MATA
KULIAH : KOMUNIKASI EFEKTIF
OLEH
:
Kelompok
9 paralel
Astri
Maulidina, 0906531203
Dinny
chairunisa, 0906531273
Hertyn
frianka,0906531456
Nuraini
naufal manhal, 090531701
Tika
sartika, 0906531866
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN
FARMASI
UNIVERSITAS
INDONESIA
DEPOK
2012
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan
kehadirat Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan Tugas mata kuliah Komunikasi Efektif sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Tidak lupa, Rasa terima kasih yang teramat besar
untuk dosen mata kuliah Komunikasi Efektif yang telah memberikan bimbingan dan
semangat bagi kami dalam pengerjaan tugas ini. Selain itu, terima kasih pula
untuk kedua orangtua kami yang senantiasa memberikan do’a untuk kesuksesan
tugas makalah ini. Dan terakhir,
rekan-rekan seperjuangan yang turut membantu dalam membagi ilmu pengetahuan
kepada kami.
Tugas ini diselesaikan dalam rangka
untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi efektif tahun ajaran 2011/2012,
Jurusan Farmasi, Universitas Indonesia.
Tugas makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi khalayak umum
pada umumnya dan mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Indonesia pada khusunya.
Penulis menyadari begitu banyak kekurangan yang terdapat dalam Tugas Makalah
ini, oleh karena itu, penyusun senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun guna memperbaiki tulisan ini.
Akhir kata, semoga Tugas ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Depok,
Maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
judul ............................................................................................................ i
Kata
pengantar.................................................................................................................. 1 ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... 2
Daftar
isi............................................................................................................................ 2
Bab
I
...... Pendahuluan............................................................................................................... 5
Bab
II
...... komunikasi
yang khusus dengan pasien lanjut usia.................................................... 6
...... perbedaan
nilai dan persepsi....................................................................................... 8
...... Komunikasi dengan pasien aphasia............................................................................ 12
...... Komunikasi dengan penderita Aids........................................................................... 16
...... Komunikasi dengan pasien gangguan
mental............................................................ 17
...... Komunikasi dengan para remaja................................................................................ 19
...... Pemberi perhatian....................................................................................................... 21
Bab
III
...... Kesimpulan dan saran................................................................................................ 23
Daftar
pustaka................................................................................................................... 24
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar belakang
Penerapan dalam kemampuan
berkomunikasi pada situasi praktik farmasi tidaklah mudah. Situasi yang tidak
mudah bisa terlihat dimana pasien membutuhkan komunikasi yang khusus. Yang mana
dalam situasi itulah diperlukan kepekaan dan strategi yang khusus agar
komunikasi bisa berjalan dengan efektif.
Dalam bab ini, akan membahas kemampuan berkomunikasi yang baik terhadap
pasien lanjut usia, pasien yang mengalami gangguan pengelihatan dan
pendengaran, pasien yang mengalami sakit parah, pasien yang mengalami penyakit
AIDS, pasien keterbelakangan mental, pasien remaja dan perawat pasien.
I.2
Rumusan masalah
1. Bagaimana membentuk sebuah komunikasi
yang baik bagi terhadap pasien lanjut usia, pasien yang mengalami gangguan
pengelihatan dan pendengaran, pasien yang mengalami sakit parah, pasien yang
mengalami penyakit AIDS, pasien keterbelakangan mental, pasien remaja dan
perawat pasien?
2. Seperti apakah peran seorang apoteker
sebagai salah satu komponen dari tokoh kesehatan dalam membentuk komunikasi
yang baik bagi terhadap pasien lanjut usia, pasien yang mengalami gangguan
pengelihatan dan pendengaran, pasien yang mengalami sakit parah, pasien yang
mengalami penyakit AIDS, pasien keterbelakangan mental, pasien remaja dan
perawat pasien?
I.3
Tujuan penulisan
1.
mengetahui cara membangun komunikasi yang baik antara apoteker terhadap pasien
lanjut usia, pasien yang mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran,
pasien yang mengalami sakit parah, pasien yang mengalami penyakit AIDS, pasien
keterbelakangan mental, pasien remaja dan perawat pasien.
2.
mengetahui peran yang baik seorang apoteker terhadap terhadap pasien lanjut
usia, pasien yang mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran, pasien yang
mengalami sakit parah, pasien yang mengalami penyakit AIDS, pasien
keterbelakangan mental, pasien remaja dan perawat pasien.
I.4
metode penulisan
Dalam menyusun makalah ini, kami memperoleh kajian
materi dari beberapa sumber, yaitu studi literatur dari buku-buku yang
terkait dengan topik. Selain itu, kami juga memanfaatkan sumber-sumber dari
internet yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
I.5 Sistematika penulisan
Kata pengantar
Abstrak
Daftar Isi
I. Pendahuluan
I.1 Latar belakang
I.2 Rumusan masalah
I.3 Tujuan penulisan
I.4 Metode penulisan
I.5 Sistematika penulisan
II. Pembahasan
II.1 komunikasi yang khusus
dengan pasien lanjut usia
II.2 komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan penglihatan
dan pendengaran
II.3 komunikasi dengan
pasien yang mengalami sakit parah
II.4 komunikasi dengan
pasien yang mengalami penyakit AIDS
II.5 komunikasi dengan
pasien yang mengalami ketebelakangan mental
II.6 komunikasi dengan
pasien remaja
II.7 pemberi perhaatian (
perawat pasien )
III. Penutup
III.1.
Kesimpulan
III.2. Saran
BAB II
ISI
II.1 KOMUNIKASI DENGAN PASIEN LANJUT USIA
Beberapa
factor penting kepekaan interaksi seorang apoteker terhadap pasien lanjut usia
adalah jumlah pasien lanjut usia saat ini meningkat dan mereka mengkonsumsi
obat dalam resep atau tidak pada resep dengan jumlah yang tidak proporsional
dibandingkan dengan pasien kelompok usia lainnya, dengan demikian, maka pasien
lanjut usia membutuhkan pelayanan konseling.
Proses penuaan mempengaruhi unsur-unsur tertentu dari cara berkomunikasi
pada beberapa pasien lanjut usia. Masalah-masalah komunikasi potensial yang ada
adalah
2.
