ajuan proposal


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Setiap tahun kasus DBD di Indonesia kian meningkat, bahkan makin merajalela dengan adanya pemanasan global. Pusat Informasi Departemen Kesehatan mencatat, jumlah kasus DBD di Indonesia selama tahun 2009 mencapai 77.489 kasus dengan 585 korban meninggal (Depkes RI, 2009).
WHO memperkirakan pada setiap tahun terdapat 50-100 juta penduduk dunia yang terinfeksi virus dengue, di mana 500 ribu di antaranya memerlukan perawatan intensif. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyebaran DBD sangat luas, hampir di seluruh daerah tropis di seluruh dunia. Angka kesakitan penyakit DBD cukup tinggi, terutama di DKI Jakarta, di mana pada tahun 2008 menempati urutan pertama sebagai kota dengan jumlah kasus DBD terbanyak, yakni mencapai 21% dari jumlah nasional (Depkes RI, 2009).
Nyamuk Aedes spp aktif pada pagi hingga siang hari saat menghisap darah penderita demam berdarah. Aedes spp merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawa virus dengue dalam darahnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus dengue akan berkembang biak dalam tubuh orang itu selama 4-7 hari sehingga dapat sebagai sumber penularan. Dalam waktu satu minggu setelah digigit nyamuk tersebut, orang tersebut akan dapat menderita DBD. Dengan demikian pengendalian DBD tergantung pada pengendalian nyamuk Aedes spp.
Cara yang tepat dalam pemberantasan DBD adalah dengan mengendalikan vektor nyamuk sebagai penular. Pengendalian vektor nyamuk Aedes spp dapat dengan menggunakan insektisida atau tanpa insektisida. Penggunaan insektisida yang berlebihan dan berulang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan serta keracunan pada manusia dan hewan. Untuk mengurangi efek samping dari bahan kimia, maka perlu dikembangkan obat penolak nyamuk dari bahan alam yang lebih aman, serta tersedia dalam jumlah besar. Diharapkan insektisida alami ini akan lebih mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia dan hewan karena residunya mudah hilang. Salah satu contoh tanamannya adalah durian (Durio zibethinus Murr) (Kardinan, 2004).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kulit durian mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, unsur selulosa, lignin, dan pati. Kandungan minyak atsiri dalam durian menghasilkan bau yang sangat menyengat dan tidak disukai nyamuk sebab bisa mempengaruhi syaraf nyamuk yang akan menyebabkan nyamuk mengalami kelabilan dan akhirnya mati.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ekstrak kulit durian memiliki kemampuan sebagai anti nyamuk terhadap nyamuk Aedes spp, sehingga pada akhirnya akan diperoleh produk untuk mengendalikan penyebaran DBD.

1.2 Perumusan Masalah
      Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan penelitian kami adalah bagaimana pengaruh ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian nyamuk Aedes spp.


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
         Untuk mengetahui efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) terhadap nyamuk Aedes spp.

1.3.2 Tujuan Khusus
a.      Untuk mengetahui kematian nyamuk Aedes spp setelah diberi perlakuan disemprot dengan aquades tanpa campuran ekstrak kulit durian pada konsentrasi 0% sebagai kontrol, diamati selama 30 menit, interval waktu setiap 5 menit.
b.      Untuk mengetahui kematian nyamuk Aedes spp setelah diberi perlakuan disemprot dengan ekstrak kulit durian pada konsentrasi 25% diamati 30 menit, interval waktu setiap 5 menit.
c.      Untuk mengetahui kematian nyamuk Aedes spp setelah diberi perlakuan disemprot dengan ekstrak kulit durian pada konsentrasi 50% diamati selama 30 menit, interval waktu setiap 5 menit.
d.      Untuk mengetahui kematian nyamuk Aedes spp setelah diberi perlakuan disemprot dengan ekstrak kulit durian pada konsentrasi 75% diamati selama 30 menit, interval waktu setiap 5 menit.
e.      Untuk mengetahui perbedaan tingkat kematian nyamuk Aedes spp dengan berbagai perlakuan konsentrasi ekstrak kulit durian.
f.       Untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif mematikan nyamuk Aedes spp dari ekstrak kulit durian.

