan inflamasi yang terjadi tanpa adanya gejala demam. Terdapat banyak factor dari mikroba yang telah ditemukan dapat menyebabkan demam, atau mengaktivasi suatu situasi yang dapat menyebabkan demam dalam kombiasinya dengan endotoksin. Namun hal ini hanya bisa terjadi pada dosis tinggi, atau dengan kondisi yang tidak signifikan.
3.      Gambaran Struktur
Membran luar dari bakteri gram negative merupakan suatu susunan dari berbagai lipid yang diselingi oleh protein. Struktur dasar dari endotoksin terdiri dari polisakarida yang terikat secara kovalen pada komponen lipid yang disebut lipid A. Lipid A sendiri menempel pada bagian luar membran dari sel bakteri.  
4.      Mengapa Sediaan Parenteral Fokus akan Kehadiran Endotoksin
Pentingnya dari adanya control akan kehadiran kontaminan endotoksin berpengaruh dari empat hal utama yaitu endotoksin ada dimana-mana, kemungkinan toksisitas, lalu staibiltasnya walaupun dihadapkan pada kondisi ekstrim, dan juga kemungkinan kehadirannya yang tinggi pada sediaan parenteral. Kecurigaan yang ada dimulai dengan menguji akuades dan material pada in process control lalu dilakukan uji pirogen sesuai standar pada USP.  Karena kehadirannya yang umum dan terdapat dimana-mana, sempat menjadi pertanyaan mengapa mamalia sangat responsive terhadap endotoksin. Namun sesunguuhnya tidak hanya mamalia saja yang sensitive terhadap endotoksin, namun ternyata organisme lain seperti reptile, amfibi, ikan dan bahkan beberapa jenis serangga juga merasakan efek dari endotoksin. Binatang yang tidak menunjukkan respon terhadap endotoksin yaitu tikus. Adanya endotoksin dapat menjadi alarm akan adanya invasi atau serangan dari mikroba yang lebih lanjut.

5.      Strategi Pengembangan Kontrol Endotoksin untuk Sediaan/Eksipien Obat
Produk jadi biasanya mengandung banyak zat lain selain zat aktif yang disebut juga sebagai eksipien. Eksipien dalam sediaan parenteral dapat berfungsi sebagai pelarut, pengental, antioksidan, dan lain sebagainya. Berbagai jenis pelarut ersebut dapat mengandung endotoksin. Namun, untuk kebanyakan eksipien sediaan parenteral, belum ditenukan limit endotoksin yang diperbolehkan.
Pada table berikut menjelaskan mengenai langkah kontrol strategi dari endotoksin dalam sediaan.
Kontrol Strategi Endotoksin yang sesuai untuk sediaan obat meliputi :
·         Eksipien yang beragam
·         Jumlah eksipien yang signifikan (dalam jumlah besar atau lebih) yang relative dengan zat aktif
·         Eksipien dengan toleransi limit yang diatur cukup tinggi
·         Zat aktif dan eksipien dengan toleransi limit yang telah ditetapkan berdasarkan formula terakhir
·         Eksipien dari bahan alam
Sebaliknya Kontrol Strategi Endotoksin mungkin tidak diperlukan untuk sediaan obat yang meliputi kategori berikut :
·         Eksipien yang sedikit atau tidak ada sama sekali
·         Eksipien dengan perbandingan yang kurang atau lebih sedikit dari zat aktif.
·         Eksipien dengan limit toleransi yang sangat rendah
·         Eksipien yang mempunyai sifat antimikroba
6.      Standarisasi Uji Bakteri Endotoksin
Terkait dengan konsep standar endotoksin, merupakan awal dari penentuan ambang dosis pirogenik untuk endotoksin. Adanya ambang batas spesifik akan respons level pirogenik yang boleh diijinkan untuk memasuki aliran darah. Munculnya endotoksin, memungkinkan terjadinya perhitungan endotoksin sebagai kontaminan. Pengguna Uji LAL sekarang merasa bahwa kosep tersebut merupakan hal yang saling melengkapi dalam uji endotoksin. Kemajuan yang telah dibuat meliputi :
1.      Kuantitasi atau penghitungan pada pengujian dengan kelinci terbatas pada pengujian respons  lewat/gagal (respon kelinci = 0,6o C kenaikan suhu)
2.      Uji pirogen dilakukan tanpa berusaha untuk mengetahui atau menghitung jumlah endotoksin yang diperlukan untuk menimbulkan respon demam
3.      Pengujian LAL awalnya menggunakan berat dari endotoksin bakteri yang dikeringkan dengan berbagai jenis bakteri gram negative, kemudian dengan strain spesifik E.coli tanpa perhitungan mengenai potensi variable dari berat endotoksin.
Terdapat beberapa kritik mengenai penggunaan standar endotoksin. Kritik utama termasuk fakta mengenai standar bukan murni lipid A dimana rumus kimianya sudah diketahui sebelumnya dan bahwa endotoksin yang lebih berbahaya juga terdapat dimana-mana. Table berikut menunjukkan hasil pengujian dengan lysate yang umum digunakan dan juga lysate lain. Partisipan melakukan pengujian pembekuan gel sebanyak 108 kali, yang terdiri dari penggunaan endpoint chromogenic, kinetic chromogenic, dan kinetic turbidimetric.

7.      Asal dan Manfaat LAL
Uji pirogen pada kelinci merupakan satu-satunya uji resmi pirogen selama 37 tahun. Namu, selama tahun 1960, beberapa kejadian yang terjadi mengakibatkan adanya perubahan yang tidak biasa, yaitu produk darah (lysate) yang diambil dari sejenis kepiting Limulus polyphemus. Perubahan yang terjadi pada dunia farmasi yaitu berupa perubahan uji pirogen yang sebelumnya merupakan uji in vivo pada bakteri, menjadi uji in vitro pada bakteri. Kegiatan farmasi modern meliputi sampling dan Uji LAL tidak hanya untuk produk akhir dan juga zat aktif, namun juga dilakukan pada saat proses produksi sedang berlangsung dan meliputi komponen-komponennya seperti wadah, air steril yang digunakan, dan juga eksipien.
Pelopor dari percobaan ini dilakukan oleh Cooper, Levin dan Wagner berdasarkan penemuan sebelumnya oleh Levin dan Bang, ketiga orang tersebut menggunakan pre-gel dalam menentukan adanya endotoksin dalam sediaan radiofarmasi. Suatu hari, Cooper mempresentasikan bahwa lysate yang terdapat dalam darah kepiting jenis Limulus dapat berguna dalam mendeteksi adanya endotoksin dalam produk biologis. Dengan modal berupa waktu paruh yang pendek dan mengingat ketatnya aturan mengenai pirogen dalam sediaan radiofarmasi, Cooper yakin bahwa LAL akan dapat bermanfaat dalam deteksi produk yang terkontaminasi.

