BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Alkaloida merupakan suatu senyawa yang
secara umum bekerja pada sistem saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang
biasanya pada cincin heterosiklis dan dibiosintesis dalam tumbuhan dari asam
amino atau turunannya (Waller and Nowacki, 1978). Sejarah alkaloid hampir setua
peradaban manusia. Manusia telah menggunakan alkaloid sebagai obat-obatan,
minuman, racun selama 4.000 tahun. Akan tetapi, belum ada usaha untuk
mengisolasi komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad
kesembilan belas (Cordell, 1981).
Karena alkaloid sebagai suatu kelompok
senyawa yang terdapat pada sebagian besar tanaman berbunga, maka para ilmuwan
sangat tertarik pada sistematika aturan tanaman (Matsych, 1987). Berdasarkan
sistem Engler dalam tanaman tinggi terdapat 60 order. Sekitar 34 daripadanya
mengandung alkaloid.
Pada tanaman yang mengandung alkaloid,
alkaloid mungkin terisolasi dalam jumlah tinggi pada bagian tanaman
tertentu. Untuk memperoleh alkaloid
tersebut, dibutuhkan ilmu ,fitokimia, yang sangat berkaitan dengan
proses-proses ekstraksi, isolasi, identifikasi, dan penetapan kadar suatu
senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan . Proses-proses tersebut terlaksana
dengan adanya metode dan peralatan penunjang yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih dalam mengenai
alkaloid, khususnya alkaloid isokuinolin, dan hubungannya dengan bidang ilmu
fitokimia.
B.
Perumusan
Masalah
Makalah
ini membahas mengenai deskripsi, cara ekstraksi, isolasi, penetapan kadar
senyawa yang tergolong alkaloid isokuinolin.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini antara lain:
a. Untuk
menyediakan informasi mengenai deskripsi, cara ekstraksi, cara isolasi,
penetapan kadar senyawa yang tergolong alkaloid isokuinolin.
b. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fitokimia II
D.
Metode
Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi literature dengan
mengambil data dari berbagai sumber antara lain dari buku maupun dari internet.
E.
Sistematika
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB
II Pembahasan
A. Deskripsi Alkaloid Isokuinolin
B. Ekstraksi dan Isolasi Alkaloid Isokuinolin
A. Deskripsi Alkaloid Isokuinolin
B. Ekstraksi dan Isolasi Alkaloid Isokuinolin
C. Identifikasi Alkaloid
Isokuinolin
D. Penetapan Kadar
Alkaloid Isokuinolin
BAB
III Penutup
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB
II
ISI
I.
Deskripsi
Alkaloid Isokuinolin
Kata alkaloid
pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk senyawa
bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen
organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat
optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal.
Alkaloid dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Alkaloid
sejati
Alkaloid
sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur heterosiklik,
struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa ahli hanya ada
pada tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan dibentuk
dari asam amino sebagai bahan dasar biosintesis.
2.
Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid
memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari asam amino.
Contoh : isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).
3.
Protoalkaloid
Protoalkaloid
adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada cincin
heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan serotonin.
Penggolongan
alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
2. Alkaloid Tropan
3. Alkaloid Quinolin
4. Alkaloid Isoquinolin
5. Alkaloid Indol
6. Alkaloid Imidazol
7. Alkaloid steroid
8. Alkaloid Amin
9. Basa Purin
Alkaloid
Isoquinolin
Isoquinoline alkaloid berhubungan dengan quinoline alkaloid
dan merupakan suatu divisi penting dari keluarga alkaloid. Isoquinoline
alkaloid dapat dibagi menjadi beberapa sub-kelas, antara lain terdiri dari
unsur-unsur seperti isoquinolines sederhana, benzylisoquinolines,
phthalideisoquinolines, protopines, alkaloid morfin, protoberberines serta
alkaloid ipecac.