1. 1 Belajar
pada
orang tertentu proses penuaan cenderung mempengaruhi proses belajar, tetapi
tidak kemampuan untuk belajar. Beberapa orang lanjut usia proses pembelajaran
jauh lebih lambat dibandingkan dengan orang yang masih muda. Mereka masih memiliki kemampuan untuk
belajar, tetapi tingkat proses penerimaanya berbeda. Demikian dengan tempo
berbicara. Dalam kecepatan berbicara, jumlah informasi yang disampaiakan
tergantung kemampuan dari orang itu sendiri untuk mengerti. Kemudian faktor
memori. Beberapa pasien lanjut usia, memori mereka sudah jangka pendek, dalam
hal menngat kembali, dan jangka perharian yang semakin berkurang. Maka proses
dalam komunikasi dengan mereka lebih lambat dibandingkan dengan pasien yang
umurnya jauh lebih muda. Dengan demikian, upaya dalam menghadapi situasi
seperti ini harus secara bertahap dan mengetahui riwayatnya terlebih dahulu.
Pendekatan yang baik mereka adalah dengan menetapkan tujuan jangka pendek yang
wajar, tujuan pendekatan jangka panjang secara bertahap, dan memecah
pembelajaran kedalam komponen lebih kecil. Selain itu langkah penting lainnya adalah mendorong
umpan balik dari pasien, apakah mereka menerima pesan yang dimaksudkan apoteker
dengan baik, dan meminta pasien untuk mengulang kembali instruksi dan informasi lainnya dengan
melihat respon non verbal mereka.
2.
1. 2 Penglihatan (vision)
Pada
orang yang lanjut usia, dapat mempengaruhi proses pengelihatan. Dari beberapa
individu memerlukan cahaya untuk menstimulasi reseptor pada mata, yang sangat
dibutuhkan untuk membaca informasi yang tertulis pada obat. Dengan cahaya yang
buruk, ketajaman dalam pengelihatan akan berkurang serta kepekaan terhadap
warna akan berturun. Maka dari itu,
untuk pasien yang memiliki masalah pada visual, diperlukan informasi tertulis
dengan huruf cetak besar dan kertas berwarna pastel.
2.
1. 3 pendengaran ( hearing )
Penuaan
juga dapat mempengaruhi proses pendengaran. Gangguan pendengaran yang berkaitan
dengan proses penuaan disebut presbikusis. Kondisi ini menyebabkan seseorang
menarik diri secara sosial dan psikologi. Dalam kasus tertentu, mereka dapat
dapat dianggap sebagai pikun atau pelupa. Banyak pasien lanjut usia
menggambarkan kekurangan pendengarannya seperti dapat mendengar apa yg orang
lain bicarakan, tetapi tanpa bisa mengerti apa yg dikatakan. mereka bisa
mendengar kata-kata tapi tidak dapat menyatukannya secara jelas.
Dalam
hal menanggapi suara frekuensi tinggi pada pasien lanjut usia, dapat
menggunakan nada yang lebih rendah. Ada beberapa dari mereka, yang kepekaan terhadap
suara menurun. Untuk pasien seperiti ini, volume suara harus ditingkatkan untuk
memperjelas komunikasi. Lalu, penting dalam mengurangi tempo laju berbicara
sehingga pasien tersebut dapat mendengarkan informasi dengan baik dan jelas.
Tetapi sepertinya yang disebutkan sebelumnya, penting untuk tidak berteriak
disaat berbicara, karena berteriak mungkin akan dapat menyinggung dari beberapa
pasien lanjut usia. Berbicara dengan volume yang agak lebih tinggi mungkin
diperlukan, tetapi lebih cenderung tempo lebih lambat dalam berbicara dapat
membantu sebagian besar dari mereka.
Tiga
jenis gangguan pendengaran secara fisik (konduktif, sensorineural, dan pusat)
yang mana bisa terjadi diantaranya atau kombinasi dati ketiganya. Pada gangguan
pendengaran yang konduktif adalah ketika terdapat sesuatu yang memblok konduksi
dari sumber suara ke pusat saraf sensorik pada telinga. Pada gangguan
sensorineural, masalah terletak pada pusat sensorik dari telinga bagian dalam.
Sedangkan gangguan pendengaran pusat terjadi ketika saraf pusat yang berada di
dalam otak terpengaruh oleh hal lain. Dalam hal ini, penggunaan alat bantu
dengar sangat membantu dalam menangani masalah pendengaran konduktif, tetapi
kurang efektif pada gangguan sensorineural dan tidak efektif dalam gangguan
pendengaran pusat. Karena alat bantu dengar hanya dapat membuat lebih keras
suatu suara, yang mana tidak terlalu berguna pada pasien yang tidak dapat
membedakan suara sehingga dapat membuat beberapa situasi menjadi lebih buruk. Kekurangan pendengaran pada pasien, bisa juga
dapat disebabkan oleh berbagai faktor selain proses penuaan, yaitu seperti
cacat lahir, luka, dan paparan kronis terhadap suara keras.
Banyak
pasien dengan pendengaran yang kurang, termasuk beberapa orang lanjut usia,
mengandalkan speechreading (menonton
bibir, ekspresi wajah, dan gerak tubuh) untuk memudahkan kemampuan dalam
berkomunikasi mereka. Speechreading
lebih dari sekedar lipreading karena juga melibatkan isyarat visual dari
ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh serta gerakan bibir. penelitian
telah menunjukkan bahwa semua orang mengembangkan beberapa keterampilan speechreading untuk kebutuhan tuna rungu
dalam mengembangkan keterampilan yang lebih jauh lagi. Pengembangan
keterampilan ini selanjutnya terhalang jika pasien mengalami gangguan
penglihatan juga, seperti pada beberapa pasien lanjut usia. Agar speechreading menjadi efektif, Apoteker
harus berada di depan pasien langsung sehingga terlihat jelas apa yang di
utarakan dalam speechreading yang di
peragakan.
Untuk
meningkatkan komunikasi dengan pasien gangguan pendengaran, maka apoteker dapat
mencoba memposisikan diri sekitar tiga sampai enam meter dari jarak pasien;
tidak pernah berbicara langsung ke dalam telinga pasien, mungkin dapat mengubah
arti dari informasi yang disampaikan; Apoteker mulai berbicara setelah pasien
sudah bertatap langsung; dan jika perlu, berikan sentuhan untuk mendapatkan
perhatiannya. jika pasien tidak mengerti informasi apa yang disampaikan,
apoteker tidak harus terus mengulangi pernyataan yang sama, tetapi dalam ulang
kata-kata pendek, kalimat sederhana. Apoteker sebaiknya juga belajar bahasa
isyarat untuk membantu pasien yang mengalami gangguan pendengaran.
