Pendahuluan dan
patofisiologi : hertyn frianka,0906531456
I.
PENDAHULUAN
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang
paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan
tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin,
berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering
ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang
berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa
peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering
mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup.
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur
setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah
kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat
hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya,
sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak
adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan
yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
II.
TIDUR FISIOLOGIS
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan
kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau
berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk
menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama
kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang
seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol
irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian
susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat
tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah
atau aurosal state.
Tidur
dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1.
Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2.
Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase
awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20
jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe
NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1.
Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal
tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan
tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5
menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2.
Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti
bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang
sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
3.
Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya.
Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50%
serta tampak gelombang sleep spindle.
4.
Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.
Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70
menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam
pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang
saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola
mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir
semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada
laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang
seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EKG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1
sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM
berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian
akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM
pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:
-
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 :
13%
-
REM; 25 %.
III.
PERANAN NEUROTRANSMITER
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh
sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini
meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang
tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi
oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
·
Sistem serotonergik
Hasil
serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah
tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan
keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa
peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus
raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis
dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
·
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron
yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus
di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan
aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur
REM dan peningkatan keadaan jaga.
·
Sistem Kholinergik
Sitaram
et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat
mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan
aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas
kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada
orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus
sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
·
Sistem histaminergik
Pengaruh
histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
·
Sistem hormon
Pengaruh
hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH,
TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh
kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin,
serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
IV.
INSIDENSI
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur
selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi
gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan
peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang
lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur
kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan
alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi
penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%),
gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan
alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%),
gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas
(1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur)
(0,03%-0,16%)
V.
KLASIFIKASI
Internasional
Classification of Sleep Disorders
1.
Dissomnia
• Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi,
gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran nafas,
hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia),
idiopatik.
• Gangguan tidur
ekstrisik
Tidur
yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan
alkohol, obat hipnotik atau stimulant.
• Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag
sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase
tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.
2.
Parasomnia
• Gangguan aurosal
Gangguan
tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional.
• Gangguan antara bangun-tidur
Gerak
tiba-tiba, tidur berbicara,kram kaki, gangguan gerak berirama.
• Berhubungan dengan fase REM
Gangguan
mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest.
• Parasomnia lain-lainnya
Bruxism
(otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia parosismal.
3.
Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
• Gangguan mental
Psikosis,
anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol.
• Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit
degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status
epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la
tourette sindroma.
• Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit
asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks gastrointestinal,
penyakit paru kronik (PPOK)
4.
Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
1.
DISSOMNIA
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
kesukaran menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama
tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya.
A.
Gangguan tidur spesifik
·
Narkolepsi
Ditandai
oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,
biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah
itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran
tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai
dengan fase REM. Berbagai bentuk narkolepsi:
1. Narkolepsi
kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau
seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop
2. Hypnagogic
halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga
pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.
3. Sleep
paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga
pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya. Gangguan ini merupakan
kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada
orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada
bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak
bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti
terputusnya fase REM.
·
Gangguan gerakan anggota gerak
badan secara periodik (periodik limb movement disorders)/mioklonus nortuknal.
Ditandai
adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur.
Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki.
Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan
tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60
detik atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam.
Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus. Sering timbul pada fase NREM
atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus.
Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal
antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan
gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur,
bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50
kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati,
gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan
obat, anemia
·
Sindroma kaki gelisah (Restless
legs syndrome)/Ekboms syndrome
Ditandai
oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan
ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara
periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan
kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada
penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan
ini diduga diantara lesi batang otak hipotalamus
·
Gangguan bernafas saat tidur (sleep
apnea)
Terdapat
tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive
apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan
yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan
apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang
lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik
ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi
pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi
akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya
aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan
dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang
otak atau hiperkapnia. Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada
saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan
usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui
obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran
nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur.
Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang
setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat
hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan
oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga
dan respirasi kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi
apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang
sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri
kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering
berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome,
adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal
defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke,
GBS, arnord chiari malformation.
·
Paska trauma kepala
Sebagian
besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur. Jarak
waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3
tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan
sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala)
sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir menunjukkan
pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase
onset REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine.
Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma
kepala.
B.
Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal
tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu
yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan
dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam
pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi
ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur
siklus biologi irama tidur-bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua
pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami
gangguan,apabila irama tersebut mengalami pereseran. Menurut beberapa
penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler
dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang
jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor
pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1.