8.      Penemuan LAL
Pada tahun 1956, Bang, sedang mempelajari mengenai efek dari yang sebelumnya dia percaya sebagai infeksi bakteri yang menyebabkan koagulasi intravaskuler pada darah dari kepiting yang sedang dia amati. Dia lalu mengisolasi bakteri dari Limulus yang sakit, dan memperkirakan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri pathogen yang biasanya menyerang hewan laut invertebrate, beliau menduga bahwa awalnya bakteri tersebut merupakan bakteri Gaffkia yang biasa membunuh lobster. Beliau lalu mendiskusikan penemuannya dengan seorang Hematologist  bernama Levin. Mereka berdua mereka menggali lebih jauh mengenai factor yang menyebabkan koagulasi pada Limulus dalam proses mempelajari mekanisme endotoksin dalam mempengaruhi koagulasi dari Limulus. Dalam studi yang mereka lakukan, mereka mendapatkan beberapa hasil seperti :
1.      Amubosit sesungguhnya penting untuk proses pembekuan darah
2.      Factor pembekuan darah terdapat hanya pada amubosit (bukan pada plasma darah)
3.      Pembentukan dari reaksi pembekuan gel terjadi akiban perubahan dari material “pre-gel” dengan adanya penambahan bakteri gram negative.
Mereka lalu mendemonstrasikan bahwa ekstrak amubosit berubah menjadi gel dengan adanga kehadiran endotoksin bakteri gram negative. Mereka lalu menjabarkan suatu fenomena yang selanjutnya akan menjadi prinsip dasar Uji LAL.
PembekuanDarahpadaLimulus and Tachypleus
PadasistemdarahkepitingtapalkudaJepang (Tachypleustridentatus) terdapatamubosit yang mengandung 2 tipegranul—besar (L) dankecil (S)—yang mengandungfaktorpembekuandarah, protein, danantimikroba yang dilepaskanmelalui proses degranulasikedalam plasma kepiting. KemampuandarahLimulus danTachypleusmembekudanmembentukjaringan fibrin—seperti protein yang akanmemerangkapdanmendeaktivasipenyeranganorganismedanendotoksindenganmelepasfaktorantiendotoksindanantimikroba.
Protein pada invertebrate yang mirip fibrinogen disebutkoagulogen (dalambentuklarutan) dankoagulin (post enzyme-activated) dalambentuk gel.Perubahankoagulenmenjadikoagulindimediasiolehaktivasidari zymogen yang berinteraksidenganseldarahLimulus or Tachypleus (Amubositataupungranulosit).L-granulmengandungfaktorpembekuandarahuntukkoagulasi, protease inhibitor, danfaktor anti-LPS.
Padainvasiolehbakteri Gram Negatif, hemositmendeteksi LPS padapermukaandanmelepaskaangranulnya.Biosensor yang terdiridarifaktor C danfaktor G, yang memicupembekuandarah, mengubahkoagulogen yang larutmenjadi gel koagulin yang tidaklarut.Serin protease zymogen merupakanautokatalik yang diaktivasioleh LPS dan (1,3)-β-D-glukan. Inisiasioleh LPSmelibatkantigaenzimserin protease zymogen: faktor B, faktor C, danenzimproclotting. Langkahterakhirdarireaksipembekuanmeliputipembentuksnkoagulindarikoagulogendenganpemotonganpadabagiantengah protein, yaituPeptida C. tanpa peptide C, monomer membentukpolimer AB—yangterdiridarirantai NH2-terminal Adanrantai COOH-terminal B—secarakovalendihubungkandengan 2 jembatandisulfida.

Gambar 3.Perubahankoagulenmenjadikoagulin yang dimediasiolehaktivasidari zymogen yang berinteraksidenganseldarah Limulus or Tachypleus
Gambar 4.Hipotesismekanismepembentukan gel koagulogen.
Uji LAL
Ada tigahalpentingpadapembentukan gelpada LAL:
-          Meningkatkan OD yang terlibatdalamkoagulasikarenameningkatnya protein yang bisadikoagulasi
-          Konsentrasi LPS menentukanlajupeningkatan OD
-          Reaksi yang terjadimembentukkurva sigmoid
Total protein terkoagulasi yang terbentukbergantungpadakonsentrasipenginduksi LAL. Keuntungandari LAL adalahmenyediakanuntukuji LAL danjumlah protein yang terkoagulasipadaakhirnyaberjumlahsama, tanpamemperhatikanjumlahendotoksindalamsampel.Hasilakhirdarienzimatikadalahpembentukanjaringan protein yang terkoagulasi.Konsentrasiendotoksinmenentukanlajupembentukanprotein terkoagulasidankarenaituperubahandensitas optic dariwaktukewaktuditentukandenganmengukurwaktuuntukmencapainilaimOD yang disyaratkan.Lajupembentukan OD berhubungandenganpembentukankurvastandarmenggunakan control standarendotoksin.

Tabel 7.NilaiKurvaStandardariPenentuan Kadar KinetikKromogenic (λ=0,05 EU/mL) menggunakansistem software

MetodePengembangandanValidasi
Obat parenteral dengan volume yang kecilbiasanyamengandungobatdengankonsentrasi yang tinggi, yang dapatmengganggufisiologikelincipadaujipirogen.Beberapatipemasalah yang biasanyaditemukanpadapengembanganujiendotoksinuntuksediaan parenteral volume keciltermasukobat yang tidaklarut air, obat yang mengandungzataktif yang miripendotoksin, obat yang mengandungendotoksin, obat bulk denganpotensi yang bervariasi, sediaanobatcampuran, danobat-obatan yang cukupberbahayasepertiobatuntukkemoterapi.