II.2 PERBEDAAN NILAI DAN PERSEPSI
Penghalang
potensial lain dalam komunikasi antara apoteker dengan pasien yang lebih tua
dapat disebabkan karena kesenjangan generasi.
Beberapa orang yang lebih tua mungkin melihat
hal-hal dengan cara berbeda dari
orang dalam kelompok usia yang
berbeda, karena biasanya orang itu mematuhi dan menerima nilai-nilai yang
diajarkan ketika usia mereka muda. Dengan demikian, beberapa orang yang
lebih tua mungkin mempunyai kepercayaan dan persepsi yang berbeda tentang
perawatan kesehatan secara umum dan tentang obat serta farmasis secara khusus.
Beberapa perilaku, seperti penimbunan dan berbagi obat, mungkin terlihat tidak
pantas untuk kita, tetapi perilaku tersebut mungkin masuk akal untuk orang yang
lebih tua. Kita harus sadar akan reaksi yang akan kita berikan terhadap
perbedaan nilai dan sistem kepercayaan daripada pasien.
Gambar
: Apoteker sedang melayani Ibu yang sudah tua.
Citra dari seorang apoteker juga penting.
Pasien mengharapkan apoteker yang melayani mereka tampak profesional, rapi dan
bersih. Jika apoteker tidak berpenampilan seperti yang diharapkan, pasien
mungkin akan enggan untuk berinteraksi dengannya. Akhirnya, pandangan
mereka tentang kekuasaan juga dapat mempengaruhi bagaimana
mereka berinteraksi dengan Anda. Beberapa orang tua yang
menghormati kekuasaan dokter dan apoteker akan lebih mudah dalam
menerima perawatan kesehatan. Dengan demikian, mereka dapat terbuka
untuk diberitahu apa yang harus dilakukan. Di sisi lain,
pasien lain mungkin ingin menjadi lebih mandiri dan mungkin merasa
perlu untuk menegaskan diri mereka sendiri. Jadi, mereka mungkin
sedikit lebih menuntut dan mungkin menginginkan informasi
tambahan dan masukan lebih ke dalam keputusan proses
pembuatan obat. Dengan demikian, penting untuk menilai
mana pendekatan yang tampaknya bekerja pada setiap pasien.
Gambar : Pasien lebih percaya
kepada apoteker yang tampak profesional, rapi dan bersih.
II.
2. 1 Faktor Psikososial
Beberapa faktor psikososial
dapat mempengaruhi hubungan Anda dengan orang yang lebih tua. Pertama, beberapa orang
tua mungkin mengalami kehilangan yang cukup banyak
bila dibandingkan orang dalam kelompok usia lainnya. Misalnya, mungkin teman-teman
mereka telah meninggal, mungkin mereka sudah pensiun dari
pekerjaan mereka, atau mungkin mereka melakukan kegiatan tertentu secara
lambat atau bahkan menghentikannya karena proses penuaan. Semua situasi
ini mengakibatkan kehilangan dan duka selanjutnya. Dengan demikian, reaksi
mereka terhadap situasi medis tertentu, seperti mengabaikan
petunjuk atau mengeluh tentang harga obat mereka, mungkin
merupakan respon akan rasa takut terhadap penyakit, bahkan menjadi kurang
aktif, atau kematian. Mereka mungkin menolak situasi atau
menjadi marah pada Anda dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Mereka juga bisa berpaling kepada diagnosis sendiri dan
perawatan sendiri atau penggunaan obat orang lain.
Gambar : Orang tua yang mencoba
memilih obat sendiri.
II.
2. 2 gangguan berbicara sebagai hambatan komunikasi.
Dalam praktik farmasi, Anda mungkin
perlu untuk berinteraksi dengan
individu yang memiliki beberapa jenis gangguan atau kekurangan
kemampuan berbicara. Kekurangan kemampuan berbicara dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cacat lahir,
luka, atau penyakit (Fox, 1971). Kekurangan
kemampuan berbicara umumnya adalah dysarthria,
atau gangguan pada kontrol normal dari mekanisme berbicara. Penyakit, seperti
Parkinson’s, multiple sclerosis, dan bukbar palsy serta stroke dan
kecelakaan, dapat menyebabkan dysarthria. Pada dysarthria,
ucapan mungkin cadel atau sulit untuk dipahami karena
kurangnya kemampuan untuk menghasilkan suara dengan benar, mempertahankan
kontrol napas yang baik, atau mengkoordinasikan gerakan bibir, lidah,
palatum dan laring. Banyak dari pasien dapat dibantu
dengan menggunakan obat tertentu atau
dengan terapi dari ahli patologi bicara terlatih.
Gambar : Pasien dysarthria sedang
melakukan terapi oleh ahli patologi bicara terlatih.
Masalah kemampuan berbicara umum lainnya
disebabkan oleh hilangnya laring sekunder untuk pasien dengan
kanker tenggorokan atau kondisi lain. Orang-orang
ini biasanya dapat belajar berbicara lagi baik dengan
belajar berbicara atau dengan menggunakan perangkat elektronik. Namun,
Anda harus peka terhadap pasien ini, karena
mereka terdengar "berbeda". Banyak orang menyadari
bahwa mereka terdengar berbeda dan bahwa mereka dapat
membuat orang lain merasa tidak nyaman. Dengan demikian, mereka
menghindarkan diri dari berinteraksi dengan orang lain.Untuk
mengatasi hambatan tersebut di atas, banyak pasien menulis
catatan untuk apoteker mereka atau menggunakan bahasa isyarat
sebagai alat berkomunikasi. Beberapa apoteker telah merespon kebutuhan
ini dengan cara menyiapkan writing
pads untuk pasien dan bahkan mereka belajar bagaimana
untuk bernyanyi bersama dengan pasien.
a.
b.
Gambar
: a. writing pads
untuk pasien. b. pasien diajak berbicara dengan bahasa isyarat dan
menggunakan writing pad elektronik
II.