Sementara (acut work shift, Jet lag)
2.
Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian
sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase
REM. Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah
sebagai berikut:
1. Tipe
fase tidur terlambat (delayed sleep phase type), yaitu
ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan
ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang
tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari
(insomnia sekunder).
2. Tipe
Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak
tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari
satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan
tidur yang terputus-putus.
3. Tipe
pergeseran kerja (shift work type).
Pergeseran kerja
terjadi pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga
akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan
somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin
pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe
fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat
jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada
pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa
cukup untuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan
jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai.
5. Tipe
bangun-tidur beraturan
6. Tipe
tidak tidur-bangun dalam 24 jam
C.
Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat
mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur
organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma
daerah ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau
tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang
berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti
Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan
penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering
terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada
dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi
siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat
mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak
epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½)
jarang terjadi pada fase REM.
D.
Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia,
miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid,
gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran
nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus
nortuknal.
E.
Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine),
antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik.
Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2.
PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari
kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau
pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan
gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat
potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering
ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau
penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada
3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a.
Peminum alkohol
b.
Kurang tidur (sleep deprivation)
c.
Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering
terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa
aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa
penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode
tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
·
Gangguan tidur berjalan (slepp
walkin)/somnabulisme
Merupakan
gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan
semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk
ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku
ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama
malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak
memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan
dapat dibangunkan susah payah. Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran
terutama theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya
gelombang alpha.
·
Gangguan teror tidur (slee teror)
Ditandai
dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur
yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga
malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang
penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti
tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara
klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin
mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus
ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat
dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.
·
Gangguan tidur berhubungan dengan
fase REM
Ini
meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan
tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya
terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut
malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling
banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan
janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya
terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan
subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial
pada rekaman EMG.
IV.
DIAGNOSA ETIOLOGI
Sebelum mencari diagnosa penyebab suatu gangguan
tidur, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu jenis dan lamanya gangguan tidur
(duration of sleep disorder), dengan mengetahui jenis dan lamanya gangguan
tidur, selain untuk membantu mengidentifikasi penyebabnya, juga dapat
memberikan pengobatan yang adekuat.
a. Pada
tahun 1984, The International Institute of Health
membuat suatu konsensus pengelompokan gangguan tidur berdasarkan lamanya
gangguan yang terdiri dari:
1. Transient
yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari
2. Short
term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari dan kurang dari
tiga minggu. Kedua gangguan tersebut biasanya berhubungan dengan stress yang
akut seperti perubahan kehidupan sosial, peningkatan emosional, faktor
lingkungan, faktor sistemik, kelainan gangguan kesehatan, desinkronisaso irama
sirkadian
3. Long
term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari tiga minggu. Biasanya berhubungan
dengan gangguan tidur primer, gangguan psikiatri, gangguan kesehatan, gangguan
psikologi.
b. Pada
tahun 1990, American Sleep Disorders Association
membuat reklasifikasi untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur menjadi
4 kelompok yaitu:
1. Dissomnia,
misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik, gangguan irama sirkadian.
2. Parasomnia,
misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur, berhubungan fase REM
3. Gangguan
kesehatan/psikiatri, misalnya: gangguan mental, gangguan neurologi,
gangguan kesehatan
4. Gangguan
yang tidak terklasifikasi
Daftar
pustaka
Adam RD. principle of neurology. 4th ed. New York : McGraw Hill, 1989: 302-319
Asbury McKhan. Diseases of the nervous
system clinical neurobiology. Hospital Medicine Journal. October 1990: 96-104
Goodman and Gilmans. The
Pharmacological basis of therapeutics. 9th ed. Vol. 1, 1996: 361-398
Hughes JR. EEG in clinical practice. 2nd ed, 1994: 55-104
John A.G. The Diagnosis and management of insomnia. The
NEJM, 322(4) January 25, 1990:239-247
Mohr, JPS MD. Guide to clinical neurology. 1st ed. New York: Churchill, 1995:833-889
Niedermeyre E.MD. Da silva f L.
Electroencephalograpy. Basic principle clinicalapplications ralated field. 3rd ed.. Maryland, 1993: 765-802
Philip MB. Insomnia use of a desion tree to assess and
treat. Post Medicine Journal. 93(1) January 1993, 66-85
R. Joseph. Neuropsychyatri, neuropsychology and clinical neuroscience.
2nd ed.