1.4 Manfaat Penelitian
a.   Sebagai bahan masukan kepada masyarakat dalam memanfaatkan insektisida nabati yang aman dan mudah diperoleh dalam upaya mengendalikan nyamuk Aedes spp.
b.   Wawasan dan pengetahuan, khususnya untuk mahasiswa farmasi mengenai insektisida nabati yang berasal dari kulit durian.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Nyamuk Aedes spp
Aedes spp merupakan spesies nyamuk yang terdiri dari Aedes aegypti dan Aedes albopiktus yang hidup di daerah tropis dan merupakan vektor utama penyakitdemam berdarah yang hidup aktif di siang hari dan lebih senang mengisap darahmanusia, biasanya ketahanan hidup Spesies ini tergantung pada ketinggianpermukaan laut dan tidak di temukan di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 mdiatas permukaan laut (Djunaedy, 2006).
Tempat perindukan Aedes spp adalah di dalam rumah dan diluar rumah,nyamuk Aedes aegypti biasa aktif di dalam rumah biasanya hinggap di baju–baju yang bergantungan dan berada di tempat yang gelap seperti di bawah tempat tidur,dan mempunyai ciri pada tubuhnya tampak bercak hitam putih bila di lihat dengan kaca pembesar di sisi kanan kiri punggungnya tampak dua garis berwarna putih, sukabertelur di air yang bersih seperti di tempayan, bak mandi, vas bunga segar yangberisi air dan lain nya dan menetas di dinding bejana air, telur ( jentik ) nyamukAedes aegypti bisa bertahan 2-3 bulan. Sedangkan nyamuk Aedes albopiktus biasanyaaktif di luar rumah dan banyak terdapat di kebun (pekarangan rumah) misalnya padakaleng-kaleng bekas,botol plastik, ban mobil bekas, tempurung dan pelepah kelapa,bambu pagar dan lain nya yang menampung air hujan di halaman rumah. Cirinyahampir sama dengan nyamuk Aedes aegypti bila di lihat dengan kaca pembesar( mikroskop ) tampak di medium punggung nya ada garis putih, waktu menggigitnyajuga sama pada pagi dan sore hari (Kesuma Hadi, 2009).
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamukbetina yang mengisap darah. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada sianghari, aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncakaktivitas antara pukul 08.00-13.00 dan antara jam 15.00-17.00. Hal itu dilakukannyauntuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk Aedes spp memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektarbunga ataupun tumbuhan, Jenis ini menyenangi area yang gelap dan lembab (Djunaedi, 2006).

2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes spp
Aedes spp pengebarannya sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis diseluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti merupakan pembawautama (primary vektor) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebarandengue di desa dan di kota. Mengingat keganasan penyakit Demam Berdarah Denguemasyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara–cara mengendalikan jenisnyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (Wikipedia, 2008).
Kedudukan nyamuk Aedes spp dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :
Filum            : Arthropoda
Kelas            : Insecta
Bangsa         : Diptera
Suku             : Culicidae
Marga           : Aedes
Spesies         : Aedes spp (Gandahusada, dkk, 2000).

2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes spp
Nyamuk Aedes spp biasanya berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukurannyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Telur Aedes spp mempunyai dindingbergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Sedangkanlarva Aedes spp Nyamuk Aedes spp dewasa memiliki ukuran sedang, dengan tubuhberwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garisputih keperakan seperti gambar dibawah ini (Gambar 1. Spesies Nyamuk Aedesaegypti dan Gambar 2. Spesies Nyamuk Aedes albopictus).
Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti.
Gambar 2. Nyamuk Aedes albopictus.

Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari Spesies ini. Sisik-sisik pada tubuhnyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkanidentifikasi pada nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk ini sering kali berbeda antarpopulasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk betina danterdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapatdiamati dengan mata telanjang (Gandahusada, dkk, 2000).