3 KOMUNIKASI DENGAN PASIEN APHASIA
Salah satu contoh pasien dengan kesulitan berbicara adalah
pasien stroke yang menderita aphasia. Aphasia adalah masalah yang kompleks,
yang dapat mengakibatkan penurunan kemampuan untuk memahami apa yang dikatakan
orang lain dan mengekspresikan diri sendiri dengan tingkat variasi yang
berbeda. Beberapa pasien mungkin tidak bisa mengucapkan kata sedangkan yang
lain mungkin hanya memiliki kesulitan ringan dalam mengingat dan mengucapkan
kembali nama atau kata-kata. Tipe pasien yang lain mungkin memiliki masalah
menempatkan kata-kata dengan urutan yang benar dalam sebuah kalimat. Ucapan
pasien mungkin terbatas pada frase singkat atau kata-kata tunggal; atau
kata-kata kecil tidak disebutkan sehingga kalimat berbunyi seperti
telegram.Kemampuan untuk memahami arahan secara lisan, untuk membaca, untuk
menulis, dan hal-hal yang terkait angka juga bisa terganggu.Untungnya, pada
beberapa pasien kemampuan komunikasi dapat membaik setelah terapi
ekstensif.Namun, perbaikan sering terlihat sedikit demi sedikit.
Pasien aphasia biasanya memiliki ketajaman pendengaran yang
normal; berteriak pada mereka bukanlah tindakan yang tepat.Masalah mereka
adalah pada pemahaman, mereka tidak tuli, keras kepala, atau lalai.Bila Anda
menyadari bahwa terjadi gangguan pada tingkat bahasa, hindari percakapan yang
kompleks.Anda harus bersabar dengan tipe orang seperti ini ketika berdiskusi
mengenai obat mereka. Seringkali mereka akan merasa frustrasi dengan kondisi
mereka karena mereka tahu apa yang ingin mereka katakan tetapi tidak dapat mengatakannya.
Selain itu diperlukan waktu yang lebih lama untuk berkomunikasi dengan mereka,
karena mereka mungkin dapat mendengar kata tetapi tidak segera mengerti makna
dari kalimat yang kita ucapkan tersebut.Kesabaran juga dibutuhkan, karena Anda
mungkin ingin mengisi kata atau frase yang pasien tidak sebutkan atau mereka
tinggalkan.Hal yang terbaik adalah membiarkan pasien mencoba. Jika pasien tidak
berhasil setelah beberapa kali mencoba, bantu mereka dengan menyediakan
beberapa kata dalam bentuk pilihan ganda dan biarkan mereka memilih kata yang
mereka maksud dan inginkan. Pasien dengan aphasia sering merasa terisolasi dan
menarik diri dari interaksi sosial. Jadi, mereka harus didorong untuk
berinteraksi dengan orang lainterutama dalam percakapan meskipun hanya untuk
mendengarkan.
Pasien aphasia memiliki kesulitan membaca.Faktor kesulitan
tersebut bukan pada ketajaman visual melainkan memahami bahasa tulisan.
Beberapa pasien memiliki disleksia parah dan tidak bisa membaca sama sekali;
beberapa yang lain dapat membaca kata-kata tunggal dengan pemahaman tetapi
tidak dapat membaca kalimat. Pasien dengan disleksia mungkin tidak dapat
menulis catatan kepada Anda.Disleksia bukan cacat fisik melainkan
ketidakmampuan untuk mengulangi atau mengingat dan menuliskan simbol penulisan
konvensional.
Banyak pasien aphasia mempertahankan respon otomatis tertentu
dan mungkin dapat mereka keluarkan untuk dapat berkomunikasi dengan baik.Mereka
dapat menghitung sampai 10 tapi mungkin tidak dapat menghitung hanya 4 item
yang berada di awal.Mereka dapat menyebutkan nama-nama hari dalam seminggu,
tetapi mereka tidak dapat memberitahu Anda bahwa Selasa merupakan hari sebelum
Kamis.Mereka dapat berkomunikasi secara efektif hanya dalam situasi
berulang.Biasanya keterampilan berbicara secara otomatis ini masih dalam batas
yang dapat diterima secara sosial, tetapi terkadang pasien mengucapkan kata
yang tidak tepat yang dapat membuat tabu baik untuk pendengar
maupunpasien.Pasien tidak memperlihatkan raut marah atau tidak senang saat
mereka mengutuk, melainkan menggunakan suara otomatis dan respon ini tidak
dapat dihambat. Sebagai seorang apoteker, Anda akan memiliki kesulitan dalam
melakukan konseling dengan pasien aphasia, tetapi seperti yang telah
didiskusikan di atas, Anda setidaknya harus membuat pasien aphasia untuk terus
berusaha, karena mereka dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut.
Meskipun mendapatkan umpan balik dari pasien aphasia mungkin sulit, terlepas
dapat atau tidaknya mereka menerima pesan yang Anda inginkan, seharusnya hal
tersebut tidak mencegah Anda untuk terus berusaha berkomunikasi dengan mereka.
Seringkali yang terbaik adalah memberikan konseling kepada orang yang merawat
pasien aphasia, tetapi tidak menutup kemungkinan kita mencoba untuk melatih
mereka untuk berusaha dan belajar dari pengalaman ini.
II.
3. 1 Terminally Ill Patients
Kebanyakan individu, termasuk apoteker, merasa agak sulit untuk berinteraksi
dengan pasien yang sakit parah. Orang biasanya merasa tidak nyaman membicarakan
tentang kematian dan tidak yakin mengenai apa yang harus dikatakan, mereka
tidak ingin mengatakan hal yang “salah” atau membuat pasien bersedih. Namun
kebanyakan pasien yang sakit parah memerlukan dukungan dari anggota keluarga,
teman, dan apoteker.
Peran farmasis menjadi semakin
penting dalam perawatan pasien yang sakit parah karena sifat kompleks dari
terapi kanker dan peningkatan keterlibatan farmasis pada tim onkologi di rumah
sakit dan lembaga lainnya. Dengan faktor yang sama, komunitas lain-apoteker
berbasis terlibat karena pengobatan kanker tanpa bergantung pada sebuah
institusi rumah sakit dan evolusi
perawatan kesehatan di rumah sebagai pilihan populer untuk banyak pasien. Hal
lain yang lebih penting, farmasis mungkin satu-satunya tenaga kesehatan
profesional dalam komunitas mereka yang mudah diajak berkomunikasi oleh pasien
dan keluarga. Dengan demikian, Anda harus siap, baik secara profesional dan
emosional, untuk berinteraksi dengan pasien tersebut.