Philadelpia ; William & Wilkins, 1996: 354-372
Robert A. W. Human sleep and its disorders. Univbersity of
Pennysilavania
Robert ER. Insomnia : concerns of family physician.
Journal of family practice. 36(5), 1993: 551-557
Rowland LP. Different diagnosis and tumor, in Merrit’s text
book of neurology. 9th ed. New York :
Rose Tree, 1995: 875-883
Soedomo Hadimoto. Gangguan neurologi pada
usia lanjut. Edisi 1. Semarang : Diponegoro, 1993: 9-16
Valeriana
radix – sebagai sleep enhancer
Oleh
: fahry
Valerian , adalah anggota dari family velarianaceae , tanaman
ini berasal dari eropa , asia ,dan di adaptasi pada amerika utara[1] . valerian memiliki bau yang khas. Nama lain
dari valerian adalah setwall ( English) , valerianae
radix ( latin) , Baldrianwurzel ( german) , dan phu ( yunani) . genus
valerian terdapat 250 spesies di dalamnya . tetapi spesies valerianae officinalus yang
paling sering di gunakan pada daerah amerika dan eropa.
Gambar 1 . morfologi valeriana officinalis [5]
Sejak dahulu valerian
telah di gunakan sebagai obat traditional. Di ketahui valerian radix di gunakan
sebagai obat tradisional pada kebudayaan kuno yunani dan roma. Kemampuan
terapinya telah di jabarkan Hippocrates pada abad kedua , sejak dahulu valerian
di resepkan sebagai insomnia[2]. Pada abad 16 di resepkan ( di gunakan) sebagai terapi gugup ,
gemetar , sakit kepala , dan palpitasi jantung yang berlebihan[3]. pada perang dunia kedua , valerian di gunakan inggris untuk menrunkan
strees dari serangan udara . selain sebagai pengobatan ganguan tidur di gunakan
juga sebagai obat ganguan pencernaan , dan kondisi stress [4] .
Dalam review sistematis
dari literature ilmiah telah di lakukan percobaan secara random , placebo
control dari valerian dan penggunaanya sebagai terapi gangguan tidur , telah di
indentifikasi dan evaluasi untuk insomnia [6]. Penelitian pertama di
lakukan dengan 128 volunteer di berikan 400 mg ekstrak dari valerian , 60 mg dari valerian yang di jual di pasaran
, dan placebo . peserta akan di berikan salah satu dari tiga preparasi tersebut
, tiga kali sehari selama Sembilan malam untuk di lihat pengaruhnya pada saat bangun tidur . perbandingaan
placebo dengan ekstrak valerian memperlihatkan perbandingan statistic yang
signifikan membantu gangguan tidur , namun pada produk yang telah komersil
tidak memperlihatkan hasil yang signifikan.
Kesimpulan dari hasil penelitian di atas menghasilkan kemungkinan sukses
22,9 %[7] .
Dari hasil tes di atas
di teliti kandungan kimia yang memberikan effek terapi , effek terapi dari
valerian bukan dari satu kandungan kimia tetapi dari kerja beberapa kandungan
kimia secara sinergis . kandungan kimia valerian sebagian besar dibagi menjadi
dua . kandungan dari minyak atsiri termasuk asam valerenik dan turunannya .
dalam ekstrak valerian kandungan ini sangat kecil . maka dari itu ada
kemungkinan kinerja dari kandungan lain pada ekstrak valerian . kandungan kedua
dari valerian ialah iridoids yang terkandung dalam valepotriates . secara in
vivo memiliki efek sedative namun tidak stabil pada penyimpanan karena pengaruh
kandungan air udara sehingga sulit untuk di lihat aktifitasnya.
Asam valerian adalah sesquiterpen . mekanisme kerja dari
asam velarian tidak di ketahui secara pasti . penelitian 2004 di temukan bahwa
asam valerian bekerja sebagai selektif GABA reseptor pada tikus neonatal[8].
Pada 2007 di temukan kerja asam valerian pada reseptor α dan β [9] .
pada 2005 di temukan kerja asam valerian pada reseptor serotonin [10] .
gambar 2. Strukut asam
valerian
Valepotriates adalah
kumpulan kandungan dari valerian yang terdiri dari iridoid dan turunannya ,
yang memiliki aktifitas sebagai penenang.
