1. Henny Puspita Siagian, 0906531443
2. Hertyn Frianka, 0906531456
3. Indah Purnama Setyawan putri, 0906531462
4. Inez Aprilina, 0906531475
5. Kurniati Wulandari, 0906531550
Endotoksin : Kontrol dan Relevansi dalam Pengelolaan
Sediaan Parenteral
1. Pendahuluan
Apabila terdapat material yang tidak
cocok untuk dianalisa dalam penetapan kadar, material tersebut biasanya berupa
endotoksin. Sebagai standar, endotoksin tersebut telah didomestisasi namun
belum sepenuhnya jinak. Biasanya ditangkap dari alam bebas, dan ditumbuhkan
dalam media yang kaya nutrisi (dengan penambahan larutan tertentu). Namun
sifatnya masih tidak stabil dikarenakan sifat ampifiliknya, sehingga sulit
untuk terarah di dalam larutan. Ujung hidrofobik akan beragregat dengan ujung
hidrofobik juga, atau bahkan menempel pada plastik atau gelas dari test tube
ataupun kemasan daripada larut dalam air. Aktivitas biologis dari endotoksin
yang dihasilkan dari bakteri yang berbeda-beda akan menghasilkan efek yang
berkisar dari apirogenik hingga pirogenik. Namun laboratorium memilih
endotoksin yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda pula berdasarkan
berbagai hasil percobaan yang telah dilakukan sebelumnya. Bab ini akan
memberikan pandangam mengenai endotoksin sebagai kontaminan pada sediaan
parenteral dan juga kegunaannya dalam uji-uji modern.
2. Tata
Nama Endotoksin dan Klasifikasinya sebagai Pirogen
Hitchcock et al. telah mengartikan makna
“lipopolisakarida” sebagai “ekstrak bakteri yang dimurnikan yang telah bebas
dari kontaminan terutama protein” dan makna “endotoksin” sebagai “ produk dari
hasil ekstraksi yang berupa kompleks makromolekuler dari lipopolisakarida,
protein, dan fosfolipid”. Hal yang terkait dengan endotoksin, akan berhubungan
juga dengan pirogen. Pirogen merupakan suatu substansi yang dapat menyebabkan
demam yang ditimbulkan sebagai efek dari penggunaan sediaan parenteral.
Endotoksin merupakankompleks lipopolisakarida-protein yang terkandung dalam
dinding sel bakteri gram negative, termasuk pula bakteri gram negative yang
tidak menginfeksi. Namun belakangan ini, focus utama yaitu terpusat pada
mekasisme seluler dan molekuler yang terjadi, yang tidak dapat ditentukan hanya
dengan adanya demam sebagai respon biologisnya. Demam sekarang ini dikenal
sebagai tidak hanya sebagai gejala dari adanya infeksi bakteri ataupun mikroba,
karena pada saat terjadi infeksi, trauma dan juga perkembangan penyakit, dapat
terjadi demam. Lagipula terdapat beberapa jenis infeksi dan inflamasi yang
terjadi tanpa adanya gejala demam. Terdapat banyak factor dari mikroba yang
telah ditemukan dapat menyebabkan demam, atau mengaktivasi suatu situasi yang
dapat menyebabkan demam dalam kombiasinya dengan endotoksin. Namun hal ini
hanya bisa terjadi pada dosis tinggi, atau dengan kondisi yang tidak
signifikan.
3. Gambaran
Struktur
Membran
luar dari bakteri gram negative merupakan suatu susunan dari berbagai lipid
yang diselingi oleh protein. Struktur dasar dari endotoksin terdiri dari
polisakarida yang terikat secara kovalen pada komponen lipid yang disebut lipid
A. Lipid A sendiri menempel pada bagian luar membran dari sel bakteri.
4. Mengapa
Sediaan Parenteral Fokus akan Kehadiran Endotoksin
Pentingnya
dari adanya control akan kehadiran kontaminan endotoksin berpengaruh dari empat
hal utama yaitu endotoksin ada dimana-mana, kemungkinan toksisitas, lalu
staibiltasnya walaupun dihadapkan pada kondisi ekstrim, dan juga kemungkinan
kehadirannya yang tinggi pada sediaan parenteral. Kecurigaan yang ada dimulai
dengan menguji akuades dan material pada in
process control lalu dilakukan uji pirogen sesuai standar pada USP. Karena kehadirannya yang umum dan terdapat
dimana-mana, sempat menjadi pertanyaan mengapa mamalia sangat responsive
terhadap endotoksin. Namun sesunguuhnya tidak hanya mamalia saja yang sensitive
terhadap endotoksin, namun ternyata organisme lain seperti reptile, amfibi,
ikan dan bahkan beberapa jenis serangga juga merasakan efek dari endotoksin.
Binatang yang tidak menunjukkan respon terhadap endotoksin yaitu tikus. Adanya
endotoksin dapat menjadi alarm akan adanya invasi atau serangan dari mikroba
yang lebih lanjut.
5. Strategi
Pengembangan Kontrol Endotoksin untuk Sediaan/Eksipien Obat
Produk
jadi biasanya mengandung banyak zat lain selain zat aktif yang disebut juga
sebagai eksipien. Eksipien dalam sediaan parenteral dapat berfungsi sebagai
pelarut, pengental, antioksidan, dan lain sebagainya. Berbagai jenis pelarut
ersebut dapat mengandung endotoksin. Namun, untuk kebanyakan eksipien sediaan
parenteral, belum ditenukan limit endotoksin yang diperbolehkan.
Pada
table berikut menjelaskan mengenai langkah kontrol strategi dari endotoksin
dalam sediaan.
Kontrol
Strategi Endotoksin yang sesuai untuk sediaan obat meliputi :
·
Eksipien yang beragam
·
Jumlah eksipien yang
signifikan (dalam jumlah besar atau lebih) yang relative dengan zat aktif
·
Eksipien dengan
toleransi limit yang diatur cukup tinggi
·
Zat aktif dan eksipien
dengan toleransi limit yang telah ditetapkan berdasarkan formula terakhir
·
Eksipien dari bahan
alam
Sebaliknya Kontrol Strategi
Endotoksin mungkin tidak diperlukan untuk sediaan obat yang meliputi kategori
berikut :
·
Eksipien yang sedikit atau
tidak ada sama sekali
·
Eksipien dengan
perbandingan yang kurang atau lebih sedikit dari zat aktif.
·
Eksipien dengan limit
toleransi yang sangat rendah
·
Eksipien yang mempunyai
sifat antimikroba
6. Standarisasi
Uji Bakteri Endotoksin
Terkait
dengan konsep standar endotoksin, merupakan awal dari penentuan ambang dosis
pirogenik untuk endotoksin. Adanya ambang batas spesifik akan respons level
pirogenik yang boleh diijinkan untuk memasuki aliran darah. Munculnya
endotoksin, memungkinkan terjadinya perhitungan endotoksin sebagai kontaminan.