Beberapa komunikasi yang strategis
telah ditawarkan oleh para profesional yang telah bekerja dan berinteraksi
dengan penyakit dengan tingkatan yang parah. Banyak dari pendekatan ini terlalu
rumit untuk dibahas secara rinci disini tetapi tercantum lengkap dalam bacaan
yang dianjurkan diakhir bab ini (Beardsley, et al., 1977; Feifel, 1977;
Kubler-Ross, 1969). Hal strategis lain yang paling dibutuhkan adalah
"menemui pasien di mana mereka berada" terkait dengan pemahaman mereka tentang
kondisi dan tahap penyesuaian yang mereka jalani. Misalnya, seorang pasien
dapat menyangkal keberadaan penyakitnya, atau dia mungkin marah atau tertekan
dengan situasinya.Anda harus melakukan pendekatan terhadap kedua situasi ini
secara berbeda. Kuncinya adalah bertanya open-endedquestions,
seperti "Apa kabar hari ini?" Atau "Bagaimana kabarmu?"
Untuk menentukan kesediaan pasien dalam mendiskusikan situasi dengan Anda.Anda
tidak harus mengasumsikan bahwa pasien tidak ingin membicarakannya. Bahkan jika
pasien tidak merespon pada awalnya, mereka setidaknya sadar bahwa Anda bersedia
untuk berbicara dan mungkin mereka berkenan membuka pembicaraan di lain waktu.
Sebelum berinteraksi dengan pasien
yang sakit parah, Anda harus memikirkan perasaan Anda sendiri apabila
berdiskusi tentang kematian dan berinteraksi dengan pasien yang sakit
parah.Apakah Anda termasuk tipe orangyang menghindari percakapan dengan pasien
ini?Apakah mereka mengingatkan Anda pada teman atau anggota keluarga yang
sedang berjuang menghadapi sebuah penyakit yang parah?Menyadari perasaan Anda
akan membantu Anda membantu pasien tersebut. Anda harus menyadari kasus mana
yang harus dirujuk kepada orang lain untuk mendapatkan bantuan dan mana yang
Anda dapat tangani sendiri. Banyak farmasis menyatakan bahwa dengan bersikap
jujur tentang perasaan mereka meningkatkan interaksi mereka dengan pasien yang
sakit parah. Hanya dengan mengatakan "Saya tidak tahu harus berkata apa
sekarang, tapi apa yang akan kamu lakukan?" Atau "Saya merasa begitu
tak dapat membantu banyak. Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?"
tampaknya bisa mengisyaratkan kekhawatiran Anda kepada pasien dan memberikan
kesempatan bagi mereka untuk berbagi tentang kekhawatiran mereka juga.Seperti
pada beberapa tipe interaksi pasien, tingkat keterlibatan tergantung pada
hubungan Anda dengan pasien. Anda akan lebih terbuka dengan beberapa pasien
dibandingkan dengan pasien lain. Hal ini juga penting baik secara implisit
maupun eksplisit untuk menetapkan batasanapa yang dapat Anda lakukan untuk
pasien. Anda harus memberitahukan tentang kekhawatiran Anda tanpa meningkatkan
ekspektasi atau harapan pasien.
Banyak
pasien yang sakit parah menyadari bahwa mereka membuat orang lain merasa tidak
nyaman sehingga mereka cenderung menghindari interaksi. Namun, jika Anda dapat
mengekspresikan ketidaknyamanan atau rasa frustasi Anda tentang ketidaktahuan
bagaimana untuk membantu mereka dengan cara mengungkapkan keprihatinan Anda
terhadap mereka, pasien biasanya akan merasa lebih nyaman dan lebih bersedia
untuk mengungkapkan perasaan mereka sendiri.
Anda juga bisa melakukan kontak
dengan anggota keluarga yang tentunya memerlukan informasi.Penelitian telah
menunjukkan bahwa anggota keluarga yang mengetahui kondisi salah satu
saudaranya menderita sakit yag parah atau sekarat memerlukan dukungan dan
terkadang terapi obat (Kubler-Ross, 1969). Seperti halnya dengan pasien yang
sakit parah, Anda mungkin diminta untuk menjadi pendengar yang baik untuk
memberikan dukungan kepada anggota keluarga.
Singkatnya, sebagai farmasis, komunikasi dengan pasien yang
sakit parah dan keluarga mereka sangatlah penting.Anda tidak boleh menghindar
untuk berbicara dengan mereka kecuali Anda merasa bahwa mereka tidak ingin
berbicara tentang penyakit mereka.Tidak berinteraksi dengan mereka hanya
mengisyaratkan bahwa kita memberikan kontribusi lebih lanjut untuk melakukan
isolasi terhadap mereka dan mungkin membicarakan tentang kematian merupakan
sesuatu yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
II. 4 KOMUNIKASI DENGAN PENDERITA AIDS
Dengan meningkatnya prevalensi AIDS serta penyakit AIDS memiliki
karakteristik yang unik, sebagai apoteker harus siap membantu pasien yang
mengidap AIDS. Pasien yang terkena AIDS akan berhadapan dengan penyakit yang
berpotensi mengancam nyawa mereka, selain itu mereka juga sering mendapatkan stigma
sosial yang buruk karena penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Oleh
karena itu , kita tidak memperlakukan mereka sebagai "diskriminasi"
dari pasien yang lain. tetapi biasanya, mereka memiliki kebutuhan yang unik
yang harus ditangani dengan baik. Masalah yang dibahas di atas, merupakan
penyakit yang serius karena penyakit AIDS merupakan salah satu jenis penyakit
yang parah sehingga pasien AIDS memiliki kebutuhan yang sama seperti pasien
yang sakit parah lainnya. Dengan demikian, Apoteker harus menggunakan beberapa
strategi yang diuraikan di atas, seperti menggunakan pertanyaan yang
berinteraksi untuk penerimaan pasien.
Pasien yang mengidap AIDS memiliki kebutuhan khusus yang
harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, banyak pasien yang tidak memiliki
dukungan yang memadai karena adanya stigma yang buruk , baik dari keluarga
maupun teman. Apoteker diminta untuk menjadi bagian dari sistem pendukung
pasien dan pasien membutuhkan dukungan dari sumber dukungan yang tepat.