Misalnya isoquinolines sederhana adalah alkaloid dari
mescaline atau kaktus Lopophora willamsii seperti mescaline, sementara
benzylisoquinolines adalah alkaloid yang terdiri dari opium poppy 's papaverine. di sisi lain,
phthalideisoquinolines mencangkup semua narcotine. Protopines dibatasi pada
family poppy yang terdiri dari opium dan protoberberines termasuk berberin,
hydrastine, dan canadine diantaranya. Protoberberines berasal dari Berberis ssp . Morfin alkaloid termasuk
morfin, kodein dan thebaine semua dari keluarga opium poppy, sedangkan ipecac alkaloid terdiri emetine emetik alkaloid
yang diperoleh dari ipecacuanha.
Bentuk
alkaloid Isoquinoline terdiri dari alkaloid narkotika yang umumnya ada pada
anggota keluarga opium atau Papaveraceae seperti opium poppy atau Papaver
somniferum. Bahkan, ketika kita menggunakan istilah narkotika, umumnya menunjuk
pada penghilang rasa sakit, alkaloid yang sangat
adiktif yang mencakup zat-zat seperti morfin dan
kodein. Morfin berasal dari kata the Greek God of sleep Morpheus, sedangkan khusus soubriquet
dari opium poppy atau somniferum yang jika
diterjemahkan ke bahasa latin berarti 'tidur'.
Obat-obat
penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin,
hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun
alkaloid isoquinolin memiliki struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya
sangat sederhana. Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat
feniletilamin dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini
merupakan derivat dari fenilalanin dan tirosin.
Gambar.
Struktur Inti Alkaloid Isokuinolin
1. Morfin
Penggunaan morfin khusus pada nyeri hebat akut dan kronis ,
seperti pasca bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari
kanker.Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai :
1).
Infark miokard;
2).
Mioplasma;
3).
Kolik renal atau kolik empedu ;
4).
Oklusio akut pembuluh darah perifer , pulmonal atau koroner;
5). Perikarditis akut, pleuritis dan
pneumotoraks spontan dan
6).
Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar , fraktur dan nyeri pasca-bedah.
Morfin diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P. Bracheatum (fam : Papaveraceae) salah
satu hasil tanaman ini berupa hasil sadapan dari getah buah yang dikenal
sebagai “opium” yang berarti candu, Candu merupakan “ibu” dari morfin, mulanya dikembangkan sebagai obat penghilang
rasa sakit sekitar tahun 1810. Morfin dikategorikan sebagai obat yang ajaib
karena mampu mengurangi rasa sakit akibat operasi atau luka parah. Pada saat
dikonsumsi, obat ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa
sekaligus diliputi perasaan senang/ euforia seperti sedang berada dalam alam
mimpi. Oleh karena efek sampingnya yang berupa euforia ini, pada tahun 1811
obat ini diberi nama Morpheus sama seperti nama dewa mimpi Yunani oleh Dr.
F.W.A.
Serturner, seorang ahli obat dari Jerman. Pertengahan tahun
1850, morfin telah tersedia di seluruh Amerika Serikat dan semakin populer
dalam dunia kedokteran. Morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit
yang membuat takjub dokter-dokter pada masa itu. Sayangnya, ketergantungan
terhadap obat tersebut terlewatkan, tidak terdeteksi sampai masa Perang Saudara
berakhir. Dengan adanya penggunaan yang berlebihan yang terus menerus ataupun
kadang-kadang dari suatu obat yang secara tidak layak atau menyimpang dari
norma pengobatan yang lazim maka hal tersebut dikatakan drug abuse terlebih
lagi apabila pada pemakaian morfin sebagai obat keras.
Morfin tergolong kedalam hard drugs yakni zat-zat yang pada
penggunaan kronis menyebabkan perubahan – perubahan dalam tubuh si pemakai,
sehingga penghentiannya menyebabkan gangguan serius bagi fisiologi tubuh, yang
disebut gejala penarikan atau gejala abstimensi. Gejala ini mendorong bagi si
pecandu untuk terus menerus menggunakan zat – zat ini untuk menghindarkan timbulnya
gejala abstimensi. Dilain pihak , dosis yang digunakan lambat laun harus
ditingkatkan untuk memperoleh efek sama yang dikehendaki (toleransi). Hard
drugs menyebabkan ketergantungan fisik (ketagihan ) hebat dan menyebabkan
toleransi terhadap dosis yang digunakan.