2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp
Spesies ini mengalami metamorfosis yang sempurna. Nyamuk betina
meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada diding tempatpermukaannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butirtelur tiap kali bertelur, setelah kira-kira dua hari baru menetas menjadi larva, lalumengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan untukmenjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9-10 hari (Gandahusada, dkk, 2000).Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Siklus hidup nyamuk Aedes spp.
(sumber : www.pusdiknakes.or.id)
1. Stadium telur
Telur Nyamuk Aedes spp berwarna gelap, berbentuk oval biasanya telurdiletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan menempel pada dindingtempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak100 butir telur tiap kali bertelur. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukuplama ditempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2oC-42oC Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudahdiletakkan ( Sembel, 2009 ).

2. Stadium Larva
Stadium larva ini sering juga disebut jentik dan berlangsung 5-7 hari,perkembangan larva tergantung pada temperatur air, kepadatan larva, dan tersedianyamakanan, larva nyamuk hidup dengan memakan organisme-organisme kecil. Larvaakan mati pada suhu dibawah 100C dan diatas suhu 360C Larva Aedes spp memilikikepala yang cukup besar serta torak dan abdomen yang cukup jelas. Untukmendapatkan oksigen biasanya larva menggantungkan dirinya agak tegak lurus padapermukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan partikel partikellainnya dalam air, biasanya larva melakukan pergantian kulit empat kali (Sembel, 2009).

3. Stadium Pupa
Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa berbentuk agak pendek, tidak memerlukan makanan, tetapi tetap aktif bergerak dalamair terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2atau 3 hari berkisar 27oC – 32oC umum nya nyamuk jantan menetas terlebih dahuludari nyamuk betina, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang (Sembel, 2009).

4. Stadium dewasa
Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi nyamuk jantan dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak diatas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa akansegera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalamwaktu 24-36 jam kemudian. Darah merupakan sumber protein terpenting untukmematangkan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi aktifitas produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes spp dewasa rata-rata dapat hidup selama 10 harisedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan, Aedes spp mampu terbang sejauh2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40meter dan maksimal 100 meter.

2.1.4 Pengendalian Vektor Nyamuk
2.1.4.1 Pengertian Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatanmasyarakat.Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macampenyakit karena berbagai alasan (Soemirat, 2007).

2.1.4.2 Pengendalian Lingkungan ( environmental control )
Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan (environmental management),yaitu memodifikasi atau memanipulasi lingkungan, sehingga terbentuklingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat mencegah atau membatasiperkembangan vektor.
a. Modifikasi lingkungan yaitu :
Cara ini paling aman dan tidak merusak keseimbangan alam dan tidakmencemari lingkungan, tetapi harus dilakukan terus menerus.misalnya :pengaturan sistem irigasi, penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung airdan tempat-tempat pembuangan sampah, pengaliran air yang menggenang.
b. Manipulasi lingkungan yaitu :
Cara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yangsudah ada supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempatistirahatan serangga. Misalnya : membuang atau mencabut tumbuhan air yangtumbuh di kolam atau rawa.

2.1.4.3 Pengendalian Vektor secara Kimia
Insekstisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untukmembunuh serangga pengganggu atau hanya untuk menghalau serangga saja (repellent). Kelebihan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengansegera,meliputi daerah yang luas,sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat. Kekurangannya cara pengendalian ini hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbulnya resistensi dan mengakibatkan matinya beberapa pemangsa.Selain itu yang perlu diperhatikan mengenai spesies serangga yang akandikendalikan, ukuran, susunan badannya, stadium sistem pernafasan, bentuk mulut,habitat dan perilaku serangga dewasa termasuk kebiasaan makannya.

2.1.4.4 Secara Mekanis
Pengendalian secara mekanis yang bisa dilakukan adalah pemasangan kelambudan pemasangan pelengkap nyamuk baik menggunakan cahaya, lem atau raketpemukul. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untukmengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikanpopulasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesiaadalah 3M+1T menguras, mengubur, dan telungkupkan (wikipedia, 2008), yaitu :
1)   Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yangberkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
2)   Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memilikiakses ke tempat itu untuk bertelur.
3)   Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dandijadikan tempat nyamuk bertelur.