Tabel 8.KelebihandanKekuranganTipeUji LAL
Karakter Uji Validasi BET:
-        tidak mengganggu
-        memungkinkan produk dapat larut jika harus dilarutkan
-        ditunjukkan bahwa metode yang dipilih tidak menurunkan (memghancurkan) endotoksin yang mungkin ada
-        dilakukan pada level yang sesuai yang ditentukan dengan menyesuaikan dosis obat (atau sesuai dengan batas toleransi yang dipersyaratkan dalam monografi USP untuk obat yang sudah ada), potensi, lamda, dan usulan atau diktat sesuai spesifikasi
-        resolusi dari hasil yang didapat di bawah spesifikasi yang memungkinkan kontaminasi dari proses pembuatanagar diprioritaskan pengawasannya untuk meningkatkan level peringatan
-        ditunjukkan bahwa pada pH netral (6-8) menghambat atau membantu kelarutan sampel setelah dicampur dengan LAL
-        disiapkan dokumentasi ketika melakukan uji
-        disiapkan dokumentasi pendukung: pelatih user, kualifikasi instalasi instrument/ kualifikasi operasional (IQ/OQ), pencegahan pemeliharaan (PMs), validasi komputer, kualifikasi, arsip data, dll
-        sesuaikan pembuatan pendukung uji, seperti komponen, eksipien, daan uji API
perhitungan untuk hasil validasi:
Gambar 5.Metodepengembangan-proses validasi
AturanSpesifikasiEndotoksin
Tabel 9.Mengatasigangguanpadaujiendotoksinbakteri
Validasi Depirogenasi
Gambar 6.Inaktivasidanpemusnahanendotoksinbakteri.Inaktivasi: pemanasan, kelembabandanpengeringan, penggunaanradiasi ion padakomponen, inaktivasikimia (contohlarutanasam/basakuat), oksidasi (contoh hydrogen peroksida), polimiksin B. Pemusnahan: ultrafiltrasi, pertukaran ion, agregasidisertaidenganfiltrasi, pertukaran anion.
Gambar 7.KurvaLajuKematianMikroba (a) ilustrasikonseppenurunandesimal (nilai D) dankemungkinan yang selamatdan (b) menunjukkanhipotesislebihsulitnyamenurunkan LPS setelahpenguranganawal yang relative cepat

Tabel 10.Waktu yang dibutuhkanuntukmencapaipenguranganbeberapa log menggunakanberbagaisumberendotoksin
UjiPirogenpadaDarah
Tabel 13.Penetapan Kadar Darah (In vitro pirogen, IPT)
Tabel 14. Yang Tidak Bisa Diuji dengan IPT
15.2 Istilah Endotoksin dan klasifikasinya sebagai Pyrogen
Meskipun istilah tersebut telah digunakan secara bergantian, Hitch dan yang lainnya telah mengusulkan untuk menggunakan istilah “lipopolysaccharide” untuk “ekstrak bakteri murni yang cukup bebas dari kontaminasi, terutama protein, dan istilah “endotoksin”  untuk “produk dari prosedur ekstraksi yang menghasilkan makromolekul kompleks dari LPS, protein, dan phospolipid” .  Definisi dari endotoksin sebagai “lipopolysaccharide – protein kompleks yang terkandung di dalam dinding sel dari GNB, termasuk gram negative non-infeksi” juga telah digunakan untuk menunjukkan sifat alami heterogennya.
Pyrogen yang eksogen mencakup semua substansi asing bagi tubuh yang mampu merangsang respon demam selama injeksi atau infeksi, dan tentu saja, termasuk microbial pyrogen, yang paling kuat dan menonjol dari itu adalah endotoksin.  Non-microbial pyrogen yang eksogen meliputi  zat farmakologi tertentu, atau, bagi host yang peka cahaya, antigen seperti serum albimun pada manusia. Demam saat ni dikenal sebagai salah satu dari sejumlah aspek fisiologis yang signifikan dari peristiwa proinflamasi yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi, trauma, dan perkembangan penyakit. Banyak bentuk inflamasi dan infeksi yang berlangsung tanpa terjadinya demam.

Puluhan senyawa mikroba telah ditemukan, baik menyebabkan demam, ataupun memicu reaksi pada tubuh untuk menyebabkan demam, beberapa pada kombinasi dengan endotoksin, tetapi  terjadi  dengan lemah oleh dirinya sendiri atau pada dosis tinggi. Lihat Tabel 1 untuk list dari komponen microbial host-active yang signifikan. Tabel di atas tidak membedakan tingkatan dari tiap pyrogen yang dibutuhkan untuk menyebabkan host-response atau tipe dari responnya. Aktivasi LAL dinilai sejalan dengan respon yang dianggap pyrogen namun spesifik dengan endotoksin dan mampu mendeteksi aktivasi pertahanan tubuh pada host di level subsistemik.

15.3 Struktur
Membran luar dari dinding sel bakteri gram negatif(GNB) adalah distribusi asimetris dari lemak yang diselingi dengan protein (lihat gambar 1). Membrannya asimetris karena lapisan terluarnya meliliki bagian luar dan dalam yang terdiri dari unsur berbeda. Lapisan luar mengandung lipopolysaccharide(LPS) dan bagian dalam mengandung phospolipid tanpa LPS.


LPS menahan muatan per unit pada permukaannya yang lebih dari phospolipid yang lain dan anionik pada pH fisiologi netral dikarenakan terkena phosphoryl terionisasi dan carboxyl.
Arsitektur dasar dari endotksin(LPS) adalah polysaccharida yang terikat pada komponen lemak, yang disebut lipid A. Lipid a terletak di membran terluar dari sel bakteri, sebaliknya variable polysaccharide ditambahkan ke dalam lingkungan sel. Seperti rambut, rantai polysaccharide yang menonjol bertanggung jawab untuk aktifitas imunologi sel GNB dan dikenal sebagai rantai samping Oligosaccharida actigen atau rantai actigen somatik. Bagian dalam endotoksin atau yang lebih dikenal dengan pemurnian LPS, tergantung pada metode dari ektraksi, yang mengandung membran sel dan berasosiasi dengan phospholide dan protein seperti yang dikenal dengan asam nukleat dan golongan glukosa. Liets Chl dan Brade mempunyai opini bahwa struktur LPS merupakan rangkaian dari urutan-urutan. Asam lemak membentuk double helix dan membentuk bagian luar membran yang paralel dari satu ke yang lain dan tegak lurus dengan sepasang gula phosphorilasi glukosamin, yang terbentuk dari piringan mereka yang terjuntai. Piringan ini mempunyai sudut relatif 45’ dari membran. Piringan tersebut tersambung dengan rantai O-spesifik, yang bisa disamakan dengan filamin yang sangat panjang dari pangkal urutan.
15.4 Mengapa Endotoksin Terfokus Pada Penggunaan Parenteral?
Peptidoglikan(PGN) biasanya diartikan sebagai infeksi antara bakteri gram positif tetapi Pgn mempunyai ikatan sel-host pada infeksi GNB. Selama infeksi Pgn dapat mencapai sirkulasi sistemik. Metode yang sangat sensitif untuk menghitung jumlah dari Pgn sampai saat ini secara klinis masih belum dapat dikembangkan.
15.5 Kontrol Kontaminasi Dalam Produksi Sediaan Parenteral
Endotoksin ditujukan untuk orang-orang  hanya ketika mereka berinteraksi dengan sistem sirkulasi. Dua mekanisme yang berhubungan yang dapat dikembangkan melalui infeksi, dan teknik pengobatan yang infasif termasuk injeksi atau infus dari larutan parenteral. Pengecualian yang perlu di catat adalah membatasi jumlah endotoksin pada darah yang pada akhirnya tidak dapat terdeteksi, jumlah dari endotoksin mungkin dapat dikultur melalui sel dengan menggunakan produksi farmasi. Produksi dari biologi untuk membuat media kultur sel kompleks yang termasuk dengan penambahan FBS. Sebagai growth factor yang mana akan berasosiasi dengan kontaminasi mikroba untuk menumbuhkan sel mamalia yang digunakan dalam rekombinan dan sistem ekspresi monokonal. Serum yang telah diproduksi secara klinis dalam jumlah dan produksi mempunyai tingkat endotoksin yang mempunyai faktor kesalahan. Peringatan regulasi yang sudah ditetapkan, dalam banyak kasus(tapi tidak semuanya), mempunyai sedikit kemungkinan untuk menemukan kontaminasi dengan menggunakan teknik sampling quality control.
Jumlah air yang dipersyaratkan untuk mengawasi endotoksin adalah air untuk penggunaan injeksi dan air untuk inhalasi dan disiapkan dengan menggunakan validasi destilasi atau sistem osmosis terbalik. Destilasi adalah metode yang menggunakan proses yang sangat steril, bebas dari endotoksin. Walaupun banyak air yang terkontaminasi dengan jumlah distribusi atau mekanisme penyimpanannya, yang termasuk sistem pendinginan atau pemanasan wadah tempat penyimpanan, dan metode distribusi.