2. Emetina
Senyawa ini berfunsi sebagai emetik dan ekspektoran,
diperoleh dari akar tumbuhan Cephaelis
ipecacuanha dan C. Acuminata (fam
: Rubiaceae)
3. Hidrastina dan Karadina
Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (fam : Ranunculaceae) dikenal pula sebagai
Yellowroot; bagian yang digunakan berupa umbi akar berkhasiat sebagai
adstrigensia pada radang selaput lendir.
4. Beberina
Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari Oregon), B. Amition (dari Himalaya), dan B.
aristaca (India) dari familia Berberidaceae yang berguna sebagai zat
pahit/amara dan antipiretik.
II.
Ekstraksi dan Isolasi Alkaloid
Isokuinolin
Bahan tanaman, terutama biji dan daun, sering banyak
mengandung lemak, lilin yang sangat non polar. Karena senyawa-senyawa tersebut
dipisahkan dari bahan tanaman sebagai langkah awal dengan cara pelarutan dengan
petroleum eter (Harjono, 1996).
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun
ekstrak harus selalu dicek untuk mengetahui adanya alkaloid dengan menggunakan
salah satu pereaksi pengendap alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut dalam
petroleum eter, maka bahan tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk
mengikat alkaloid sebagai garamnya. Prosedur ini telah digunakan untuk
mengekstrak ergotamine dari cendawan ergot Claviceps
purpurea (Cordell, 1981).
Gambar.
Ekstraksi Bahan Tanaman yang Mengandung Alkaloid (Harjono, 1996)
Setelah lemak dipisahkan, beberapa pilihan prosedur
tersedia. Bahan tanaman dapat diekstrak dengan air, dengan etanol atau methanol,
dengan alcohol berair, atau dengan larutan alcohol berair yang diasamkan.
Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman sebagai garam organic dan
garam-garam tersebut lazim larut dalam etanol 95%.
Pigmen gula dan konstituen sekunder organic lain hamper
terpisah sempurna dalam alcohol, tetapi banyak garam organic dan anorganic yang
lebih kompleks hanya terpisah sebagian.
Larutan alcohol kemudian diuapkan hingga diperoleh sirup
kental dan residu dipartisi antara larutan asam berair dan pelat\rut organic.
Pada keadaan ini sering terjadi emulsi atau endapan. Larutan basa berair
diekstrak dengan pelarut organic yang cocok biasanya kloroform atau etil
asetat. Larutan yang mengandung alkaloid dikeringkan dengan Na2SO4
, disaring dan diuapkan dalam vakum untuk mendapatkan sisa alkaloid
kotor. Larutan basa berair kemungkinan mengandung alkaloid kuartener dan
biasanya ditest dengan pereaksi pengendapan alkaloid. Alkaloid dapat dipisahkan
dari komponen yang larut dalam air dengan pengendapan sebagai garam Reineckate,
berikut disaring dan endapan kompleks direaksikan dengan aseton-air (Harjono,
1996).
Gambar. Bagan Isolasi Morfin dari Opium
Isolasi
Morfin dari Opium
1. Buatlah larutan 1 N asam
klorida (HCl). Cara membuat : Ambil 6,54 ml HCl 25 % (7,32 g),
larutkan ke dalam 20 ml H2O
kemudian adkan hingga 50 ml dengan
H2O.
2. Larutkan 5 g opium dalam 35 - 50 ml HCl 1 N.
3. Tuang ke dalam
Erlenmeyer bertutup dengan menggunakan corong pisah, kemudian tambahkan 30 ml Eter à
kocok kuat
4. Pisahkan lapisan
yang terbentuk.
Terdapat 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan eter. Buang lapisan eter
dan ambil lapisan airnya.
5.
Lapisan
air di kocok kembali dengan eter.
6.
Terbentuk
2 lapisan kembali, ambil lapisan airnya.