Pengguna Uji LAL sekarang merasa bahwa kosep tersebut merupakan hal yang saling
melengkapi dalam uji endotoksin. Kemajuan yang telah dibuat meliputi :
1. Kuantitasi
atau penghitungan pada pengujian dengan kelinci terbatas pada pengujian
respons lewat/gagal (respon kelinci =
0,6o C kenaikan suhu)
2. Uji
pirogen dilakukan tanpa berusaha untuk mengetahui atau menghitung jumlah
endotoksin yang diperlukan untuk menimbulkan respon demam
3. Pengujian
LAL awalnya menggunakan berat dari endotoksin bakteri yang dikeringkan dengan
berbagai jenis bakteri gram negative, kemudian dengan strain spesifik E.coli
tanpa perhitungan mengenai potensi variable dari berat endotoksin.
Terdapat beberapa kritik mengenai penggunaan standar
endotoksin. Kritik utama termasuk fakta mengenai standar bukan murni lipid A
dimana rumus kimianya sudah diketahui sebelumnya dan bahwa endotoksin yang
lebih berbahaya juga terdapat dimana-mana. Table berikut menunjukkan hasil
pengujian dengan lysate yang umum
digunakan dan juga lysate lain.
Partisipan melakukan pengujian pembekuan gel sebanyak 108 kali, yang terdiri
dari penggunaan endpoint chromogenic,
kinetic chromogenic, dan kinetic
turbidimetric.
7. Asal
dan Manfaat LAL
Uji
pirogen pada kelinci merupakan satu-satunya uji resmi pirogen selama 37 tahun.
Namu, selama tahun 1960, beberapa kejadian yang terjadi mengakibatkan adanya
perubahan yang tidak biasa, yaitu produk darah (lysate) yang diambil dari
sejenis kepiting Limulus polyphemus.
Perubahan yang terjadi pada dunia farmasi yaitu berupa perubahan uji pirogen
yang sebelumnya merupakan uji in vivo pada bakteri, menjadi uji in vitro pada
bakteri. Kegiatan farmasi modern meliputi sampling dan Uji LAL tidak hanya
untuk produk akhir dan juga zat aktif, namun juga dilakukan pada saat proses
produksi sedang berlangsung dan meliputi komponen-komponennya seperti wadah,
air steril yang digunakan, dan juga eksipien.
Pelopor
dari percobaan ini dilakukan oleh Cooper, Levin dan Wagner berdasarkan penemuan
sebelumnya oleh Levin dan Bang, ketiga orang tersebut menggunakan pre-gel dalam
menentukan adanya endotoksin dalam sediaan radiofarmasi. Suatu hari, Cooper
mempresentasikan bahwa lysate yang
terdapat dalam darah kepiting jenis Limulus
dapat berguna dalam mendeteksi adanya endotoksin dalam produk biologis.
Dengan modal berupa waktu paruh yang pendek dan mengingat ketatnya aturan
mengenai pirogen dalam sediaan radiofarmasi, Cooper yakin bahwa LAL akan dapat
bermanfaat dalam deteksi produk yang terkontaminasi.
8. Penemuan
LAL
Pada
tahun 1956, Bang, sedang mempelajari mengenai efek dari yang sebelumnya dia
percaya sebagai infeksi bakteri yang menyebabkan koagulasi intravaskuler pada
darah dari kepiting yang sedang dia amati. Dia lalu mengisolasi bakteri dari Limulus yang sakit, dan memperkirakan
bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri pathogen yang biasanya menyerang hewan
laut invertebrate, beliau menduga bahwa awalnya bakteri tersebut merupakan
bakteri Gaffkia yang biasa membunuh
lobster. Beliau lalu mendiskusikan penemuannya dengan seorang Hematologist bernama Levin. Mereka berdua mereka menggali
lebih jauh mengenai factor yang menyebabkan koagulasi pada Limulus dalam proses mempelajari mekanisme endotoksin dalam
mempengaruhi koagulasi dari Limulus.
Dalam studi yang mereka lakukan, mereka mendapatkan beberapa hasil seperti :
1. Amubosit
sesungguhnya penting untuk proses pembekuan darah
2. Factor
pembekuan darah terdapat hanya pada amubosit (bukan pada plasma darah)
3. Pembentukan
dari reaksi pembekuan gel terjadi akiban perubahan dari material “pre-gel”
dengan adanya penambahan bakteri gram negative.
Mereka lalu mendemonstrasikan bahwa ekstrak amubosit
berubah menjadi gel dengan adanga kehadiran endotoksin bakteri gram negative.
Mereka lalu menjabarkan suatu fenomena yang selanjutnya akan menjadi prinsip
dasar Uji LAL.
PembekuanDarahpadaLimulus and Tachypleus
PadasistemdarahkepitingtapalkudaJepang
(Tachypleustridentatus)
terdapatamubosit yang mengandung 2 tipegranul—besar (L)
dankecil (S)—yang mengandungfaktorpembekuandarah, protein, danantimikroba yang
dilepaskanmelalui proses degranulasikedalam plasma kepiting. KemampuandarahLimulus danTachypleusmembekudanmembentukjaringan fibrin—seperti protein yang
akanmemerangkapdanmendeaktivasipenyeranganorganismedanendotoksindenganmelepasfaktorantiendotoksindanantimikroba.
Protein
pada invertebrate yang mirip fibrinogen disebutkoagulogen (dalambentuklarutan)
dankoagulin (post enzyme-activated)
dalambentuk gel.Perubahankoagulenmenjadikoagulindimediasiolehaktivasidari
zymogen yang berinteraksidenganseldarahLimulus
or Tachypleus
(Amubositataupungranulosit).L-granulmengandungfaktorpembekuandarahuntukkoagulasi,
protease inhibitor, danfaktor anti-LPS.
Padainvasiolehbakteri
Gram Negatif, hemositmendeteksi LPS
padapermukaandanmelepaskaangranulnya.Biosensor yang terdiridarifaktor C
danfaktor G, yang memicupembekuandarah, mengubahkoagulogen yang larutmenjadi
gel koagulin yang tidaklarut.Serin protease zymogen merupakanautokatalik yang
diaktivasioleh LPS dan (1,3)-β-D-glukan. Inisiasioleh
LPSmelibatkantigaenzimserin protease zymogen: faktor B, faktor C, danenzimproclotting.
Langkahterakhirdarireaksipembekuanmeliputipembentuksnkoagulindarikoagulogendenganpemotonganpadabagiantengah
protein, yaituPeptida C. tanpa peptide C, monomer membentukpolimer
AB—yangterdiridarirantai NH2-terminal Adanrantai COOH-terminal
B—secarakovalendihubungkandengan 2 jembatandisulfida.
Gambar 3.Perubahankoagulenmenjadikoagulin
yang dimediasiolehaktivasidari zymogen yang berinteraksidenganseldarah Limulus
or Tachypleus
Gambar
4.Hipotesismekanismepembentukan gel koagulogen.
Uji LAL
Ada
tigahalpentingpadapembentukan gelpada LAL:
-
Meningkatkan OD yang
terlibatdalamkoagulasikarenameningkatnya protein yang bisadikoagulasi
-
Konsentrasi LPS
menentukanlajupeningkatan OD
-
Reaksi yang
terjadimembentukkurva sigmoid
Total
protein terkoagulasi yang terbentukbergantungpadakonsentrasipenginduksi LAL.
