Tarian Yang Melambangkan Cinta

TARIAN CINTA


TARIAN HUDA - HUDA
Konon di zaman dahulu kala, seorang istri raja (na si puang) ditimpa kemalangan. Anak yang dikasihinya meninggal dunia. Saking sedihnya, sang putri tidak rela anaknya dimakamkan dan terus memangku mayat anaknya hingga berhari-hari. Proses pembusukanpun terjadi dan bau mayat yang menyengatpun sudah melingkupi istana dan tercium sampai ke kediaman penduduk. Penghuni istana serta pendudukpun terusik dengan keadaan yang tidak nyaman itu dan ingin berbuat sesuatu membujuk sang permaisuri.
Berbagai cara sudah dilakukan, namun permaisuri tidak mengindahkannya. Hingga di suatu talun sekelompok laki-laki yang sedang ”martambul” turut prihatin. Talun adalah sebuah gubuk di tengah hutan yang berfungsi sebagai tempat menampung dan memasak air aren (tuak) untuk membuat gula merah atau gula aren.
Saat itu, di talun sedang berlangsung acara memasak binatang hasil buruan mereka. Salah satu binatang buruan itu adalah burung enggang. Masalah ketidaksediaan permaisuri melepas mayat anaknya untuk
dikebumikan menjadi topik pembicaraan mereka. Intinya, bagaimana caranya agar sang putri mau melepas mayat anaknya yang sudah membusuk itu untuk dimakamkan. Alhasil, salah seorang dari mereka memiliki ide, dengan membuat pertunjukan yang lucu, kocak di depan sang putri, hingga nantinya mayat anaknya terlepas dari tangannya. Lantas mereka mencurinya dan memakamkannya. Usai bersantap, salah seorang diantara mereka memperhatikan sisa-sisa peralatan dan makanan tadi.
Sisa daging enggang (paruh dan tulang lehernya) dicoba dikenakan di kepala salah seorang dari mereka. Terlihat lucu!. Maka ide lainpun muncul. Pelepah pinang yang biasa mereka gunakan tempat cuci tangan diukir menjadi ”patung” manusia berwujud laki-laki dan dikenakan di muka seorang lagi. Terlihat lucu juga!.
Lantas dibuat satu lagi ”patung” manusia berwujud perempuan. Ide membuat patung ini selesai. Masalahnya, siapa yang akan melakonkannya di depan sang putri. Karena tidak ada seorangpun berani melakukannya. Alasannya, apabila ada orang yang tau maka mereka pasti dihukum. Mereka mempersiapkan tiga orang memainkannya di depan permaisuri.
Kini, mereka memikirkan cara agar aktor-aktornya tidak dikenali siapapun. Lantas, muncullah ide menutup seluruh tubuh mereka dengan kain. Pelakon burung Enggang tadi seluruh mukanya ditutup dengan kain, dan dikepalanya dikenakan paruh dan kepala enggang. Muka dua pelakon patung manusia ditutup dengan topeng dan tubuhnya ditutup dengan kain. Setelah semuanya dipersiapkan dan mereka yakin pertunjukkan itu akan menarik perhatian sang permaisuri, ketiganya diberangkatkan memasuki istana raja.
Singkatnya, mereka masuk ke ruang sang permaisuri. Saat permaisuri melihat ketiga patung aneh itu, awalnya terkejut. Namun pertunjukan terus dilangsungkan, hingga benar-benar membuat sang putri merasa terhibur.
Saat itulah mayat bayi di pangkuannya lepas. Tanpa disadari sang putri, para penari topeng itu berhasil merebut mayat anak tadi dan melarikannya ke hutan untuk dikubur. Sejak itu, persoalan mayat bayi membusuk dapat diselesaikan tanpa seorangpun mengetahui orang yang ”mencuri” dan menguburkan mayat itu.
Demikian kisahnya. Upacara ritual ini masih dilaksanakan penduduk hingga di abad globalisasi dan informasi ini. Termasuk di Hampung, Negeri Dolok. Menurut keterangan seorang tokoh penduduk desa ini, beberapa desa di wilayah Silau Kahean dan Raya Kahean masih melaksanakan upacara ritual ini. Selain itu pada acara ritual pemakaman, Toping-toping dan Huda-huda acapkali digelar pada acara-acara budaya Simalungun seperti pada Pesta Rondang Bintang atau pagelaran budaya bersama di Sumatera Utara.

Mohini Attam
Mohini Attam adalah tarian yang berasal dari Kerala( INDIA ).[5] Tarian ini menceritakan tentang rasa cinta dan dedikasi terhadap dewa.[5] Gerakan-gerakan dasar tarian ini adalah Adavus yang dibagi menjadi 4 bagian, Taganam, Jaganam, Dhaganam, dan Sammisram.[5] Para penari Mohini Attam mengenakan riasan yang realistis dan kostum yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan tarian yang lain

Mahakarya Tarian Rumi Dari Timur Tengah Yang Unik
Salah satu maha karya Rumi adalah SUFI MEHFIL, sebuah tarian yang dipopulerkannya bersama komunitasnya Mevlevi Order. Sufi Mehfil merupakan sebuah tarian dalam tradisi sufi yang bermakna sebagai Pesta Para Sufi. Salah satu bentuk tariannya adalah “The Whirling Dance” (memutar tubuh berlawanan dengan arah jarum jam) dilakukan secara bersama oleh sejumlah orang penari dibawah bimbingan seorang Murshid. Gerakan yang ada dalam tarian itu menunjukkan kesediaan para Pecinta Tuhan untuk masuk ke dalam diri, menghilangkan ego untuk kembali kepada kesejatian diri, dan merasakan kenikmatan yang tak mampu untuk dijelaskan dengan kata-kata (uenak poool, he..he).
Tarian ini kembali muncul beberapa abad setelahnya, yang dilakukan oleh Mawlana Jalaluddin Rumi, seorang sufi yang juga merasakan cinta yang hampir sama kepada gurunya Mawlana Syamsuddin At-tibrizi, atau Syams-i-Tabriz. kemudian tarian ini terus dikembangkan oleh Thariqat Mawlawiyah atau Mevlevi, yang kemudian menjadi seni yang dipetontonkan keseluruh dunia.

Walaupun tarian ini mempunyai makna yang dalam dan esensi spiritual yang tinggi, namun dewasa ini, tarian ini pun sudah kehilangan maknanya, hanya menjadi penghias mata belaka. Tetapi karena sejarah dari tarian ini tidak sembarangan, maka akan selalu indah untuk dilihat. Oleh karena itu kami ingin mencoba menyingkap rahasia dan hakikat yang sebenarnya dari tarian ini.
Dengan berputarnya tubuh yang berlawanan dengan arah jarum jam, para penari merangkul kemanusiaan dengan cinta.Bahwa Tuhan menciptakan dan memberikan Cinta itu menjadi sebuah inti dari semua cinta, yang dapat menghilangkan semua batasan (batasan baik itu agama, budaya, ataupun ras). Di antara semua makhlukNya. Sehingga mereka dapat mencintai semua mahkluk manusia, dan mencintai mahkluk yang lain. Dan itu dapat menjadi sebuah obat untuk menyembuhkan penyakit individualis dan egoism dalam diri manusia.

0 comments:



Posting Komentar