7. Buatlah larutan sodiumhydroxide (NaOH) pH 7. Tambahkan ke dalam
lapisan air. Morfin akan mengendap.
III.
Identifikasi Alkaloid Isokuinolin
Berdasarkan gugus fungional yang
dimiliki oleh alkaloid isokuinolin maka dilakukan reaksi warna, yaitu:
a. Marquis
2
tetes formalin + H2SO4 (p)
dapat
diamati perubahan warna spesifik zat
b. Frohde
Larutan
NH4 molibdat (0,5 % dalam
air) + H2SO4 (p) → (+)
dapat
diamati perubahan warna yang spesifik pada tiap zat
c. King,
reaksi untuk identifikasi gugus kromofor
Larutan uji + pereaksi Diazo (A:B = 1:4)
+ NaOH → merah intensif
terjadi perubahan warna menjadi merah,
yang makin intensif setelah penambahan NaOH
d. Sanchez,
reaksi untuk identifikasi gugus kromofor
Larutan
uji + p–nitrodiazobenzol (p–nitroanilin + NaNO2 + NaOH)
terjadi
perubahan warna bila ditambahkan H2SO4 (dil)
e. Pesez
Zat
+ H2SO4 + larutan KBr →(panaskan di atas penangas air)
hijau, ditarik oleh CHCl3→biru hijau
dapat
diamati perubahan warna menjadi hijau yang akan tertarik oleh CHCl3 menjadi
biru hijau
f. Reaksi
Gabretti
Zat
+ H2SO4 (p) panaskan hingga muncul warna rosa
lemah, kemudian tambahkan kloralhidrat hingga muncul warna yang spesifik pada
tiap zat
g. Reaksi
Deniges, reaksi untuk identifikasi gula tertutup
Larutan
zat + air + NH4OH berlebih + 1 tetes CuSO4 (dil)
h. Reaksi
Labat, reaksi untuk identifikasi gugus formylen
Zat
+ asam gallat +H2SO4 (p) di atas penangas air
i.
Reaksi Lewin
Zat
+ 0,1 % trifomixin / formalidoxin
Alkaloida
Opium
Turunan
fenantren: morfin, heroin, dionin, thebain, kodein, larcein, dll
Turunan
isochinolin: papaverin, nercein, narcitin
Reaksi umum:
a. Marquis:
ungu
b. Frohde:
(+)
c. King:
merah intensif
d. Sanchez:
ungu – jingga
e. Pesez:
warna hijau pada larutan berubah bila ditarik dengan CHCl3, tetapi
hasil negatif pada golongan isochinolin
Tabel.
Identifikasi Reaksi Warna Terhadap Alkaloid
Alkaloid
|
Hasil
reaksi Sanchez
|
Hasil
reaksi King
|
Hasil
reaksi Pesez
|
Apomorphin
|
-
|
-
|
-
|
Heroin
|
+
|
+
|
+
|
Thebain
|
-
|
+
|
+
|
Narcein
|
-
|
-
|
-
|
Narcotin
|
-
|
-
|
-
|
Papaverin
|
-
|
-
|
-
|
Paracodin
|
+
|
+
|
Lemah
|
Dicodid
|
-
|
+
|
-
|
Eucodal
|
-
|
+
|
-
|
Dilaudid
|
-
|
+
|
-
|
Perenin
|
+
|
Lemah
|
+
|
Morphin
|
+
|
+
|
+
|
Codein
|
+
|
+
|
+
|
Dionin
|
+
|
+
|
+
|
1.
Berberina
Gambar . Struktur kimia
Berberina
Identifikasi
1. Edmann: hijau kuning
2. H2SO4
(p): hijau olive
3. Frohde: coklat ungu
4. Reaksi Klunge:
endapan merah darah
5. Bouchardat: muncul endapan
kristalisasi, yang dengan penambahan spir menjadi Kristal jarum panjang
6. Formillen: (+)
7. Reaksi Kristal:
a. KNO3/NaBr: jarum
b.
HgCl2: Kristal
2.