Gambar
3. Iridoid dan derivatnya
Contoh
produk dari valeriane radix ialah nutrend pulas[11] :
Kemasan:
Botol isi 30 kapsul @ 550 mg
POM TR 062357781
Botol isi 30 kapsul @ 550 mg
POM TR 062357781
Cara Pakai:
1 kapsul diminum setengah jam sebelum tidur
1 kapsul diminum setengah jam sebelum tidur
Product Knowledge:
Insomnia ditandai oleh ketidakmampuan untuk tidur atau tidak terpenuhi waktu tidur yang layak, mata sulit dipejamkan dan pikiran sulit diistirahatkan. Insomnia adalah suatu gejala/tanda yang biasanya disebabkan oleh tidur yang tidak teratur, selain itu juga karena stress/kecemasan, obat-obatan, kafein, pikiran terlalu berat dan kondisi fisik yang sedang sakit mungkin bisa menjadi penyebabnya.
Kandungan dan manfaat:
Valerian Radix
Dalam berbagai penilitian dilaporkan bahwa kandungan glutamin dalam valerian memiliki efek sedatif dengan cara meningkatkan produksi senyawa yang mempengaruhi tidur (GABA - aminobutyric acid). Disamping itu, kandungan valerenic acid dan derivat valerenal juga memiliki aktivitas sedatif dengan menurunkan aktifitas lokomotor dan merangsang ataxia (hilangnya koordinasi otot)
Insomnia ditandai oleh ketidakmampuan untuk tidur atau tidak terpenuhi waktu tidur yang layak, mata sulit dipejamkan dan pikiran sulit diistirahatkan. Insomnia adalah suatu gejala/tanda yang biasanya disebabkan oleh tidur yang tidak teratur, selain itu juga karena stress/kecemasan, obat-obatan, kafein, pikiran terlalu berat dan kondisi fisik yang sedang sakit mungkin bisa menjadi penyebabnya.
Kandungan dan manfaat:
Valerian Radix
Dalam berbagai penilitian dilaporkan bahwa kandungan glutamin dalam valerian memiliki efek sedatif dengan cara meningkatkan produksi senyawa yang mempengaruhi tidur (GABA - aminobutyric acid). Disamping itu, kandungan valerenic acid dan derivat valerenal juga memiliki aktivitas sedatif dengan menurunkan aktifitas lokomotor dan merangsang ataxia (hilangnya koordinasi otot)
Daftar
pustaka
1.
Wichtl M, ed.:
Valerianae radix. In: Bisset NG, trans-ed. Herbal Drugs and
Phytopharmaceuticals: A Handbook for Practice on a Scientific Basis. Boca
Raton, FL: CRC Press, 1994: 513-516.
2.
Blumenthal M,
Goldberg A, Brinckmann J, eds.: Valerian root. In: Herbal Medicine: Expanded Commission
E Monographs. Newton, MA: Integrative Medicine Communications, 2000: 394-400.
3.
Culpeper N:
Garden valerian. In: Culpeper's Complete Herbal. New York: W. Foulsham, 1994:
295-297. [Republication of The English Physitian, by Nicholas Culpeper, originally
published in 1652.]
4.
Grieve M:
Valerian. In: A Modern Herbal. New York: Hafner Press, 1974: 824-830.
6.
Stevinson C,
Ernst E: Valerian for insomnia: a systematic review of randomized clinical
trials. Sleep Medicine 1: 91-99, 2000. [PubMed abstract]
7.
Leathwood PD,
Chauffard F, Heck E, Munoz-Box R: Aqueous extract of valerian root (Valeriana
officinalis L.) improves sleep quality in man. Pharmacology, Biochemistry and
Behavior 17: 65-71, 1982. [PubMed abstract]
8.
^ a b Yuan, C. S.; Mehendale, S.; Xiao, Y.; Aung, H.
H.; Xie, J. T.; Ang-Lee, M. K. (2004). "The gamma-aminobutyric acidergic effects
of valerian and valerenic acid on rat brainstem neuronal activity"(pdf). Anesthesia and Analgesia 98 (2): 353–358. doi:10.1213/01.ANE.0000096189.70405.A5.PMID 14742369.
9.
Khom, S.;
Baburin, I.; Timin, E.; Hohaus, A.; Trauner, G.; Kopp, B.; Hering, S. (2007).
"Valerenic acid potentiates and inhibits GABAA receptors: Molecular
mechanism and subunit specificity".Neuropharmacology 53 (1): 178–187. doi:10.1016/j.neuropharm.2007.04.018.PMID 17585957
10. Dietz, B.; Mahady, G.; Pauli, G.; Farnsworth, N.
(2005). "Valerian extract and valerenic acid are partial agonists of the
5-HT receptor in vitro". Molecular
Brain Research 138 (2): 191–197.doi:10.1016/j.molbrainres.2005.04.009. PMID 15921820
0 comments:
Posting Komentar