15.6 Strategi Pengembangan Kontrol Endotoksin Untuk Eksipien Atau Substansi Obat
Produk yang sudah jadi sering mengandung bahan-bahan penambah untuk substansi dari zat aktif obat. Penambahan eksipien sebagai larutan, penstabil, suspending agent, thickening agent, dan chelating agent; antioksidan maupun agen pereduksi, zat tambahan untuk antimikroba, buffer, bulking agent dan zat tambahan lainnya. Peraturan FDA pada validasi untuk tes LAL mempunyai keputusan agar batasan untuk bahan-bahan yang terdapat pada produk jadi dapat diaplikasikan dengan baik dan lulus uji eksipien.
Penyesuaian formula untuk potensi produk dan berat dari bahan-bahan zat aktif atau volume dari administrasi obat, mereka semua akan dikemas untuk menentukan beraa baik produk tersebut dapat didilusikan dan masih sanggup dideteksi oleh konsentrasi batas endotoksin. Strategi kontrol endotoksin adalah sebuah alat untuk mengatur dan memfasilitasi laboratorium dalam menguji kandungan obat dan eksipien yang hampir mendekati batas toleransi.
                                                   
Sebagai pengganti penggunaan tabel, toleransi penggunaan obat dapat disesuaikan untuk eksipien yang dikalkulasikan dengan rumus :
Dimana  TL el adalah batas toleransi dari 1 eksipien dan We1 adalah berat dari 1 eksipien per dosis zat aktif obat dan Wa adalah berat atau unit zat aktif obat per dosis. Sebagai catatan bahwa formula yang dibuat diindikasikan mempunyai eksipien yang berhubungan tanpa mengeksklusi jumlah total perhitungan. Kemudian bandingkan dengan kalkulasi nilai 7, 48 EU /mg dari toleransi batas obat yang dikalkulasikan pada formula. TL = 5,0 EU/kg(35mg/70kg) = 10 EU/mg (lihat tabel 4).
Untuk contoh di atas, formula yang akan diisikan adalah
ECS akan mendekati produk obat yang berisi :
1.      Jumlah eksipien, jumlah yang besar tergantung pada zat aktifnya.
2.      Kandungan obat akan bertoleransi pada produk yang sudah dibuat sebelumnya.
Tabel di atas adalah untuk uji produk akhir pada isi total yang diberikan pada 1 vial.


15.7 Standarisasi Yang Baik
Standar untuk endotoksin yang sangan pyrogenik dosisnya digunakan untuk endotioksin. Pole, Dawnson, dan Gaines Das mendeskripsikan secara serius dari penelitian ini :
1.      Kalibrasi IS sebagai perbandingan untuk ECS.
2.      Bandingkan dengan IS yang sudah ada, ECS, dan standar lain yang menggunakan proses gelasi LAL, kinetik, dan penetapan kadar yang menggunakan kromatogram dan turbidimetri.
3.      Memutuskan hubungan antara EU dengan IU
4.      Bandingkan DS dengan US
Untuk standar geometri yang hasilnya sesuai untuk tes penetapan kadar dapat menggunakan EC-5 yang ditunjukkan pada tabe di atas.