Cephaelin
Gambar . Struktur kimia
Cephaelin
Identifikasi
1. Preparasi:
larutkan dalam NaOH dikocok dengan eter, emetin tertarik cephalinnat tidak
tertarik
2. Frohde:
biru hijau
3. Sachez:
ungu berubah jingga bila ditambahkan H2SO4 encer
4. Gugus
methoxyl: (+)
3.
Kodein
Gambar . Struktur kimia
Kodein
Identifikasi
1. King,
Sanchez, Mayer, Pesez: (+)
2. Frohde:
kuning-hijau-biru
3. Gugus
methoxyl: (+)
4. Mandellin:
hijau biru
5. Marquis:
ungu cepat
6. FeCl3:
(-), yang membedakan dengan morfin
7. Tidak
mereduksi K3Fe(CN)6
8. Reaksi
Gabretti: hijau biru
9. Reaksi
Lewin: gentian biru
10. Reaksi
Kristal
a. HgCl2
b. Mayer
+ spir, uapkan
c. Asam
pikrolon
4.
Emetin
Gambar . Struktur kimia
Emetin
Identifikasi
1. Penambahan
H2SO4: coklat
2. Frohde:
hijau coklat
3. Gugus
methoxyl: (+)
4. Gugus
amin sekunder: (+)
5. Zat
dalam HCl (p) + larutan KClO3 atau H2O2
lalu dipanaskan, menghasilkan warna kuning jingga yang akan hilang bila
diencerkan dengan air tapi berflouresensi biru
5.
Heroin
Gambar . Struktur kimia
Heroin
Identifikasi
1. King,
Sanchez, Mayer, Pesez: (+)
2. Bouchardat:
(+)
3. Frohde:
ungu hijau
4. Marquis:
merah sampai ungu bitu
5. Larutan
dalam H2SO4 (dil) + H2SO4
(p) + spir: bau etil asetat
6. Serulas
& Lefort: lapisan CHCl3 berwarna ungu
7. penambahan
FeCl3 + K3Fe(CN)6: biru berlin
8. penambahan
vanillin + HCl: merah ungu
9. penambahan
H2SO4 + KBr dipanaskan di atas penangas air → hijau,
dapat ditarik oleh CHCl3
10. Hidroksilamin
/ NaOH + FeCl3: ungu
11. Reaksi
Kristal
a. Dragendorf
b. HgCl2
6.
Hydrastin
Gambar . Struktur kimia
Hydrastin
Identifikasi
1. Gugusan
Methoxyl: (+)
2. Gugusan
formylen: (+)
3. Frohde:
kuning – hijau
4. H2SO4:
kuning, ungu
5. Mandellin:
merah jingga merah coklat
6. Marquis:
kuning merah sampai coklat
7. Penambahan
KMnO4 atau asam: flouresensi biru
8. Reaksi
Kristal
a. Asam
piknolon
b. K4Fe(CN)6
9. Reaksi
dengan kaporit: merah darah
7.
Hydrastinine
Gambar . Struktur kimia
Hydrastinine
Identifikasi
1. Gugus
formylen: hijau biru (+)
2. Frohde:
hijau
3. Oksidasi
dengan KMnO4 + pereaksi Schiff: ungu
4. Zat
+ H2SO4 + NaNO2: merah sampai kuning
5. Reaksi
Kristal:
a. HgCl2
b. Asam
piknolon
c. K4Fe(CN)6
8.
Morphin
Gambar . Struktur kimia
Morfin
Identifikasi
1. Marquis:
ungu segera
2. Sanchez,
King, Pesez: (+)
3. Serulas
dan Lefort:
Larutan
dalam H2SO4 (dil) + larutan KI + CHCl3
(dikocok) akan memberikan warna ungu pada lapisan CHCl3
4. Reaksi
Gabretti: ungu
5. Reaksi
Kristal:
a. HgCl2
b. Dragendorf
c. Mayer
9.