Apoteker harus dapat membantu dalam memecahkan masalah dengan memberi dukungan
kepada pasien meskipun orang lain kurang memberi dukungan kepada pasien AIDS.
Banyak pasien memiliki masalah mengenai identitas diri mereka dikarenakan
semakin memburuknya progress penyakit yang di derita tersebut. Dalam banyak
kasus, penyakit AIDS memiliki fisik (berat badan yang kurang seperti kekurangan
energi), tetapi juga psikologis dan sosiologis (menjadi lebih tergantung pada
orang lain, takut mati, takut rasa sakit). Mereka menghadapi banyak masalah dan
mungkin perlu bantuan dan dukungan untuk mengatasi hal tersebut.
Pasien terkadang juga mendapatkan persepsi informasi yang
salah dan tidak akurat tentang panyakit AIDS. Banyak orang di sekitar mereka
tidak memahami berbagai aspek penyakit atau pengobatannya. Semoga, apoteker tidak
termasuk dalam kelompok yang salah memberikan informasi. Kita harus memiliki
pengetahuan mengenai penyakit dan harus
sering membaca literatur terbaru mengenai penyakit tersebut, karena kita tahu bahwa
sebagian besar pasien AIDS harus di monitoring terus dan di teliti dengan baik.
Dalam bekerja dengan pasien AIDS, apoteker harus
mengevaluasi sikap mereka terhadap penyakit ini. Mereka terkadang memiliki
persepsi tentang pasien AIDS sebagai suatu kelompok daripada pasien individu
yang membutuhkan bantuan. Apoteker harus mengetahui prasangka yang mungkin terjadi
dapat mencegah mereka berinteraksi dengan pasien. Pada saat yang sama apoteker
harus menentukan peran apoteker dalam membantu pasien. Banyak apoteker yang
merasa nyaman jika apoteker menjadi anggota keluarga dekat pasien yang dapat
mendukung pasien dan mengambil peran aktif dalam menjamin untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Kuncinya adalah untuk mengidentifikasi keperluan pasien dan
layanan terbaik yang diberikan kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan mereka.
II. 5 KOMUNIKASI DENGAN PASIEN YANG MEMILIKI MASALAH KESEHATAN MENTAL.
Banyak apoteker mengakui bahwa mereka memiliki kesulitan
berkomunikasi dengan kelompok lain yang unik dari pasien yaitu pasien yang
memiliki gangguan kesehatan mental. Dengan cara yang sama, banyak pasien
gangguan kesehatan mental mungkin enggan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa apoteker merasa bahwa mereka tidak tahu harus
berkata apa untuk pasien tersebut. Mereka takut mengatakan hal yang salah atau
mengatakan sesuatu yang mungkin menyebabkan ledakan emosi oleh pasien di
apotek. Beberapa apoteker juga tidak yakin berapa banyak informasi yang mereka
harus sediakan untuk pasien tersebut tentang kondisi mereka dan pengobatan.
Terkadang tidak jelas pasien sudah mengerti atau tidak tentang kondisi mereka
dan apoteker juga tidak mengetahui pasti bahwa dokter mereka telah memberitahu
mereka atau tidak. Pertanyaan terbuka merupakan cara yang baik untuk digunakan
yang dapat menentukan tingkat pemahaman pasien sebelum apoteker meberikan
informasi tentang obat. Seperti Contoh, "apa yang dokter katakan tentang
obat ini?" Atau "obat ini dapat digunakan untuk banyak hal. Apa yang
dokter anda sudah katakan?" meminta pertanyaan terbuka? Juga membantu Anda
menentukan fungsi kognitif pasien, yaitu, mereka dapat memahami apa yang Anda
katakan dan bisakah mereka
mengartikulasikan kepahaman mereka kepada Anda? jika mereka tidak bisa,
Apoteker mungkin harus berkomunikasi melalui perawat/keluarga pasien atau
beberapa orang lain. Beberapa apoteker juga mungkin enggan untuk
mendistribusikan informasi tertulis untuk pasien yang menerima obat
psikotropika karena takut bahwa pasien mungkin salah menafsirkan informasi. Selain
itu, apoteker takut pasien salah menafsirkan informasi yang terkait mengenai
obat psikotropika, seperti imipramine untuk mengompol dan diazepam untuk kejang
otot, digunakan untuk gangguan kesehatan nonmental. Dengan demikian, informasi
tertulis tidak mungkin relevan dengan kondisi pasien dan informasi tertulis
tidak mungkin juga dijadikan sebagai pengingat pasien. Hal yang penting adalah
bahwa semua bahan obat harus hati-hati diperiksa sebelum didistribusikan dan
Apoteker harus membuat upaya dengan memperkuat informasi verbal untuk
memastikan pemahaman yang lebih baik oleh pasien.
Apoteker berinteraksi dengan pasien gangguan mental harus dapat
mengatasi masalah etis yang lebih mendasar: haruskah pasien dengan gangguan
mental diperbolehkan mendapatkan informasi dengan tingkat yang sama mengenai
terapi obat mereka dan jenis informasi yang sama sebagai pasien dengan gangguan
nonpsychiatric? Apakah penyakit gangguan mental versus penyakit fisik
menghalangi pasien untuk mengetahui lebih banyak tentang dampak (baik positif
maupun negatif) obat pasien? Apakah apoteker menyimpan informasi tertentu yang
akan diberikan kepada pasien nonpsychiatric? Jelas, setiap situasi harus
dievaluasi secara individual dan harus sering melakukan konsultasi dengan
dokter pasien. Namun, intinya bagaimana Anda dapat menangani pertanyaan pasien yang
akan mempengaruhi komunikasi dengan pasien gangguan kesehatan mental. Banyak
apoteker telah mengembangkan cara bijaksana menangani pasien, selain itu tidak
menunjukkan hal-hal yang dapat mengganggu pengobatan. Dalam beberapa situasi,
hubungan saling percaya dapat berkembang antara pasien, dokter, dan apoteker.
Dalam kasus ini, apoteker dapat benar-benar terbuka dengan pasien dan bahkan
menjadi bagian dari tim manajemen kasus mereka.