15.8 Asal Dan Pentingnya LAL
Penemuan uji LAL telah diperbolehkan dengan menggunakan aplikasi yang luas pada cara pembuatan obat yang baik atau CPOB sebagaimana mereka mempunyai hubungan untuk mendeteksi adanya endotoksin selama proses produksi. Uji quality control nantinya akan dibuat sediaan parenteral yang dapat mendeteksi adanya unit kontaminasi. Aplikasi pertama yang menggunakan reaksi pembekuan ditemukan oleh Levien dan Bang yang disempurnakan oleh Cooper, Levin , dan Wagner yang disebut dengan Pregel untuk menentukan jumlah endotoksin pada produksi radio farmasi pada tahun 1970.
15.9 Penemuan LAL
Pada tahun 1956, Frederick Bang, mempelajari tentang efek penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri yang diakibatkan koagulasi intravaskular pada darah. Dia mengisolasi bacterium dari penyakit limulus, dia percaya bahwa pantogen invertebrata dari laut tersebut sama seperti bakteria gaffkia yang dapat membunuh lobster. Dia mendeskripsikan bahwa observasi dasar yang dia kemukakan berdasarkan :  Salah satu limulus menjadi penyakit untuk hewan moluscca. Bakteri tersebut dapat mengakibatkan penyakit tersebut secara cepat berkembang dan parahnya dapat menyebabkan kematian. Bakteri gram negatif lainnya atau juga dikenal sebagai racun intravaskular dapat ditemukan pada normalimulus.
Kemudian Levin dan Bang mendemonstrasikan ekstraksi dari bakteri tersebut kemudian didapatkan GNB endotoksin. Kemudian ia memperkenalkan sebuah fenomena yang pada akhirnya disebut dengan assay LAL.
15.10 Pendukung Uji LAL
Levin dan Bang mendeskripsikan ada 3 bahan pada proses gelasi dari LAL. Prosesnya dapat dilihat seperti di bawah ini :
Jumlah dari protein yang sudah diambil akan dibentuk untuk menjadi konsentrasi LAL. Kemudian LAL akan menyediakan jumlah dari uji LAL serta akhir dari jumlah protein yang didapatkan. Pada hasil akhir pembentukan dari protein yang sudah jadi akan didapat pada waktu yang sama dengan sample endotoksin.
Tabel 7 adalah kurva parameter yang berisikan berbagai tipe dari uji standar kinetik dan hasil dari kurva kromatogram.
Penetapan kadar secara turbidimetri akan memberikan kuantitas pengukuran dari endotoksin yang berada di atas rata-rata. Penetapan kadar ini dapat memprediksikan fakta bahwa peningkatan konsentrasi endotiksin dapat menyababkan proporsi penambahan presifitasi pada turbiditas. Masa jenis dari berbagai larutan dapat diuji dengan menggunakan kurva standar yang jumlahnya diketahui dari endotoksin yang terdapat pada tabel 8.
15.11 Perkembangan Metode Dan Validasi Untuk Tes Yang Baik
Beberapa informasi dasar yang telah berkembang beberapa periode ini tetang uji endotoksin untuk entitas kimia(NCE). Adapun beberapa pertanyaan yang dimasukkan ke dalam departemen untuk pengambangan metode ini antara lain :
1.      Dosis maksimum manusia yang jenisnya diperbolehkan untuk keperluan klinik dapat ditingkatkan selama dosis tersebut diperlukan, aman, dan efisien. Respon tersebut seharusnya selalu didokumentasikan melalui email untuk kesimpulan dari validasi.
2.      Formulasi seharusnya didokumentasikan untuk mendekati hasil uji eksipien seperti yang sudah didiskusikan dan karena hal tersebut belum berubah.
3.      Persentasi tersebut seharusnya direkam sebagai parameter penetapan kadar dan mungkin subjek lain untuk dapat diubah nanti(seperti volume maupun berat)
4.      Pendekatan jadwal untuk produksi atau setidaknya untuk uji validasi jika diperlukan.
5.      Perubahan notifikasi yang mekanismenya harus diberitahukan kepada pihak laboratorium. Hal ini dalam hal dosis.
6.      Profil kelarutan
7.      Profil pH.
Tipe dari uji yang sedang dikembangkan saat ini termasuk :
a.      Uji kelarutan atau pH, gabungan dari bagian yang tidak larut air dapat dilarutkan dengan pelarut lain yang sesuai yang tidak menyebabkan endotoksin. Proporsi yang benar akan menyelesaikan perbedaan antara zat aktif dan larutannya.
b.      Eliminasi NIC yang diputuskan dengan penambahan larutan dengan uji validasi yang sesuai.
c.      Validasi penuh, termasuk konfirmasi NIC dan inhibisi dari kurva IE, yang mana dapat ditunjukkan standar kurva pada larutan sample dengan konsentrasi yang telah divalidasi.
d.     Laporan validasi akan didasarkan pada hasil uji IE.
Jika uji IE disetujui dengan menggunakan larutan yang sudah dilabeli dengan LAL termasuk kurva yang sudah valid dari CSE, lalu hasilnya(TR) akan didapatkan dengan cara :
Dimana PP adalah potensi produk zat aktif dari sampel ataupun yang sudah dilabeli untuk isi dari larutan sample. DF adalah faktor disolusi, dan PF adalah faktor dari tarik menarik. A berarti tidak dibutuhkan untuk menentukan kalkulasi hasil akhir di sini karena IE lebih valid hasilnya untuk sampel konsentrasi disolusi seperti pada tabel di atas.
15.13.  Penyelesaian Interferensi pada Uji
Mengingat bahwa uji LAL dalam berbagai bentuk merupakan uji berbasis air yang berasal dari lingkungan fisiologis sensistiv (darah dari kepiting tapal kuda), tidak terlalu mengejutkan bahwa salah satu usaha yang jauh dari lingkungan berair sering memberikan hasil yang tidak memuaskan. Catch-22 dari pengujian tersebut menyerupai kontradiksi yang dihasilkan oleh endotoksin itu sendiri (sebagai ampiphile) dalam meningkatkan kandungan air senyawa hidrofobik dalam larutan akan menyebabkan bahan-bahan mengendap ( dan menghasilkan agregrat endotoksin) tetapi, sebaliknya, sebagai senyawa yang dapat lolos dari air, reaksi LAL dan endotoksin akan dihambat. Cooper’s paper pada mekanisme interferensi terdapat selama pengujian LAL dimana Cooper’s paper tersebut paling berguna pada subjek. Cooper mencatat 5 mekanisme interferensi ketika menguji berbagai obat parenteral untuk BET menggunakan uji LAL dan menunjukkan bahwa hasil mekanisme interferensi berasal dari efek sampel matriks pada sifat agregasi CSE daripada dari reaksi LPS-LAL itu sendiri. Mekanisme luas (a-e) yang terdaftar oleh Cooper meliputi :
       a.            kondisi pH suboptimal
      b.            agregasi atau adsorpsi control endotoksin
       c.            konsentrasi kation yang tidak sesuai
      d.            modifikasi enzim atau protein
       e.            aktivasi LAL yang tidak spesifik
       f.            terkadang mekanisme interferensi tidak dapat ditentukan
Setiap mekanisme interferensi yang luas  akan secara singkat dieksplorasi bersama dengan orang-orang terkemuka (umum atau unik) dalam mengatasihal-hal terkait interferensi.
15.14.  Peengaturan Spesifikasi Endotoksin
Suatu kelompok mengembangkan suatu uji untuk memainkan peran dalam memastikan bahwa spesifikasi yang diusulkan, ditetapkan dalam batas-batas yang sesuai dengan Pedoman FDA dan Persyaratan farmakope. Laboratorium akan menentukan spesifikasi informal dalam pengembangan pengujian yang memberikan dosis klinis. Di kemudian hari, komite spesifikasi akan menetapkan in house specification. Terdapat 2 filosofi berbeda mengenai pengaturan spesifikasi. Pertama, mengatur spesifikasi yang paling ketat dimana laboratorium dapat mendukung (yaitu, sekitar batas deteksi). Kedua, adalah mengatur spesifikasi di sekitar batas pengaturan (yaitu, batas toleransi yang dihitung), yang merupakan batas legal tertinggi.
15.15 Validasi Depirogenasi
            Integral untuk pembuatan sediaan parenteral yang steril dan bebas endotoksin merupakan validasi proses depirogensi. Endotoksin sangat tahan terhadap kerusakan oleh panas, pengeringan, ekstrim pH, dan kimia. Validasi pengrusakan endotoksin dalam pembuatan dan pengemasan obat-obat sediaan parenteral merupakan merupakan perhatian kritis terhadap obat dan perangkat dari suatu pembuatan obat. LPS memerlukan panas sekitar 250°C selama setengah jam untuk mencapai penghancuran dan standar autoklaf tidak akan cukup. Mengingat proses sterilisasi dapat diprediksi, prosedur depirogenasi merupakan proses empiris. Banyak bahan-bahan yang spesifik dalam reagen poten untuk pembuatan peralatan untuk merusak endotoksin.