Papaverin
Gambar . Struktur kimia
Papaverinum
Identifikasi
1. Penambahan
H2SO4 (p): ungu, terkadang hijau
2. Frohde:
ungu merah kersen
3. Erdman:
ungu
4. Mandellin:
hijau biru sampai biru
5. Marquis:
ungu sampai coklat rosa
6. HNO4:
kuning
7. Gugusan
Methoxyl: (+)
8. Reaksi
Kristal
a. HgCl
b. K3Fe(CN)6
dengan sedikit pemanasan
10.
Thebain
Gambar . Struktur Kimia
Thebain
Identifikasi
1. King
: (+)
2. Gugusan
Methoxyl: (+)
3. Penambahan
H2SO4 (p): jingga kemerahan, bila dipanaskan menjadi biru
kelabu
4. Marquis:
coklat jingga
5. Frohde:
coklat jingga
6. Erdman:
Merah atau kuning kemerahan
7. Flouresensi:
a. Dengan
penambahan NH4OH: biru atau ungu lemah, menjadi biru muda setelah
dibiarkan selama satumalam.
b. Dengan
penambahan H2SO4: ungu terang
8. Larutan
zat + Na-salisilat: terbentuk endapan kemudian residu ditambahkan H2SO4,
dapat diamati perubahan warna biru menjadi merah lalu kembali biru.
9. Reaksi
Kristal:
a. Bouchardat
b. KOH
padat
IV.
Penetapan Kadar Alkaloid Isokuinolin
Obat
opiat yang terdapat
dalam heroin dapat diukur dengan menggunakan salah satu metode yaitu, GC
(Kromatografi Gas) atau HPLC (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Ketika GC digunakan,
sampel sering diderivatisasi.
Kuantifikasi saat menggunakan proses ini membuat asumsi
bahwa sampel telah diderivatisasi
sepenuhnya dan secara kuantitatif. Pengerjaan semacam
ini juga menghalangi masalah yang terkait dengan transasetilasi jika obat
tidak diperlakukan dengan cara
ini. Selain itu, bagaimanapun, proses
derivatisasi menambah langkah lebih lanjut untuk analisis yang dapat mengakibatkan kerusakan sampel atau kontaminasi. Hal ini
adalah alasan-alasan untuk beberapa
laboratorium melaksanakan identifikasi heroin dengan
menggunakan GC-MS dan kemudian mengukur sampel
dengan menggunakan HPLC. Contoh kuantifikasi menggunakan
kedua metode GC dan HPLC dibahas dalam bagian berikut.
Ketika mengukur opiat dengan HPLC, sejumlah prinsip
dasar pertama harus dipertimbangkan sebelum proses kuantifikasi dilakukan.
1. Pengukuran
Heroin dengan GC (Kromatografi Gas)
Dalam contoh ini, analisis kromatografi
gas dilakukan untuk menentukan kuantitas diamorfin dalam sampel. Data kalibrasi
yang diperoleh disajikan dalam Tabel 5.4. Sampel dilarutkan pada konsentrasi 1
mg ml-1 dalam pelarut yang cocok. Dari hasil yang diperoleh (lihat
Tabel 5.5), dimungkinkan untuk menentukan kuantitas diamorfin terdapat dalam sampel
ini, dan memberikan jawaban pada persentase dasar.
Tabel.
Data Kalibrasi yang diperoleh dari Analisis Kromatografi Gas
Tabel.
Data Analisis Sampel Heroin dari Kromatografi Gas
Namun,
dalam rangka untuk menetapkan bahwa
valid untuk menggunakan data tersebut, grafik pertama
harus diplot. Yang terakhir, harus
dalam bentuk respons relatif
(yaitu daerah puncak
diamorfin / daerah puncak baku internal) terhadap konsentrasi obat. Data yang dibutuhkan untuk plot, diberikan dalam Tabel 5.6, dengan menghasilkan
grafik yang ditunjukkan pada Gambar
5.3.