Keuntungandari LAL adalahmenyediakanuntukuji LAL danjumlah protein yang
terkoagulasipadaakhirnyaberjumlahsama,
tanpamemperhatikanjumlahendotoksindalamsampel.Hasilakhirdarienzimatikadalahpembentukanjaringan
protein yang terkoagulasi.Konsentrasiendotoksinmenentukanlajupembentukanprotein
terkoagulasidankarenaituperubahandensitas optic
dariwaktukewaktuditentukandenganmengukurwaktuuntukmencapainilaimOD yang
disyaratkan.Lajupembentukan OD
berhubungandenganpembentukankurvastandarmenggunakan control standarendotoksin.
Tabel 7.NilaiKurvaStandardariPenentuan
Kadar KinetikKromogenic (λ=0,05 EU/mL) menggunakansistem software
MetodePengembangandanValidasi
Obat
parenteral dengan volume yang kecilbiasanyamengandungobatdengankonsentrasi yang
tinggi, yang dapatmengganggufisiologikelincipadaujipirogen.Beberapatipemasalah
yang biasanyaditemukanpadapengembanganujiendotoksinuntuksediaan parenteral
volume keciltermasukobat yang tidaklarut air, obat yang mengandungzataktif yang
miripendotoksin, obat yang mengandungendotoksin, obat bulk denganpotensi yang
bervariasi, sediaanobatcampuran, danobat-obatan yang
cukupberbahayasepertiobatuntukkemoterapi.
Tabel
8.KelebihandanKekuranganTipeUji LAL
Karakter Uji Validasi BET:
-
tidak
mengganggu
-
memungkinkan
produk dapat larut jika harus dilarutkan
-
ditunjukkan
bahwa metode yang dipilih tidak menurunkan (memghancurkan) endotoksin yang
mungkin ada
-
dilakukan
pada level yang sesuai yang ditentukan dengan menyesuaikan dosis obat (atau
sesuai dengan batas toleransi yang dipersyaratkan dalam monografi USP untuk
obat yang sudah ada), potensi, lamda, dan usulan atau diktat sesuai spesifikasi
-
resolusi
dari hasil yang didapat di bawah spesifikasi yang memungkinkan kontaminasi dari
proses pembuatanagar diprioritaskan pengawasannya untuk meningkatkan level
peringatan
-
ditunjukkan
bahwa pada pH netral (6-8) menghambat atau membantu kelarutan sampel setelah
dicampur dengan LAL
-
disiapkan
dokumentasi ketika melakukan uji
-
disiapkan
dokumentasi pendukung: pelatih user, kualifikasi instalasi instrument/
kualifikasi operasional (IQ/OQ), pencegahan pemeliharaan (PMs), validasi
komputer, kualifikasi, arsip data, dll
-
sesuaikan
pembuatan pendukung uji, seperti komponen, eksipien, daan uji API
perhitungan untuk hasil validasi:
Gambar
5.Metodepengembangan-proses validasi
AturanSpesifikasiEndotoksin
Tabel
9.Mengatasigangguanpadaujiendotoksinbakteri
Validasi
Depirogenasi
Gambar
6.Inaktivasidanpemusnahanendotoksinbakteri.Inaktivasi: pemanasan,
kelembabandanpengeringan, penggunaanradiasi ion padakomponen, inaktivasikimia (contohlarutanasam/basakuat),
oksidasi (contoh hydrogen peroksida), polimiksin B. Pemusnahan: ultrafiltrasi,
pertukaran ion, agregasidisertaidenganfiltrasi, pertukaran anion.
Gambar
7.KurvaLajuKematianMikroba (a) ilustrasikonseppenurunandesimal (nilai D)
dankemungkinan yang selamatdan (b) menunjukkanhipotesislebihsulitnyamenurunkan
LPS setelahpenguranganawal yang relative cepat
Tabel 10.Waktu yang
dibutuhkanuntukmencapaipenguranganbeberapa log
menggunakanberbagaisumberendotoksin
UjiPirogenpadaDarah
Tabel 13.Penetapan
Kadar Darah (In vitro pirogen, IPT)
Tabel
14. Yang Tidak Bisa Diuji dengan IPT
15.2
Istilah Endotoksin dan klasifikasinya sebagai Pyrogen
Meskipun
istilah tersebut telah digunakan secara bergantian, Hitch dan yang lainnya
telah mengusulkan untuk menggunakan istilah “lipopolysaccharide” untuk “ekstrak
bakteri murni yang cukup bebas dari kontaminasi, terutama protein, dan istilah
“endotoksin” untuk “produk dari prosedur
ekstraksi yang menghasilkan makromolekul kompleks dari LPS, protein, dan
phospolipid” . Definisi dari endotoksin
sebagai “lipopolysaccharide – protein kompleks yang terkandung di dalam dinding
sel dari GNB, termasuk gram negative non-infeksi” juga telah digunakan untuk
menunjukkan sifat alami heterogennya.
Pyrogen
yang eksogen mencakup semua substansi asing bagi tubuh yang mampu merangsang
respon demam selama injeksi atau infeksi, dan tentu saja, termasuk microbial
pyrogen, yang paling kuat dan menonjol dari itu adalah endotoksin. Non-microbial pyrogen yang eksogen
meliputi zat farmakologi tertentu, atau,
bagi host yang peka cahaya, antigen seperti serum albimun pada manusia. Demam
saat ni dikenal sebagai salah satu dari sejumlah aspek fisiologis yang
signifikan dari peristiwa proinflamasi yang terjadi sebagai respon terhadap
infeksi, trauma, dan perkembangan penyakit. Banyak bentuk inflamasi dan infeksi
yang berlangsung tanpa terjadinya demam.
Puluhan
senyawa mikroba telah ditemukan, baik menyebabkan demam, ataupun memicu reaksi
pada tubuh untuk menyebabkan demam, beberapa pada kombinasi dengan endotoksin,
tetapi terjadi dengan lemah oleh dirinya sendiri atau pada
dosis tinggi. Lihat Tabel 1 untuk list dari komponen microbial host-active yang
signifikan. Tabel di atas tidak membedakan tingkatan dari tiap pyrogen yang
dibutuhkan untuk menyebabkan host-response atau tipe dari responnya. Aktivasi
LAL dinilai sejalan dengan respon yang dianggap pyrogen namun spesifik dengan
endotoksin dan mampu mendeteksi aktivasi pertahanan tubuh pada host di level
subsistemik.
15.3
Struktur
Membran
luar dari dinding sel bakteri gram negatif(GNB) adalah distribusi asimetris
dari lemak yang diselingi dengan protein (lihat gambar 1). Membrannya asimetris
karena lapisan terluarnya meliliki bagian luar dan dalam yang terdiri dari unsur
berbeda. Lapisan luar mengandung lipopolysaccharide(LPS) dan bagian dalam
mengandung phospolipid tanpa LPS.
LPS
menahan muatan per unit pada permukaannya yang lebih dari phospolipid yang lain
dan anionik pada pH fisiologi netral dikarenakan terkena phosphoryl terionisasi
dan carboxyl.