Gambar 1. Inaktivasi dan penghilangan bakteri endotoksin. Inaktivasi : panas, kelembapan, dan pengeringan, digunakan dalam radiasi ionisasi, in-aktivasi kimia (yaitu, larutan asam / basa kuat), oksidasi (yaitu peroksida hydrogen), polimiksin B. Penghilangan : penggunaan ukuran fisik eksklusi endotoksin (ultrafiltrasi , penghilangan pertukaran ion), atau agregasi yang diikuti dengan filtrasi, penggunaan perbedaan muatan (pertukaran anion), ikatan kimia (pengaktifan ikatan protein charcoal lipopolysaccharide).
15.16. Penghilangan Endotoksin dalam Proses Pembuatan Produk Farmasi
Teknik modern yang digunakan untuk menghilangkan endotoksin dari obat-obat selama proses pembuatan sediaan parenteral sering melibatkan kombinasi dari beberapa metode. Makromolekul tidak dihilangkan dengan ultrafiltrasi yang sederhana mengingat bahwa ukurannya sama dengan agregat endotoksin. Terdapat 2 studi kasus yang akan ditinjau dimana proses penghilangan endotoksin dilakukan untuk (a) enzim 32 Kda (superoxide dismutase [SOD]), (b) MW  α-1,6 branched a-1,4 glucan (amylopectin) yang berasal dari jagung atau potato starch yang digunakan untuk enkapsulasi matriks untuk sediaan farmasi.
            Proses penghilangan endotoksin untuk memenuhi tingkat spesifikasi yaitu kurang dari 0,25 EU/mg protein yang dilakukan di Sigma Chemical (disebut sebagai studi kasus 1) (100). Held et. Al. merancang purifikasi protein untuk mencapai kemurnian yang lebih besar dari 99 % menggunakan “ekstraksi, panas, klarifikasi, dan fraksinasi ammonium sulfat) yang diikui dengan 3 langkah kromatografi yang dapat menghilangkan sebagain besar endotoksin. Selanjutnya, produk yang dihasilkan endotoksin dengan nilai antara 0,16 dan 0,72 EU/mg, tidak memberikan konsistensi dalam memenuhi spesifikasi (nmt 0,25 EU/mg). Para penulis menerapkan “polishing step” untuk melakukan reduksi sisa endotoksin dengan mata dalam menambahkan hanya sedikit biaya dalam proses. Mereka menggunakan muatan positif, 1-ft2, 0.2 μm filter Posydine untuk mencapai pengurangan endotoksin tanpa kehilangan produk. Muatan negative LPS diatas pH 2 memungkinkan terjadinya pertukaran ion sebagai sarana dalam mengikat endotoksin untuk menyaring matriks sedangkan larutan protein akan melewati filter tersebut.
            Dalam studi kasus 2, kelompok Sgma Chemical yang sama memiliki tugas yang lebih hebat dalam mengurangi endoteksin dalam amilopektin dari sekitar 500 EU/gram untuk kurang dari 20 EU/gram (<0.02 EU/mg). kelarutan dan viskositas yang rendah mencegah penghilangan filtrasi endotoksin. Mereka menambahkan 400 gram amilopektin hingga 20 liter  2-mM EDTA untuk mengurangi ukuran agregat endotoksin. Mereka memanaskan pada suhu 85-90 °C dan campuran diaduk selama 1 jam. Setelah campuran didinginkan pada suhu 54-56 °C, ditambahkan NaOH untuk konsentrasi akhir 0,25 M dan diaduk selama 1 jam lagi untuk menghidrolisasi ikatan basa endotoksin (yaitu, lemak A-KDO). Larutan dinetralisasi dengan HCl dan didinginkan pada suhu kamar. Ulangi ultrafiltrasi dengan filter cutcoff ukuran 300.000 MW untuk menghilankan garam dan endotoksin. Setelah konsentrasi mencapai 10 liter, larutan diencerkan hingga 30 liter dengan air bebas endotoksin. Hal ini diikuti dengan pengulangan konsentrasi hingga 10 L yang diikuti dengan redilusi air bebas endotoksin sebanyak 9 kali. Larutan akhir disaring dengan menggunakan Posydine filter 0.45 μm, pembekuan, lipolisasi dan disimpan semalam di bawah vakum. Dengan demikian , peneliti menggabungkan 3 hal yang berbeda, yang dikenal dengan mekanisme untuk menghilangkan endotoksin, pengobatan dengan panas sedang dan alkali, pemisahan filtrasi dengan molecular weight cutoff filters dan pertukaran ion mengikat 0.45 μm filter. Mereka menghitung endotoksin yang dihilangkan oleh setiap langkah dalam menemukan  factor reduksi yang dicapai yaitu masing-masing 20, 5 dan 2. Filtrasi akhir menghasilkan larutan kurang dari 1 EU/gram. Para penulis menyarankan “bahkan air dengan kadar endotoksin di bawah batas deteksi dapat menjadi kontributor utama untuk endotoksin lainnya dalam volume yang besar yang digunakan untuk pengulangan siklus dilusi dan konsentrasi produk.
15.17   Pengujian Endotoksin di Masa Depan
            Dua hal penting dalam membantuk membentuk pandangan tentang arah masa depan kontaminasi uji kontaminasi parenteral adalah sebagai berikut :
a.       endotoksin merupakan sisa sel utama mikroba, tetapi tidak hanya endotoksin yang merupakan cellular artifact yang penting (residu tidak hidup).
b.      endotoksin merupakan artifact yang paling poten dan menyebabkan efek deleterious pada selular dan sistemik, tetapi tidak hanya endotoksin yang paling poten
Dua pertanyaan umum yang membentuk garis besar dari bagian ini adalah : apa saja cara yang dapat dilakukan untuk pengujian endotoksin pada masa depan dan pengujian yang diperluas untuk kontaminasi non-endotoksin pada sediaan parentaral? Uji pirogen tidak sensitive tetapi termasuk metode inklusif (pirogen kelinci) yang menjadi sensitive tetapi metode LAL yang sempit. Karakteristik yang diinginkan untuk pengujian yang baru tidak hanya untuk uji bakteri endotoksin tetapi juga untuk potensi lain yang merusak sel inang aktif bakteri. Tes futuristic akan menjadi lebih inklusif dibandingkan dengan LAL dan sensitive serta specifik seperti LAL. Mengingat kemajuan terbaru dalam biologi molekular, pengganti uji LAL mungkin merupakan Uji LAL yang menggunakan rekombinan produk LAL (sekarang tersedia dari Cambrex dan segera berasal dari ACC (103)). Uji rekombinan hanya mempertahankan status quo dari uji LAL walaupun tanpa melukai kepiting tapal kuda. Terdapat 3 kemungkinan cara yang dapat dilakukan pada masa depan , yaitu :
a.       dengan perluasan arus LAL (termasuk pernggunaan rekombinan LAL)
b.      suplementasi dan penggantian pengujian LAL dengan Whole blood test
c.       meningkatkan spesifisitas untuk deteksi endotoksin sebagai salah satu dari beberapa artifact yang terdeteksi.
Uji LAL hampir seluruhnya spesifik untuk endotoksin tetapi telat dikritik tentang kedua spesifisitasnya (yaitu, tidak dapat mendeteksi GPB atau kontaminasi virus) dan kurangnya spesifisitas (beberapa preparasi yang sensitive terhadap β-glucans). Jalan menuju spesifisitas yang lebih besar dan aplikasi yang lebih luas untuk artifact mikroba lainnya telah dieksplorasi dalam beberapa metode yang berlaku untuk kedua pirogen endotoksin dan non-endotoksin (yaitu, uji sel mononuclear dan kegunaan GC-MS untuk mendeteksi multiple marker).