Dengan menggunakan
data ini, dimungkinkan untuk merumuskan
suatu persamaan regresi dengan menggunakan metode kuadrat-terkecil dan memecahkan persamaan simultan berikut:
Nilai-nilai
pada Tabel 5.6 dijumlahkan dan ketika
jumlah nilai ini disubstitusikan ke
dalam persamaan 1 dan 2 di atas, persamaan
regresi yang diperoleh adalah y = 1.168x + 0,007. Dalam rangka untuk memperoleh
konsentrasi obat, rasio dari respons (GC puncak area) dihitung untuk dua pengulangan
(lihat Tabel 5.5), menghasilkan masing-masing nilai 0,406 dan 0,401. Kemudian
didapatkan rata-rata (0,4035) dan nilai ini kemudian disubstitusikan ke dalam
persamaan regresi, memberikan konsentrasi 0,34 mg ml-1. Ini
dinyatakan sebagai persentase dari konsentrasi awal (1 mg ml-1),
menghasilkan nilai akhir 34%. Tidak ada koreksi untuk garam atau basa bebas
yang diperlukan dalam evaluasi ini.
Gambar. Kurva Kalibrasi Diamorfin dalam Sampel
Heroin
Tabel.
Kalibrasi dan Perhitungan Diamorfin dalam Sampel Heroin
2. Pengukuran
Heroin Dengan HPLC (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Ketika
mengukur opiat dengan
HPLC, sejumlah prinsip dasar pertama
harus dipertimbangkan sebelum proses
kuantifikasi dilakukan.
Apa
kriteria yang baik untuk pelarut yang akan digunakan untuk pengenalan
terhadap sampel heroin ke dalam sistem HPLC? Pertama,
serbuk sampel yang akan diperiksa
harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih untuk injeksi ke dalam sistem kromatografi. Kedua, pelarut harus sepenuhnya larut dengan
fase gerak. Untuk alasan inilah, metanol sering dipilih untuk
analisis heroin, meskipun obat tersebut tidak boleh dibiarkan dalam
pelarut ini untuk waktu yang lama
karena risiko hidrolisis dari beberapa komponen-komponennya, misalnya monoacetylmorphine dan diamorfin.
Baseline
resolusi senyawa harus
dicapai dalam kromatografi analisis
sehingga tinggi puncak atau
daerah dapat ditetapkan untuk satu
senyawa saja. Selain itu, sangat penting bahwa kurva kalibrasi dalam HPLC dihasilkan
dari batch yang sama dari pelarut di mana terdapat sampel
yang akan dianalisis. Hal ini penting karena perbedaan kecil dalam pH dapat menyebabkan kepunahan
koefisien yang berbeda ketika mengukur
serapan UV sehingga mengarah ke ketidakakuratan
dalam proses kuantifikasi.
Ketika
mempersiapkan sebuah kurva
kalibrasi, rentang yang cukup luas untuk konsentrasi harus dipilih untuk memastikan bahwa konsentrasi sampel akan jatuh pada rentang linier seperti pada kurva.
Hal ini terutama berlaku untuk heroin di mana lebar
kisaran konsentrasi obat mungkin dihadapi dalam sampel.
Selanjutnya,
ketika menyiapkan kurva kalibrasi, jika dua titik atau metode regresi digunakan, larutan
yang harus disuntikkan adalah dimulai
dengan konsentrasi terendah, kemudian
meningkat menjadi konsentrasi tertinggi.
Hal ini mengurangi risiko kolom mengalami priming. Antara masing-masing
larutan sampel, satu suntikan pelarut yang digunakan tidak boleh digunakan untuk dua atau lebih
sampel yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem kromatografi bebas dari setiap pencemaran yang dapat menimbulkan hasil yang tidak akurat.
Pengaturan kondisi berikut telah terbukti efisien dalam HPLC kuantifikasi heroin:
Kolom : gel silika,
12,5 cm x 4,6 mm i.d.
Eluen : isooktana
/ dietil eter / metanol / air / dietilamin (40:325:225:15:0.65, berdasarkan volume)
Laju alir : 2 ml
min-1
Deteksi : UV
pada 230 nm
Sebuah
pemisahan HPLC khusus
dari opiat yang dapat dicapai dalam
kondisi seperti di atas, ditunjukkan pada Gambar 5.4.