Arsitektur
dasar dari endotksin(LPS) adalah polysaccharida yang terikat pada komponen
lemak, yang disebut lipid A. Lipid a terletak di membran terluar dari sel
bakteri, sebaliknya variable polysaccharide ditambahkan ke dalam lingkungan
sel. Seperti rambut, rantai polysaccharide yang menonjol bertanggung jawab
untuk aktifitas imunologi sel GNB dan dikenal sebagai rantai samping
Oligosaccharida actigen atau rantai actigen somatik. Bagian dalam endotoksin
atau yang lebih dikenal dengan pemurnian LPS, tergantung pada metode dari
ektraksi, yang mengandung membran sel dan berasosiasi dengan phospholide dan
protein seperti yang dikenal dengan asam nukleat dan golongan glukosa. Liets
Chl dan Brade mempunyai opini bahwa struktur LPS merupakan rangkaian dari
urutan-urutan. Asam lemak membentuk double helix dan membentuk bagian luar
membran yang paralel dari satu ke yang lain dan tegak lurus dengan sepasang
gula phosphorilasi glukosamin, yang terbentuk dari piringan mereka yang terjuntai.
Piringan ini mempunyai sudut relatif 45’ dari membran. Piringan tersebut
tersambung dengan rantai O-spesifik, yang bisa disamakan dengan filamin yang
sangat panjang dari pangkal urutan.
15.4
Mengapa Endotoksin Terfokus Pada Penggunaan Parenteral?
Peptidoglikan(PGN)
biasanya diartikan sebagai infeksi antara bakteri gram positif tetapi Pgn
mempunyai ikatan sel-host pada infeksi GNB. Selama infeksi Pgn dapat mencapai
sirkulasi sistemik. Metode yang sangat sensitif untuk menghitung jumlah dari
Pgn sampai saat ini secara klinis masih belum dapat dikembangkan.
15.5
Kontrol Kontaminasi Dalam Produksi Sediaan Parenteral
Endotoksin
ditujukan untuk orang-orang hanya ketika
mereka berinteraksi dengan sistem sirkulasi. Dua mekanisme yang berhubungan
yang dapat dikembangkan melalui infeksi, dan teknik pengobatan yang infasif
termasuk injeksi atau infus dari larutan parenteral. Pengecualian yang perlu di
catat adalah membatasi jumlah endotoksin pada darah yang pada akhirnya tidak
dapat terdeteksi, jumlah dari endotoksin mungkin dapat dikultur melalui sel
dengan menggunakan produksi farmasi. Produksi dari biologi untuk membuat media
kultur sel kompleks yang termasuk dengan penambahan FBS. Sebagai growth factor yang mana akan berasosiasi
dengan kontaminasi mikroba untuk menumbuhkan sel mamalia yang digunakan dalam
rekombinan dan sistem ekspresi monokonal. Serum yang telah diproduksi secara
klinis dalam jumlah dan produksi mempunyai tingkat endotoksin yang mempunyai
faktor kesalahan. Peringatan regulasi yang sudah ditetapkan, dalam banyak
kasus(tapi tidak semuanya), mempunyai sedikit kemungkinan untuk menemukan
kontaminasi dengan menggunakan teknik sampling
quality control.
Jumlah
air yang dipersyaratkan untuk mengawasi endotoksin adalah air untuk penggunaan
injeksi dan air untuk inhalasi dan disiapkan dengan menggunakan validasi
destilasi atau sistem osmosis terbalik. Destilasi adalah metode yang
menggunakan proses yang sangat steril, bebas dari endotoksin. Walaupun banyak
air yang terkontaminasi dengan jumlah distribusi atau mekanisme penyimpanannya,
yang termasuk sistem pendinginan atau pemanasan wadah tempat penyimpanan, dan
metode distribusi.
15.6
Strategi Pengembangan Kontrol Endotoksin Untuk Eksipien Atau Substansi Obat
Produk
yang sudah jadi sering mengandung bahan-bahan penambah untuk substansi dari zat
aktif obat. Penambahan eksipien sebagai larutan, penstabil, suspending agent,
thickening agent, dan chelating agent; antioksidan maupun agen pereduksi, zat
tambahan untuk antimikroba, buffer, bulking agent dan zat tambahan lainnya.
Peraturan FDA pada validasi untuk tes LAL mempunyai keputusan agar batasan
untuk bahan-bahan yang terdapat pada produk jadi dapat diaplikasikan dengan
baik dan lulus uji eksipien.
Penyesuaian
formula untuk potensi produk dan berat dari bahan-bahan zat aktif atau volume
dari administrasi obat, mereka semua akan dikemas untuk menentukan beraa baik
produk tersebut dapat didilusikan dan masih sanggup dideteksi oleh konsentrasi
batas endotoksin. Strategi kontrol endotoksin adalah sebuah alat untuk mengatur
dan memfasilitasi laboratorium dalam menguji kandungan obat dan eksipien yang
hampir mendekati batas toleransi.
Sebagai
pengganti penggunaan tabel, toleransi penggunaan obat dapat disesuaikan untuk
eksipien yang dikalkulasikan dengan rumus :
Dimana TL el adalah batas toleransi dari 1 eksipien
dan We1 adalah berat dari 1 eksipien per dosis zat aktif obat dan Wa adalah
berat atau unit zat aktif obat per dosis. Sebagai catatan bahwa formula yang
dibuat diindikasikan mempunyai eksipien yang berhubungan tanpa mengeksklusi
jumlah total perhitungan. Kemudian bandingkan dengan kalkulasi nilai 7, 48 EU
/mg dari toleransi batas obat yang dikalkulasikan pada formula. TL = 5,0
EU/kg(35mg/70kg) = 10 EU/mg (lihat tabel 4).
Untuk
contoh di atas, formula yang akan diisikan adalah
ECS
akan mendekati produk obat yang berisi :
1. Jumlah
eksipien, jumlah yang besar tergantung pada zat aktifnya.
2. Kandungan
obat akan bertoleransi pada produk yang sudah dibuat sebelumnya.
Tabel
di atas adalah untuk uji produk akhir pada isi total yang diberikan pada 1
vial.
15.7
Standarisasi Yang Baik
Standar
untuk endotoksin yang sangan pyrogenik dosisnya digunakan untuk endotioksin.
Pole, Dawnson, dan Gaines Das mendeskripsikan secara serius dari penelitian ini
:
1. Kalibrasi
IS sebagai perbandingan untuk ECS.
2. Bandingkan
dengan IS yang sudah ada, ECS, dan standar lain yang menggunakan proses gelasi
LAL, kinetik, dan penetapan kadar yang menggunakan kromatogram dan
turbidimetri.
3. Memutuskan
hubungan antara EU dengan IU
4. Bandingkan
DS dengan US
Untuk
standar geometri yang hasilnya sesuai untuk tes penetapan kadar dapat
menggunakan EC-5 yang ditunjukkan pada tabe di atas.