PENYARINGAN BAHAN AKTIF DAN EKSIPIEN FARMASETIKAL
 TERHADAP ENDOTOKSIN

Bakteri endotoksin adalah pirogen yang cukup penting dalam industri farmasi karena potensi dan penyebarannya. Endotoksin menyebabkan reaksi merugikan pada sediaan injeksi terutama untuk tujuan parenteral. Maka perlu dilakukan pembatasan ukuran untuk menghindari kecelakaan lebih lanjut.

1. Regulasi Dokumen untuk Uji Bakteri Endotoksin (BET)

Buku pedoman FDA Test LAL(1987)  adalah dokumen yang paling berpengaruh sehingga industri farmasi mengubah metode uji endotoksin dari  tes pirogen kelinci menjadi  tes reagen Limulus amebocyte lytase (LAL). Pedoman ini sangat bermafaat karena cepat dan akurat untuk mendeteksi pirogen yang endotoksin.
Pedoman ini memperkenalkan konsep Batas Endotoksin (Endotoxin Limit atau EL), berdasarkan dosis, untuk menentukan batas aman untuk endotoksin.  Juga dijelaskan formula penggunaan larutan ( maximum valid dilution atau MVD) atau konsentrasi (minimum valid concentration atau MVC) untuk menghindari ketidaksesuaian ketentuan uji yang telah ditetapkan. Selain itu ada juga penjelasan tentang cara mengkualifikasikan analis dan reagen, sebuah tes validasi untuk menjamin ketiadaan faktor campur tangan, dan batas uji LAL untuk melepas sediaan parenteral dengan menggunakan metode validasi. Meski sudah tidak digunakan lagi untuk tes LAL, pedoman ini sebenarnya cukup memberi masukan penting dalam penentuan prosedur pembuatan sediaan parenteral. Di lain hal, pedoman ini terlibat dalam isu cGMP seperti sampling, tes uji kembali, kualifikasi analis, dan penentuan rasio RSE/CSE, yang tidak ditemukan dalam compendia.
            Kemudian pada tahun 2001 mulai diterpkan Tes Harmonisasi Bakteri Endotoksin (Harmonized Bacterial Endotoxin Test atau HBET). Revisi ini diadopsi dari International Conference on Harmonization. Pedoman uji LAL dan BET terbaru memiliki kemiripan dalam hal syarat  uji validasi  dan pelepasan produk akhir. Namun demikian buku revisi terbaru menggunakan prosedur yang lebih sederhana, memiliki penjelasan lengkap akan metode LAL dan mengizinkan tes yang meniadakan keterlibatan glukan. HBET adalah dokumen regulasi terpenting saat ini karena menggunakan standar minimum pada uji LAL dan cocok untuk BET secara global.

2. Peringatan Level Endotoksin pada APIs.
Cukup mustahil untuk membuat material yang absolut bebas pirogen karena endotoksin bersifat stabil, cukup poten dan secara alami terdapat dimana-mana. Untuk itu, Batas Endotoksin (Endotoxin Limit atau EL) memperlihatkan jumlah batas aman maksimum endotoksin yang diizinkan dalam produk  parenteral tertentu. Jika produk mengandung endotoksin yang jumlahnya kurang dari batas endotoksin maka dapat diberi label nonpirogenik. Batas endotoksin dihitung dengan menggunakan rumus K/M, dimana K adalah batas toleransi, bervariasi antar jenis produk dan rute administrasi, seperti yang diringkas dalam tabel 1. M adalah maksimum dosis dalam unit/kg. Referrensi terbaik akan batas endotoksin pada produk spesifik dapat dilihat dalam monografi obat dan buku Farmakope.
Tabel 1. Tolernasi Endotoksin atau Batas yang Diizinkan untuk Jenis Material Parenteral















            Hanya sejumlah APIs, seperti insulin manusia dan beberapa antibiotik, yang memiliki batas compedial endotoksin. Strategi untuk menentukan batas endotoksin dan metode uji untuk materi noncompendial harus diperhitungkan mengingat potensi kerugian yang dapat ditimbulkan. Bahan-bahan yang diperoleh dari alam berpotensi lebih tinggi untuk menimbulkan resiko edndotoksin. Resiko tinggi juga terdapat pada sediaan parenteral yang ditujukan untuk serebral atau ruang intraokuler. Sementara resiko rendah dapat diperoleh dari bahan-bahan sintetik berkualitas tinggi.
Produk akhir juga dipengaruhi oleh endotokisn yang berasal dari eksipien, air, dan komponen-komponen lainnya. Resiko endotoksin yang cukup tinggi juga berkaitan dengan produk APIs yang berasal dari proses fermentasi atau teknologi rekombinan, terutama untuk sediaaan intravena atau intrarektal.