Selain
waktu retensi, jika deteksi
dioda-array digunakan, konfirmasi lebih lanjut dari masing-masing senyawa
yang dielusi dapat dicapai dengan memperhatikan spektrum ultraviolet yang diperoleh untuk sampel dan standar.
Bagaimana
deteksi dioda-array membantu identifikasi analit?
Metode
regresi single-point, dua poin, dan linier semua
dapat digunakan untuk
kuantifikasi. Dari ketiga metode tersebut, metode
regresi linier adalah yang paling
dapat diandalkan dan digambarkan di sini.
Sebuah sampel
obat, ditemukan mengandung diamorfin, telah dihitung oleh HPLC. Data kalibrasi yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Sampel,
diketahui mengandung diamorfin, memberikan daerah puncak
115 604 dan
115 998 (dalam
satuan sembarang) untuk dua sampel direplikasi. Dalam
kasus ini, kita ingin menghitung
persentase diamorfin dalam sampel yang dilarutkan pada konsentrasi 2,5mgml-1.
Gambar.
Pemisahan Opiat pada HPLC
Tabel.
Data Kalibrasi HPLC Sampel Heroin
Masalah
ini dapat dipecahkan sebagai
berikut. Dalam rangka untuk mengkonfirmasi
keabsahan dari data kalibrasi
untuk kuantifikasi, respon grafik (yaitu tinggi
puncak) terhadap konsentrasi obat diplot (Gambar 5.5). Jika
data terletak pada garis lurus,
maka data-data tersebut dapat digunakan untuk
kuantifikasi.
Gambar. Kurva Kalibrasi HPLC Diamorfin dalam Sampel
Heroin
Persamaan
regresi yang diperlukan diperoleh dengan memecahkan secara simultan sebagai berikut
persamaan:
persamaan:
menggunakan data
yang diberikan
dalam Tabel 5.8.
Tabel.
Kalibrasi dan Perhitungan Diamorfin dalam Sampel Heroin
Ketika
nilai-nilai ini disubstitusikan ke dalam
persamaan 1 dan 2 di atas, kemudian dipecahkan,
kita memperoleh persamaan regresi, y = 165 + 8992 830x. Dalam rangka
untuk menghitung jumlah diamorfin
dalam sampel, data nilai rata-rata (115
801) kemudian disubstitusikan
ke dalam persamaan regresi, menghasilkan
konsentrasi 0,64 mg
ml-1. Namun, yang terakhir perlu dinyatakan
sebagai persentase dari
konsentrasi awalnya (2,5 mg ml-1) dan memberikan nilai akhir 25,8%
diamorfin dalam sampel.
Dalam
beberapa kasus, data kalibrasi
disediakan dalam bentuk garam diamorfin (biasanya sebagai hidroklorida). Dalam keadaan seperti itu, lebih baik untuk menghitung jumlah basis yang terdapat dalam sampel karena tidak akan dikenal oleh pembentuk garam diamorfin tertentu yang akan ditemukan pada sampel yang sedang diukur.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Alkaloid
merupakan suatu senyawa bersifat basa yang secara umum bekerja pada sistem
saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang biasanya pada cincin heterosiklis dan
dibiosintesis dalam tumbuhan dari asam amino atau turunannya.
2. Alkaloid Isokuinolin
mempunyai 2 cincin karbon yang mengandung 1 atom nitrogen dengan struktur inti:
3. Berdasarkan
gugus fungsional yang dimiliki oleh alkaloid isokuinolin, untuk mengidentifikasinya,
dapat dilakukan reaksi warna seperti: Marquis, Frohde, King, Sanchez, Pesez,
Gabretti, Deniges, Labat, Lewin.
4. Penetapan
Kadar Alkaloid Isokuinolin dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Gas dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
B.
Saran
Alkaloid
Isokuinolin merupakan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan dan dapat
bermanfaat sebagai bahan obat. Ilmu dan penelitian untuk memperoleh senyawa
tersebut masih tergolong langka dan dibutuhkan pengembangan lebih lanjut.
0 comments:
Posting Komentar