15.8
Asal Dan Pentingnya LAL
Penemuan
uji LAL telah diperbolehkan dengan menggunakan aplikasi yang luas pada cara
pembuatan obat yang baik atau CPOB sebagaimana mereka mempunyai hubungan untuk
mendeteksi adanya endotoksin selama proses produksi. Uji quality control nantinya akan dibuat sediaan parenteral yang dapat
mendeteksi adanya unit kontaminasi. Aplikasi pertama yang menggunakan reaksi
pembekuan ditemukan oleh Levien dan Bang yang disempurnakan oleh Cooper, Levin
, dan Wagner yang disebut dengan Pregel untuk menentukan jumlah endotoksin pada
produksi radio farmasi pada tahun 1970.
15.9
Penemuan LAL
Pada
tahun 1956, Frederick Bang, mempelajari tentang efek penyakit yang ditimbulkan
oleh bakteri yang diakibatkan koagulasi intravaskular pada darah. Dia
mengisolasi bacterium dari penyakit limulus, dia percaya bahwa pantogen
invertebrata dari laut tersebut sama seperti bakteria gaffkia yang dapat
membunuh lobster. Dia mendeskripsikan bahwa observasi dasar yang dia kemukakan
berdasarkan : Salah satu limulus menjadi
penyakit untuk hewan moluscca. Bakteri tersebut dapat mengakibatkan penyakit
tersebut secara cepat berkembang dan parahnya dapat menyebabkan kematian.
Bakteri gram negatif lainnya atau juga dikenal sebagai racun intravaskular
dapat ditemukan pada normalimulus.
Kemudian
Levin dan Bang mendemonstrasikan ekstraksi dari bakteri tersebut kemudian
didapatkan GNB endotoksin. Kemudian ia memperkenalkan sebuah fenomena yang pada
akhirnya disebut dengan assay LAL.
15.10
Pendukung Uji LAL
Levin
dan Bang mendeskripsikan ada 3 bahan pada proses gelasi dari LAL. Prosesnya
dapat dilihat seperti di bawah ini :
Jumlah
dari protein yang sudah diambil akan dibentuk untuk menjadi konsentrasi LAL. Kemudian
LAL akan menyediakan jumlah dari uji LAL serta akhir dari jumlah protein yang
didapatkan. Pada hasil akhir pembentukan dari protein yang sudah jadi akan
didapat pada waktu yang sama dengan sample endotoksin.
Tabel
7 adalah kurva parameter yang berisikan berbagai tipe dari uji standar kinetik
dan hasil dari kurva kromatogram.
Penetapan
kadar secara turbidimetri akan memberikan kuantitas pengukuran dari endotoksin
yang berada di atas rata-rata. Penetapan kadar ini dapat memprediksikan fakta
bahwa peningkatan konsentrasi endotiksin dapat menyababkan proporsi penambahan
presifitasi pada turbiditas. Masa jenis dari berbagai larutan dapat diuji
dengan menggunakan kurva standar yang jumlahnya diketahui dari endotoksin yang
terdapat pada tabel 8.
15.11
Perkembangan Metode Dan Validasi Untuk Tes Yang Baik
Beberapa
informasi dasar yang telah berkembang beberapa periode ini tetang uji
endotoksin untuk entitas kimia(NCE). Adapun beberapa pertanyaan yang dimasukkan
ke dalam departemen untuk pengambangan metode ini antara lain :
1. Dosis
maksimum manusia yang jenisnya diperbolehkan untuk keperluan klinik dapat
ditingkatkan selama dosis tersebut diperlukan, aman, dan efisien. Respon
tersebut seharusnya selalu didokumentasikan melalui email untuk kesimpulan dari
validasi.
2. Formulasi
seharusnya didokumentasikan untuk mendekati hasil uji eksipien seperti yang
sudah didiskusikan dan karena hal tersebut belum berubah.
3. Persentasi
tersebut seharusnya direkam sebagai parameter penetapan kadar dan mungkin
subjek lain untuk dapat diubah nanti(seperti volume maupun berat)
4. Pendekatan
jadwal untuk produksi atau setidaknya untuk uji validasi jika diperlukan.
5. Perubahan
notifikasi yang mekanismenya harus diberitahukan kepada pihak laboratorium. Hal
ini dalam hal dosis.
6. Profil
kelarutan
7. Profil
pH.
Tipe
dari uji yang sedang dikembangkan saat ini termasuk :
a. Uji
kelarutan atau pH, gabungan dari bagian yang tidak larut air dapat dilarutkan
dengan pelarut lain yang sesuai yang tidak menyebabkan endotoksin. Proporsi
yang benar akan menyelesaikan perbedaan antara zat aktif dan larutannya.
b. Eliminasi
NIC yang diputuskan dengan penambahan larutan dengan uji validasi yang sesuai.
c. Validasi
penuh, termasuk konfirmasi NIC dan inhibisi dari kurva IE, yang mana dapat
ditunjukkan standar kurva pada larutan sample dengan konsentrasi yang telah
divalidasi.
d. Laporan
validasi akan didasarkan pada hasil uji IE.
Jika
uji IE disetujui dengan menggunakan larutan yang sudah dilabeli dengan LAL
termasuk kurva yang sudah valid dari CSE, lalu hasilnya(TR) akan didapatkan
dengan cara :
Dimana
PP adalah potensi produk zat aktif dari sampel ataupun yang sudah dilabeli
untuk isi dari larutan sample. DF adalah faktor disolusi, dan PF adalah faktor
dari tarik menarik. A berarti tidak dibutuhkan untuk menentukan kalkulasi hasil
akhir di sini karena IE lebih valid hasilnya untuk sampel konsentrasi disolusi
seperti pada tabel di atas.
15.13. Penyelesaian Interferensi pada Uji
Mengingat bahwa uji LAL dalam berbagai bentuk
merupakan uji berbasis air yang berasal dari lingkungan fisiologis sensistiv
(darah dari kepiting tapal kuda), tidak terlalu mengejutkan bahwa salah satu
usaha yang jauh dari lingkungan berair sering memberikan hasil yang tidak
memuaskan. Catch-22 dari pengujian tersebut menyerupai kontradiksi yang
dihasilkan oleh endotoksin itu sendiri (sebagai ampiphile) dalam meningkatkan
kandungan air senyawa hidrofobik dalam larutan akan menyebabkan bahan-bahan
mengendap ( dan menghasilkan agregrat endotoksin) tetapi, sebaliknya, sebagai
senyawa yang dapat lolos dari air, reaksi LAL dan endotoksin akan dihambat.
Cooper’s paper pada mekanisme interferensi terdapat selama pengujian LAL dimana
Cooper’s paper tersebut paling berguna pada subjek. Cooper mencatat 5 mekanisme
interferensi ketika menguji berbagai obat parenteral untuk BET menggunakan uji
LAL dan menunjukkan bahwa hasil mekanisme interferensi berasal dari efek sampel
matriks pada sifat agregasi CSE daripada dari reaksi LPS-LAL itu sendiri.
Mekanisme luas (a-e) yang terdaftar oleh Cooper meliputi :
a.
kondisi pH suboptimal
b.
agregasi atau adsorpsi
control endotoksin
c.
konsentrasi kation yang
tidak sesuai
d.
modifikasi enzim atau
protein
e.
aktivasi LAL yang tidak
spesifik
f.
terkadang mekanisme
interferensi tidak dapat ditentukan
Setiap
mekanisme interferensi yang luas akan
secara singkat dieksplorasi bersama dengan orang-orang terkemuka (umum atau
unik) dalam mengatasihal-hal terkait interferensi.