Sayangnya, stereotip tertentu mengenai penyakit gangguan
mental dan pasien cenderung menghambat komunikasi. Masyarakat pada umumnya,
serta apoteker, memiliki stigma tertentu dan kesalahpahaman tentang penyakit
mental. Kita cenderung untuk mengkategorikan orang berdasarkan dari media saja atau
dari persepsi masa lalu kita tentang bagaimana tindakan orang "gila".
Keengganan kami juga diperkuat oleh fakta bahwa beberapa pasien sering
melakukan tindakan "berbeda". Mereka mungkin memiliki tubuh yang kaku
dan gerakan wajah (mungkin karena pengaruh obat mereka) ada juga yang perokok kronis
dan memiliki kebiasaan yang kurang higienis atau jorok. Mereka mungkin
mengatakan apa yang kita pikirkan adalah pernyataan aneh. Mereka mungkin tidak
melakukan kontak mata yang baik, yang dapat membuat kita semakin tidak nyaman.
Pasien mungkin enggan untuk berinteraksi dengan apoteker
karena berbagai alasan. Pertama, mereka memiliki konsep diri yang buruk dan
mungkin meraka merasa tidak aman jika berinteraksi dengan orang lain. Mereka
juga mungkin menyadari bahwa mereka memiliki kondisi yang membuat orang lain
tidak nyaman. Jadi, stigma masyarakat tentang penyakit gangguan mental membuat
mereka menghindari interaksi sosial. Dalam beberapa kasus, pasien menjadi
paranoid jika berhubungan dengan orang lain, terutama dengan tenaga perawatan
kesehatan profesional. Dengan demikian, upaya Anda untuk berkomunikasi dengan
pasien ini dapat mengakibatkan resistensi awal pasien. Pasien biasanya
membutuhkan beberapa kontak untuk membangun hubungan saling percaya. Namun,
Anda harus menyadari bahwa interaksi Anda selalu "berbeda",
dibandingkan dengan hubungan Anda dengan pasien lain. Tetapi, perbedaan ini
harus ditangani dengan cara yang sama bahwa Anda berurusan dengan individu yang
unik lain yang dibahas dalam bagian sebelumnya. Perbedaan seharusnya tidak
menghentikan Anda untuk mencoba berinteraksi dengan pasien khusus. Namun,
masalah komunikasi yang potensial mungkin mengharuskan Anda untuk menjadi
apoteker yang inovatif dalam mengembangkan strategi untuk mengatasinya.
II.6 KOMUNIKASI DENGAN PARA REMAJA
Remaja adalah suatu kelompok yang
memiliki keunikkan yang dimiliki setiap individu dalam suatu jenis lingkungan.
Mereka akan menemukan banyak hal baru dalam kehidupan mereka sendiri (perubahan
fisik, rasa kebebasan, dan perubahan identitas dalam diri mereka). Karena
mereka juga akan menemukan hal baru mengenai kesehatan pada diri mereka
(timbulnya jerawat, masalah menstruasi, dan aktivitas seksual), hal ini sangat
penting untuk disadari oleh para apoteker dalam memberikan penjelasan mengenai
info kesehatan yang mereka butuhkan. Sayangnya, banyak apoteker mengaku bahwa
hal ini adalah hal yang sulit, terutama untuk berinteraksi dengan anak usia
remaja. Untuk mengembangkan komunikasi dengan para remaja, Dolinsky dan Werner
(1987) memberikan beberapa pendapat tentang hal ini, yaitu :
1. Para
remaja mungkin belum memahami tentang diri mereka sendiri, mereka percaya bahwa
mereka adalah pusat perhatian dari orang-orang disekitarnya.
2. Pemahaman
yang tajam tentang kelompok ini adalah sebuah aturan yang penting dalam proses
pengambilan suatu keputusan.
3. Mereka
biasanya mudah tersinggung dengan ucapan atau
tindakan orang lain yang tidak sesuai dengan kehendaknya (membutuhkan
kebebasan yang lebih dari yang lain) dan tidak membutuhkan atau meminta bantuan
dari orang lain (tidak akan mengakui bahwa mereka tidak mengerti mengenai suatu
hal). Bagaimanapun, timbulnya strees, seperti penyakit, mungkin dapat
menyebabkan mereka untuk kembali pada kebiasaan yang lebih tidak mandiri).
4. Remaja
tidak akan menunjukkan reaksi mereka untuk gejala dari kepedihan maupun
penyakit yang timbul. Mereka biasanya tidak memperdulikan tanda-tanda penting
dari munculnya suatu penyakit.
5. Banyak
dari mereka yang memiliki persepsi bahwa “tidak seorang pun yang memahami
diriku” yang mana termasuk apoteker di dalamnya.
Strategi
dalam mengembangkan komunikasi termasuk : 1)Menggunakan empati (memberikan
persepsi bahwa kita adalah seorang pendengar yang baik, dapat memahami dengan
baik, dan dapat membantu dalam menyelesainkan masalah),2)mengomunikasikan bahwa
kita menerima mereka seperti apa adanya diri mereka,3)Menggunakan pertanyaan
yang baik agar mereka dapat menggambarkan apa yang sebenarnya mereka rasakan,4)
menggunakan bahan penulisan yang inovatif untuk memberitahukan pesan mengenai
kesehatan secara relevan dan ekspresi yang menarik. Pada beberapa tahun
belakangan ini, kecerdasan, merupakan penyebab berkembangnya penyalahgunaan
obat terlarang, kebiasaan merokok, penyakit seksual yang dapat menular, serta
bunuh diri.
Sebagai
kesimpulan, apoteker dapat mengembangkan komunikasi dengan para remaja dengan
mencoba kemampuan umum tentang keahlian berkomunikasi dengan cara berdiskusi (
dengan menggunakan empati, pertanyaan yang baik, dan mendengarkan). Kepada
individu yang bersangkutan. Apoteker membutuhkan sebuah perhatian tentang
interaksi pada mereka; apoteker tidak harus bertingkah seolah mereka juga
remaja atau menggunakan bahasa remaja agar dapat berinteraksi dengan mereka.
Mereka akan memberitahukan tentang memahami dan penerimaan selama apoteket meberikan
informasi.