4. Efek Sinergis Antara Endotoksin dengan Pirogen Lainnya
            Pada tahun 1998-99, beribu pasien terekspos pirogen yang melebihi ambang batas setelah mengkonsumsi gentamisin. Setidaknnya 155 reaksi pirogenik disebabkan oleh gentamisin yang diproduksi dua penyuplai generik dari Amerika. Bahan aktif farmasi (API) diduga sebagai sumber kontaminasi karena kedua penyuplai tersebut memperoleh API mereka dari vendor yang sama. Banyak pasien yang bereaksi pada dosis rendah seperti 2EU/kg, dan pada beberapa kasus, reaksi terhadap gentamisin hilang pada dosis lebih rendah dengan uji LAL.
            Kebutuhan untuk memeriksa aturan endotoksin dan pirogen potensial lainnya menyebabkan para investigator mempelajari vial gentamisin dengan berbagai metode termasuk uji LAL, uji pirogen kelinci, uji aktivitas monosit (MAT) dan pemeriksaan peptidoglikan dan glukan reaktif LAL (LRG).  Uji larva ulat sutra (SLP) tidak menghasilkan data peptidoglikan signifikan. Hasil tes LRG juga negatif. Metode MAT di Laboratorium Poole (NIBSC) dan Briigger (Novartis) dulunya digunakan untuk mengukur respon sitokin pada sel mononuklear darah periperal yang telah diisolasi dan direaksikan dengan sampel gentamisin. Dasar metode uji ini adalah sensifitas monosit terhadap pirogen eksogenus. Aktivasi monosit diukur melalui IL-6, sitokin paling ideal untuk sistem ini. Hasilnya MAT positif untuk kebanyakan gentamisin yang menghasilkan pirogenitas dan negatif untuk batch pasien bebas ekspos. Ringkasan singkat tentang reeaksi pasien dan hasil uji beberapa jenis pirogen atau endotoksin dalam enam batch gentamisin diperlihatkan dalam Tabel 2.





Tabel 2. Hasil Reaksi Pirogenik dan Uji Pirogen yang Mewakili Satuan Gentamisin







Akar penyebab pirogenik gentamisin tidak ditemukan. Faktor penyebab bukanlah peptidoglikan dari mikroba gram positif. Meski demikian, investigator FDA menyebutkan bahwa API manufakturlah penyebab berbagai pelanggaran cGMP. Hal ini mengindikasikan keberadaan pirogen lain dalam mengaktivasi endotoksin pada sistem sitokin. Pejelasan yang masuk akal adalah aktivitas tingkat subpirogenik endotoksin yang menginduksi pirogenitas dalam tubuh pasien.
            Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah efek yang ditimbulkan oleh API antara lain:
            Batasan level yang sesuai dengan level endotoksin hasil penemuan terbaru.
            Level aksi endotoksin yang masuk akal adalah 25 % dari batasan API untuk parenteral yang berasal dari proses aseptis yang dimaksudkan untuk pemakain intravena atau intrarektal. Terdapat kurangnya perhatian terhadap obat-obat yang disterilisasi , dimana pemanas dapat mengurangi endotoksin dan denaturasi protein, atau terhadap obat yang diberikan secara intramuskular dan subkutan, sehingga resiko reaksi pirogenik yang timbul lebih rendah.
            Harus dilakukan audit terhadap prosedur API untuk memastikan terpenuhinya jaminan CGMP.
            Harus dilakukan uji MAT dan SLP untuk mendeteksi dan mengeliminasi pirogen selama masa pengenbangan.

5. Batas Endotoksin pada Bahan Steril Farmasi
Sediaan injeksi biasanya menggunakan bahan yang berasal dari bentuk padatan serbuk  tidak steril dan umumnya diproduksi dalam keadaan terpisah daripada dalam batch. Tidaklah mudah menetapkan batasan endotoksin dalam sediaan injeksi karena farmasis mungkin tidak mengetahui batasan dosis. Berikut merupakan penuntun keamanan yang diambil farmasis untuk mengurangi resiko kontaminasi endotosin.
            Belilah bahan dari penyuplai terpercaya yang menyediakan sertifikat analisis (CoA) untuk kemurnian dan  kandungan endotoksin, jika tersedia.
            Periksa dan kualifikasikan bahan obat yang baru masuk menggunakan BET yang tervalidasi.
            Lakukan teknik aseptik dan uji integritas pada setiap filter yang digunakan membran sterillisasi.
Tabel 3. Rekomendasi Konsentrasi Uji BET dan Data Keamanan untuk Sediaan Infusi Intraspinal dari Padatan Serbuk.
6. Batas Endotoksin untuk Eksipien
Eksipien adalah komponen esensial untuk parentera volume kecil (SVP). Fungsinya beragam meliputi stabilisasi, preserving dan buffer. Konsentasi yang digunakan juga berbagai macam. Manitol dan natrium klorida dapat bersifat terapis ataupun sekedar zat tambahan saja.
            Berbagi macam kegunaan eksipien menimbulkan tantangan untuk menentukan strategi yang seragam dalam pemilihan batasan dan tes protokol. Namun demikian, eksipien memiliki satu sifat umum untuk dieksploitasi. SVP dibatasi hingga 100 mL; volume ini dapat menggambarkan dosis untuk menghitung batas endotoksin. Ringkasan eksipien harus dapat memperlihatkan batas konsentrasi eksipien secara detail dalam formulasi SVP.  Cara seragam untuk menghitung batas endotoksin eksipien bergantung pada jumlah maksimum eksipen dalam 100 mL SVP:
Batas endotoksin eksipien      =
                                                =
Tabel berikut memperlihatkan daftar eksipien umum yang digunakan dan batasan endotoksin serta masing-masing parameter uji kinetik LAL. EAL ditentukan dengan membagi batas toleransi dengan maksimum konsentrasi eksipien. Angka ini kemudian dibagi dengan 4 dan dibulatkan untuk menjamin empat kali batas keamanan.
Tabel 4. Informasi Uni BET untuk Eksipien yang Umum Digunakan
 
7. Pengaruh uji terhadap API dan eksipien
Validasi metode BET untuk API dan eksipien cukup menantang karena bahan lebih sering tersedia dalam bentuk serbuk.  Kesalahpahaman umum mengenai pH adalah bahwa setiap LAL dan campuran sampel pada batas pH 6 hingga 8 tidaklah menjadi masalah. Sebenarnya, kecepatan reaksi kinetik sistem BET juga sangat bergantung pH, pemulih kontrol produk positif (PPC), akan berubah jika pH reagen LAL dan sampel tidak berada dalam pH unit. Eksipien API yang tidak ber-pH netral, seperti fenol, asam, dan basa lemah, mungkin membutuhkan netralisasi oleh asam atau basa encer selama proses disolusi, tergantung pada kapasitas buffer reagen LAL.