15.14. Peengaturan Spesifikasi Endotoksin
Suatu
kelompok mengembangkan suatu uji untuk memainkan peran dalam memastikan bahwa
spesifikasi yang diusulkan, ditetapkan dalam batas-batas yang sesuai dengan
Pedoman FDA dan Persyaratan farmakope. Laboratorium akan menentukan spesifikasi
informal dalam pengembangan pengujian yang memberikan dosis klinis. Di kemudian
hari, komite spesifikasi akan menetapkan in house specification. Terdapat 2
filosofi berbeda mengenai pengaturan spesifikasi. Pertama, mengatur spesifikasi
yang paling ketat dimana laboratorium dapat mendukung (yaitu, sekitar batas
deteksi). Kedua, adalah mengatur spesifikasi di sekitar batas pengaturan
(yaitu, batas toleransi yang dihitung), yang merupakan batas legal tertinggi.
15.15
Validasi Depirogenasi
Integral untuk pembuatan sediaan
parenteral yang steril dan bebas endotoksin merupakan validasi proses
depirogensi. Endotoksin sangat tahan terhadap kerusakan oleh panas,
pengeringan, ekstrim pH, dan kimia. Validasi pengrusakan endotoksin dalam
pembuatan dan pengemasan obat-obat sediaan parenteral merupakan merupakan
perhatian kritis terhadap obat dan perangkat dari suatu pembuatan obat. LPS
memerlukan panas sekitar 250°C selama setengah jam untuk mencapai penghancuran
dan standar autoklaf tidak akan cukup. Mengingat proses sterilisasi dapat
diprediksi, prosedur depirogenasi merupakan proses empiris. Banyak bahan-bahan
yang spesifik dalam reagen poten untuk pembuatan peralatan untuk merusak
endotoksin.
Gambar
1. Inaktivasi dan penghilangan bakteri endotoksin. Inaktivasi : panas,
kelembapan, dan pengeringan, digunakan dalam radiasi ionisasi, in-aktivasi
kimia (yaitu, larutan asam / basa kuat), oksidasi (yaitu peroksida hydrogen),
polimiksin B. Penghilangan : penggunaan ukuran fisik eksklusi endotoksin
(ultrafiltrasi , penghilangan pertukaran ion), atau agregasi yang diikuti
dengan filtrasi, penggunaan perbedaan muatan (pertukaran anion), ikatan kimia
(pengaktifan ikatan protein charcoal
lipopolysaccharide).
15.16.
Penghilangan Endotoksin dalam Proses Pembuatan Produk Farmasi
Teknik modern yang digunakan untuk menghilangkan
endotoksin dari obat-obat selama proses pembuatan sediaan parenteral sering
melibatkan kombinasi dari beberapa metode. Makromolekul tidak dihilangkan
dengan ultrafiltrasi yang sederhana mengingat bahwa ukurannya sama dengan
agregat endotoksin. Terdapat 2 studi kasus yang akan ditinjau dimana proses
penghilangan endotoksin dilakukan untuk (a) enzim 32 Kda (superoxide dismutase [SOD]), (b) MW α-1,6 branched a-1,4 glucan
(amylopectin) yang berasal dari jagung atau potato starch yang digunakan untuk enkapsulasi matriks untuk
sediaan farmasi.
Proses penghilangan endotoksin untuk
memenuhi tingkat spesifikasi yaitu kurang dari 0,25 EU/mg protein yang
dilakukan di Sigma Chemical (disebut sebagai studi kasus 1) (100). Held et. Al.
merancang purifikasi protein untuk mencapai kemurnian yang lebih besar dari 99
% menggunakan “ekstraksi, panas, klarifikasi, dan fraksinasi ammonium sulfat)
yang diikui dengan 3 langkah kromatografi yang dapat menghilangkan sebagain
besar endotoksin. Selanjutnya, produk yang dihasilkan endotoksin dengan nilai
antara 0,16 dan 0,72 EU/mg, tidak memberikan konsistensi dalam memenuhi
spesifikasi (nmt 0,25 EU/mg). Para penulis menerapkan “polishing step” untuk
melakukan reduksi sisa endotoksin dengan mata dalam menambahkan hanya sedikit
biaya dalam proses. Mereka menggunakan muatan positif, 1-ft2, 0.2 μm filter
Posydine untuk mencapai pengurangan endotoksin tanpa kehilangan produk. Muatan
negative LPS diatas pH 2 memungkinkan terjadinya pertukaran ion sebagai sarana
dalam mengikat endotoksin untuk menyaring matriks sedangkan larutan protein
akan melewati filter tersebut.
Dalam studi kasus 2, kelompok Sgma
Chemical yang sama memiliki tugas yang lebih hebat dalam mengurangi endoteksin
dalam amilopektin dari sekitar 500 EU/gram untuk kurang dari 20 EU/gram
(<0.02 EU/mg). kelarutan dan viskositas yang rendah mencegah penghilangan
filtrasi endotoksin. Mereka menambahkan 400 gram amilopektin hingga 20
liter 2-mM EDTA untuk mengurangi ukuran
agregat endotoksin. Mereka memanaskan pada suhu 85-90 °C dan campuran diaduk
selama 1 jam. Setelah campuran didinginkan pada suhu 54-56 °C, ditambahkan NaOH
untuk konsentrasi akhir 0,25 M dan diaduk selama 1 jam lagi untuk
menghidrolisasi ikatan basa endotoksin (yaitu, lemak A-KDO). Larutan
dinetralisasi dengan HCl dan didinginkan pada suhu kamar. Ulangi ultrafiltrasi
dengan filter cutcoff ukuran 300.000 MW untuk menghilankan garam dan
endotoksin. Setelah konsentrasi mencapai 10 liter, larutan diencerkan hingga 30
liter dengan air bebas endotoksin. Hal ini diikuti dengan pengulangan
konsentrasi hingga 10 L yang diikuti dengan redilusi air bebas endotoksin
sebanyak 9 kali. Larutan akhir disaring dengan menggunakan Posydine filter 0.45
μm, pembekuan, lipolisasi dan disimpan semalam di bawah vakum. Dengan demikian
, peneliti menggabungkan 3 hal yang berbeda, yang dikenal dengan mekanisme
untuk menghilangkan endotoksin, pengobatan dengan panas sedang dan alkali,
pemisahan filtrasi dengan molecular
weight cutoff filters dan pertukaran ion mengikat 0.45 μm filter. Mereka
menghitung endotoksin yang dihilangkan oleh setiap langkah dalam menemukan factor reduksi yang dicapai yaitu
masing-masing 20, 5 dan 2. Filtrasi akhir menghasilkan larutan kurang dari 1
EU/gram. Para penulis menyarankan “bahkan air dengan kadar endotoksin di bawah
batas deteksi dapat menjadi kontributor utama untuk endotoksin lainnya dalam
volume yang besar yang digunakan untuk pengulangan siklus dilusi dan
konsentrasi produk.