II. 7 PEMBERI PERHATIAN
Komunikasi khusus yang umumnya
menjadi masalah adalah ketika apoteker harus berinteraksi yaitu memberikan perhatian kepada keluarga pasien
dibandingkan dengan diri pasien itu sendiri. Memberikan perhatian kepada individu
yang menjaga orang tua yang memiliki penyakit kronis atau orang tua yang
menjaga anaknya selama si anak terkena sakit akut. Mereka adalah anggota
keluarga, teman, atau asisten dari pasien. Pada umumnya, jumlah dari pemberi
perhatian mungkin akan meningkat suatu saat nanti, karena usaha yang terus
ditingkatkan untuk memberikan perhatian dari keluarga pasien di rumah sakit
atau perawatan di rumah. Untuk menjadi pemberi perhatian yang baik dibutuhkan
strategi yang baik, karena kita tidak bisa berkomunikasi secara langsung dengan
pasien dan tidak bisa mengetahui dengan pasti apakah pasien mampu memahami
pesan kita. Hal ini akan menjadi sama sulitnya untuk menaksir izin dalam
penanganan pasien dan untuk menawarkan bantuan serta ketidakmampuan pasien dalam
menghormati perawatan pengobatannya.
Ketika menjadi pemberi perhatian,
tentu seharusnya kita memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama,
pemberi perhatian harus mampu memahami kondisi dan pengobatan si pasien.
Pemberi perhatian harus juga memahami bagaimana mengawasi respon terapeutik si
pasien untuk pengobatan yang spesifik, bagaimana mengawasi efek berlawanan yang
ditimbulkan oleh obat selama pengobatan, dan bagaimana melaporkan kejadian yang
mencurigakan. Apoteker seharusnya memberikan instruksi tentang pentingnya
nutrisi yang baik dan cairan yang dibutuhkan untuk semua pasien. Apoteker
seharusnya mengingatkan bagaimana mengisi ulang status pengobatan dan kapan
dokter harus dihubungi. Apoteker juga seharusnya memeritahukan kepada anda jika
mereka mempunyai pertanyaan atau mungkin pertanyaan yang lebih spesifik
mengenai pengobatan mereka.
Menuliskan informasi tentang
pengobatan adalah hal yang sangat penting, karena berisi pesan yang seharusnya
disampaikan kepada pasien. Menelpon pasien kembali juga merupakan hal yang
penting karena hal ini dapat membuat informasi yang disampaikan ke pasien
menjadi lebih jelas atau untuk meyakinkan mengenai informasi mengenai
pengobatan kepada pasien. Banyak apoteker yang menggunakan sistem pengingat
pengobatan ( misalnya dengan menggunakan kalender obat, yang berisi tentang
pengobatan mingguan pasien) untuk membantu menjaga konsistensi dalam memberikan
perhatian bagi pasien yang sedang dalam proses pengobatan.
Sebagai tambahan, apoteker
seharusnya mengembangkan rasa sensitivitasnya untuk memberikan perhatian dan
seharusnya secara lebih dekat dengan memahami sudut pandang mereka sebagai
seorang yang mengantarkan pasien selama pengobatan. Pada banyak kesempatan,
pemberi perhatian adalah seseorang yang mereka butuhkan. Mereka mungkin sering
mengalami stress selama mencoba memberikan perhatian bagi pasien selama di
rumah. Mereka mungkin memilik banyak jenis profesi dan kegiatan di luar rumah
dan mungkin secara finansial tidak terlalu baik. Depresi yang serius telah ditemukan
pada ¼ pada individu yang menjaga pasien. Pada situasi yang sama, pemberi
perhatian mungkin kepada pasien dengan masalah pengobatan yang mereka miliki.
Hal ini sangat menarik untuk dicatat bahwa salah satu cepatnya pertumbuhan
bagian dari populasi kita adalah sekelompok orang diatas usia 65 tahun memiliki
orang tua yang berusia 80-90an (Elderhealth, 1986). Dengan demikian, dua
generasi dari pasien dengan masalah kesehatan mungkin hidup dalam satu rumah.
Kita seharusnya memberikan reson berupa empati untuk memberikan perhatian dan
mencoba memahami masalah personal yang dihadapi oleh pasien. Sebagai contoh
awal, seorang apoteker biasanya lebih memiliki kemampuan dalam menaksir tentang
pehatian kesehatan secara profesional dalam suatu komunitas dan mungkin hanya
konsisten sebagai pemberi perhatian dalam suatu komunitas kesehatan. Kita
seharusnya lebih memperdulikan pesan nonverbal sebagai seorang pemberi
perhatian dan kita juga jangan takut untuk bertanya, “ apa yang sedang kamu
pikirkan?” kepada keluarga pasien.
Kita seharusnya juga lebih peduli
pada pendukung kelompok yang berbeda pada komunitas yang ada bahwa mereka juga
adalah pemberi perhatian, seperti lingkungan tempat menginap si pasien.
BAB
III
Kesimpulan
dan saran
III.1 KESIMPULAN
Apoteker akan selalu mendapatkan
tantangan dengan suatu situasi yang membutuhkan perhatian yang khusus. Walaupun
kelompok pada bagian ini tidak mampu membahas mengenai seluk beluk pasien
secara keseluruhan, tetapi telah memberikan sedikit bayangan tentang kelompok
pasien yang umumnya sering ditemukan oleh apoteker. Apoteker membutuhkan
kesadaran yang baik kepada pasien yang membutuhkan komunikasi khusus dan
mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi halangan dalam proses
komunikasi.
III.2 SARAN
Sebagai
apoteker hendaknya kita terus mengembangkan potensi dalam berkomunikaso dengan
pasien, khususnya pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien lanjut usia,
pasien yang mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran, pasien yang
mengalami sakit parah, pasien yang mengalami penyakit AIDS, pasien
keterbelakangan mental, pasien remaja dan perawat pasien agar kita mampu
menunjukkan kompetensi kita dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Beardsley
RS, Johnson CA, Benson SB : Pharmacists’ interaction with the terminally ill
patient, J. Am Pharm Assoc, NS17:750-752,
1997.
2. Dolinsky
D, Werner K : How to counsel the adolescent patient. Drug Topics, May 4, 1987 :
69-75.
3. Elderhealth
: Consumer drug education program. MD Pharm., 62:4, 1986.
4. Feifel
H : New Meanings of Death. New York :
McGraw-Hill,1977.
5. Fox
MJ : Talking with patients who can’t answer. Am. J. Nursing, 71:1146-1148,1971.
6. Kubler-Ross
E : On Death and Dying. New York :
Macmillan, 1969.
0 comments:
Posting Komentar