15.17
Pengujian Endotoksin di Masa Depan
Dua hal penting dalam membantuk
membentuk pandangan tentang arah masa depan kontaminasi uji kontaminasi
parenteral adalah sebagai berikut :
a. endotoksin
merupakan sisa sel utama mikroba, tetapi tidak hanya endotoksin yang merupakan
cellular artifact yang penting
(residu tidak hidup).
b. endotoksin
merupakan artifact yang paling poten
dan menyebabkan efek deleterious pada
selular dan sistemik, tetapi tidak hanya endotoksin yang paling poten
Dua pertanyaan umum yang membentuk
garis besar dari bagian ini adalah : apa saja cara yang dapat dilakukan untuk
pengujian endotoksin pada masa depan dan pengujian yang diperluas untuk kontaminasi
non-endotoksin pada sediaan parentaral? Uji pirogen tidak sensitive tetapi
termasuk metode inklusif (pirogen kelinci) yang menjadi sensitive tetapi metode
LAL yang sempit. Karakteristik yang diinginkan untuk pengujian yang baru tidak
hanya untuk uji bakteri endotoksin tetapi juga untuk potensi lain yang merusak
sel inang aktif bakteri. Tes futuristic akan menjadi lebih inklusif
dibandingkan dengan LAL dan sensitive serta specifik seperti LAL. Mengingat
kemajuan terbaru dalam biologi molekular, pengganti uji LAL mungkin merupakan
Uji LAL yang menggunakan rekombinan produk LAL (sekarang tersedia dari Cambrex
dan segera berasal dari ACC (103)). Uji rekombinan hanya mempertahankan status
quo dari uji LAL walaupun tanpa melukai kepiting tapal kuda. Terdapat 3
kemungkinan cara yang dapat dilakukan pada masa depan , yaitu :
a. dengan
perluasan arus LAL (termasuk pernggunaan rekombinan LAL)
b. suplementasi
dan penggantian pengujian LAL dengan Whole blood test
c. meningkatkan
spesifisitas untuk deteksi endotoksin sebagai salah satu dari beberapa artifact yang terdeteksi.
Uji
LAL hampir seluruhnya spesifik untuk endotoksin tetapi telat dikritik tentang
kedua spesifisitasnya (yaitu, tidak dapat mendeteksi GPB atau kontaminasi
virus) dan kurangnya spesifisitas (beberapa preparasi yang sensitive terhadap
β-glucans). Jalan menuju spesifisitas yang lebih besar dan aplikasi yang lebih
luas untuk artifact mikroba lainnya telah dieksplorasi dalam beberapa metode
yang berlaku untuk kedua pirogen endotoksin dan non-endotoksin (yaitu, uji sel
mononuclear dan kegunaan GC-MS untuk mendeteksi multiple marker).
PENYARINGAN BAHAN AKTIF
DAN EKSIPIEN FARMASETIKAL
TERHADAP ENDOTOKSIN
Bakteri
endotoksin adalah pirogen yang cukup penting dalam industri farmasi karena
potensi dan penyebarannya. Endotoksin menyebabkan reaksi merugikan pada sediaan
injeksi terutama untuk tujuan parenteral. Maka perlu dilakukan pembatasan
ukuran untuk menghindari kecelakaan lebih lanjut.
1.
Regulasi Dokumen untuk Uji Bakteri Endotoksin (BET)
Buku pedoman FDA Test LAL(1987) adalah
dokumen yang paling berpengaruh sehingga industri farmasi mengubah metode uji
endotoksin dari tes pirogen kelinci
menjadi tes reagen Limulus amebocyte
lytase (LAL). Pedoman ini sangat bermafaat karena cepat dan akurat untuk
mendeteksi pirogen yang endotoksin.
Pedoman
ini memperkenalkan konsep Batas Endotoksin (Endotoxin Limit atau EL),
berdasarkan dosis, untuk menentukan batas aman untuk endotoksin. Juga dijelaskan formula penggunaan larutan (
maximum valid dilution atau MVD) atau konsentrasi (minimum valid concentration
atau MVC) untuk menghindari ketidaksesuaian ketentuan uji yang telah
ditetapkan. Selain itu ada juga penjelasan tentang cara mengkualifikasikan
analis dan reagen, sebuah tes validasi untuk menjamin ketiadaan faktor campur
tangan, dan batas uji LAL untuk melepas sediaan parenteral dengan menggunakan
metode validasi. Meski sudah tidak digunakan lagi untuk tes LAL, pedoman ini
sebenarnya cukup memberi masukan penting dalam penentuan prosedur pembuatan
sediaan parenteral. Di lain hal, pedoman ini terlibat dalam isu cGMP seperti
sampling, tes uji kembali, kualifikasi analis, dan penentuan rasio RSE/CSE,
yang tidak ditemukan dalam compendia.
Kemudian pada tahun 2001 mulai
diterpkan Tes Harmonisasi Bakteri Endotoksin (Harmonized Bacterial Endotoxin
Test atau HBET). Revisi ini diadopsi dari International Conference on
Harmonization. Pedoman uji LAL dan BET terbaru memiliki kemiripan dalam hal
syarat uji validasi dan pelepasan produk akhir. Namun demikian
buku revisi terbaru menggunakan prosedur yang lebih sederhana, memiliki
penjelasan lengkap akan metode LAL dan mengizinkan tes yang meniadakan
keterlibatan glukan. HBET adalah dokumen regulasi terpenting saat ini karena
menggunakan standar minimum pada uji LAL dan cocok untuk BET secara global.
2.
Peringatan Level Endotoksin pada APIs.
Cukup
mustahil untuk membuat material yang absolut bebas pirogen karena endotoksin
bersifat stabil, cukup poten dan secara alami terdapat dimana-mana. Untuk itu,
Batas Endotoksin (Endotoxin Limit atau EL) memperlihatkan jumlah batas aman
maksimum endotoksin yang diizinkan dalam produk
parenteral tertentu. Jika produk mengandung endotoksin yang jumlahnya
kurang dari batas endotoksin maka dapat diberi label nonpirogenik. Batas
endotoksin dihitung dengan menggunakan rumus K/M, dimana K adalah batas
toleransi, bervariasi antar jenis produk dan rute administrasi, seperti yang
diringkas dalam tabel 1. M adalah maksimum dosis dalam unit/kg. Referrensi
terbaik akan batas endotoksin pada produk spesifik dapat dilihat dalam
monografi obat dan buku Farmakope.
Tabel 1. Tolernasi
Endotoksin atau Batas yang Diizinkan untuk Jenis Material Parenteral
Hanya sejumlah APIs, seperti insulin
manusia dan beberapa antibiotik, yang memiliki batas compedial endotoksin.
Strategi untuk menentukan batas endotoksin dan metode uji untuk materi
noncompendial harus diperhitungkan mengingat potensi kerugian yang dapat
ditimbulkan. Bahan-bahan yang diperoleh dari alam berpotensi lebih tinggi untuk
menimbulkan resiko edndotoksin. Resiko tinggi juga terdapat pada sediaan
parenteral yang ditujukan untuk serebral atau ruang intraokuler. Sementara
resiko rendah dapat diperoleh dari bahan-bahan sintetik berkualitas tinggi.
Produk
akhir juga dipengaruhi oleh endotokisn yang berasal dari eksipien, air, dan
komponen-komponen lainnya. Resiko endotoksin yang cukup tinggi juga berkaitan
dengan produk APIs yang berasal dari proses fermentasi atau teknologi
rekombinan, terutama untuk sediaaan intravena atau intrarektal.
4.
Efek Sinergis Antara Endotoksin dengan Pirogen Lainnya
Pada tahun 1998-99, beribu pasien
terekspos pirogen yang melebihi ambang batas setelah mengkonsumsi gentamisin.
Setidaknnya 155 reaksi pirogenik disebabkan oleh gentamisin yang diproduksi dua
penyuplai generik dari Amerika. Bahan aktif farmasi (API) diduga sebagai sumber
kontaminasi karena kedua penyuplai tersebut memperoleh API mereka dari vendor
yang sama. Banyak pasien yang bereaksi pada dosis rendah seperti 2EU/kg, dan
pada beberapa kasus, reaksi terhadap gentamisin hilang pada dosis lebih rendah
dengan uji LAL.
Kebutuhan untuk memeriksa aturan
endotoksin dan pirogen potensial lainnya menyebabkan para investigator
mempelajari vial gentamisin dengan berbagai metode termasuk uji LAL, uji
pirogen kelinci, uji aktivitas monosit (MAT) dan pemeriksaan peptidoglikan dan
glukan reaktif LAL (LRG). Uji larva ulat
sutra (SLP) tidak menghasilkan data peptidoglikan signifikan. Hasil tes LRG
juga negatif. Metode MAT di Laboratorium Poole (NIBSC) dan Briigger (Novartis)
dulunya digunakan untuk mengukur respon sitokin pada sel mononuklear darah
periperal yang telah diisolasi dan direaksikan dengan sampel gentamisin. Dasar
metode uji ini adalah sensifitas monosit terhadap pirogen eksogenus. Aktivasi
monosit diukur melalui IL-6, sitokin paling ideal untuk sistem ini. Hasilnya
MAT positif untuk kebanyakan gentamisin yang menghasilkan pirogenitas dan
negatif untuk batch pasien bebas ekspos. Ringkasan singkat tentang reeaksi
pasien dan hasil uji beberapa jenis pirogen atau endotoksin dalam enam batch
gentamisin diperlihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil
Reaksi Pirogenik dan Uji Pirogen yang Mewakili Satuan Gentamisin
Akar penyebab pirogenik
gentamisin tidak ditemukan. Faktor penyebab bukanlah peptidoglikan dari mikroba
gram positif. Meski demikian, investigator FDA menyebutkan bahwa API
manufakturlah penyebab berbagai pelanggaran cGMP. Hal ini mengindikasikan
keberadaan pirogen lain dalam mengaktivasi endotoksin pada sistem sitokin.
Pejelasan yang masuk akal adalah aktivitas tingkat subpirogenik endotoksin yang
menginduksi pirogenitas dalam tubuh pasien.
Hal-hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah efek yang ditimbulkan oleh API antara lain:
Batasan
level yang sesuai dengan level endotoksin hasil penemuan terbaru.
Level
aksi endotoksin yang masuk akal adalah 25 % dari batasan API untuk parenteral
yang berasal dari proses aseptis yang dimaksudkan untuk pemakain intravena atau
intrarektal. Terdapat kurangnya perhatian terhadap obat-obat yang disterilisasi
, dimana pemanas dapat mengurangi endotoksin dan denaturasi protein, atau
terhadap obat yang diberikan secara intramuskular dan subkutan, sehingga resiko
reaksi pirogenik yang timbul lebih rendah.
Harus
dilakukan audit terhadap prosedur API untuk memastikan terpenuhinya jaminan
CGMP.
Harus
dilakukan uji MAT dan SLP untuk mendeteksi dan mengeliminasi pirogen selama
masa pengenbangan.
5. Batas Endotoksin pada Bahan Steril Farmasi
Sediaan injeksi biasanya menggunakan bahan yang
berasal dari bentuk padatan serbuk tidak
steril dan umumnya diproduksi dalam keadaan terpisah daripada dalam batch.
Tidaklah mudah menetapkan batasan endotoksin dalam sediaan injeksi karena
farmasis mungkin tidak mengetahui batasan dosis. Berikut merupakan penuntun
keamanan yang diambil farmasis untuk mengurangi resiko kontaminasi endotosin.
Belilah
bahan dari penyuplai terpercaya yang menyediakan sertifikat analisis (CoA)
untuk kemurnian dan kandungan
endotoksin, jika tersedia.
Periksa
dan kualifikasikan bahan obat yang baru masuk menggunakan BET yang tervalidasi.
Lakukan
teknik aseptik dan uji integritas pada setiap filter yang digunakan membran
sterillisasi.
Tabel
3. Rekomendasi
Konsentrasi Uji BET dan Data Keamanan untuk Sediaan Infusi Intraspinal dari
Padatan Serbuk.
6.
Batas Endotoksin untuk Eksipien
Eksipien
adalah komponen esensial untuk parentera volume kecil (SVP). Fungsinya beragam
meliputi stabilisasi, preserving dan buffer. Konsentasi yang digunakan juga
berbagai macam. Manitol dan natrium klorida dapat bersifat terapis ataupun
sekedar zat tambahan saja.
Berbagi macam kegunaan eksipien
menimbulkan tantangan untuk menentukan strategi yang seragam dalam pemilihan
batasan dan tes protokol. Namun demikian, eksipien memiliki satu sifat umum
untuk dieksploitasi. SVP dibatasi hingga 100 mL; volume ini dapat menggambarkan
dosis untuk menghitung batas endotoksin. Ringkasan eksipien harus dapat
memperlihatkan batas konsentrasi eksipien secara detail dalam formulasi
SVP. Cara seragam untuk menghitung batas
endotoksin eksipien bergantung pada jumlah maksimum eksipen dalam 100 mL SVP:
Batas
endotoksin eksipien =
=
Tabel
berikut memperlihatkan daftar eksipien umum yang digunakan dan batasan
endotoksin serta masing-masing parameter uji kinetik LAL. EAL ditentukan dengan
membagi batas toleransi dengan maksimum konsentrasi eksipien. Angka ini
kemudian dibagi dengan 4 dan dibulatkan untuk menjamin empat kali batas
keamanan.
Tabel 4.
Informasi Uni BET untuk Eksipien yang Umum Digunakan
7.
Pengaruh uji terhadap API dan eksipien
Validasi
metode BET untuk API dan eksipien cukup menantang karena bahan lebih sering
tersedia dalam bentuk serbuk.
Kesalahpahaman umum mengenai pH adalah bahwa setiap LAL dan campuran
sampel pada batas pH 6 hingga 8 tidaklah menjadi masalah. Sebenarnya, kecepatan
reaksi kinetik sistem BET juga sangat bergantung pH, pemulih kontrol produk
positif (PPC), akan berubah jika pH reagen LAL dan sampel tidak berada dalam pH
unit. Eksipien API yang tidak ber-pH netral, seperti fenol, asam, dan basa
lemah, mungkin membutuhkan netralisasi oleh asam atau basa encer selama proses
disolusi, tergantung pada kapasitas buffer reagen LAL.