2.1.4.5 Secara Biologi
Pengendalian biologis antara lain adalah dengan memperbanyak pemangsa danparasit sebagai musuh alami bagi serangga, dapat dilakukan pengendalian seranggayang menjadi vektor atau hospes perantara. Beberapa jenis ikan sebagai pemangsayang dapat mengendalikan nyamuk vektor stadium larva adalah ikan kepala timah,ikan gabus. Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektordengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamukToxorhyncites spp. Predator larva Aedes spp ini ternyata kurang efektif dalammengurangi penyebaran virus dengue. Penggunaan insektisida yang berlebihan tidakdianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagaijenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis (Gandahusada, 2000).

2.1.5 Suhu (Temperatur)
Nyamuk Aedes spp dewasa hidup pada suhu 6oC-36oC. Suhu yang terlalu tinggiatau terlalu rendah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta populasi nyamukdi lingkungan. Suhu minimum adalah 15oC, suhu optimum 25oC, suhu maksimum450C (Depkes RI, 2004).


2.1.6 Kelembaban
Kelembaban udara sangat mendukung dalam kelangsungan hidup nyamuk mulai dari telur, larva, pupa hingga dewasa. Kelembaban yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk kelangsungan hidupnya adalah 60% - 80% (Depkes RI, 2005).

2.2 Tinjauan Umum tentang Insektisida Nabati
2.2.1 Pengertian Insektisida Nabati
Secara umum insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.Insektisida nabati relatif mudah di buat dengankemampuan dan pengetahuan terbatas, oleh karena terbuat dari bahan alami nabati.Penggunaan insektisida nabati dimaksutkan bukan untuk meninggalkan danmenganggap tabu penggunaan insektisida sintetis, hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada insektisidasintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan insektisida sintetis dapat diminimalkan sehingga lingkungan yang di akibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan, 2004).
Insektisida nabati mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandungberibu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia sekunder lainnya.Senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman dapat di mamfaatkan seperti layaknyainsektisida sintetik. Perbedaannya adalah bahan aktif pada insektisida nabati disintesadari tumbuhan dan jenisnya bisa lebih dari satu macam (campuran ).Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit dan batang dansebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk ataupun ekstraksi (dengan airataupun pelarut organik). Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatifaman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang (Naria, 2005).

2.2.2 Pembuatan Insektisida Nabati
Cara pembuatan insektisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak dapat dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak berlakusecara umum. Pembuantan insektisida nabati dapat di lakukan secara sederhana atausecara laboratorium. Cara sederhana (jangka pendek) dapat di lakukan denganpenggunaan ekstrak sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak di lakukan. Cara laboratorium (jangka panjang) biasanya di lakukan oleh tenaga ahli yang sudahterlatih hal tersebut menyebabkan produk insektisida nabati menjadi mahal. Hasil kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama.
Untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat di lakukan teknik sebagai berikut:
1.   Penggerusan, penumbukan atau pengepresan untuk mengahasilkan produk berupa tepung, abu atau pasta.
2.   Rendaman untuk produk ekstrak.
3.   Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus.

2.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu sebagai berikut (Naria, 2005) :
I. Keunggulan
1.  Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih amandari pada insektisida sintetis/kimia.
2.  Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alamsehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.
3. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana.
4. Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah.
5.  Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida.

II. Kelemahan
Selain keunggulan insektisida nabati, tentunya kita tidak dapat mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut kelemahanya antara lain :
1.   Frekuensi penggunaan inssektisida nabati lebih tinggi dibandingkan
dengan insektisida sintesis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida nabati adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering di aplikasikan.
2.   Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple
activeingredient ) dan kadang kala tidak dapat di deteksi.
3.   Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda. Iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi.

2.2.4 Cara Masuk Insektisida
Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut ( Gandahusada, 2000) :
1. Racun lambung (racun perut/stomach poison)
Racun lambung atau racun perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk melalui mulut ke organ pencernaan melaluimakanan yang di makan serangga dan menggigit mengisap diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida misalkan menuju ke pusat syarafserangga menuju ke organ-organ resppirasi meracuni sel-sel lambung dansebagainya. Oleh, karena itu serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.
2. Racun kontak ( contact poisons )
Racun kontak adalah insektisida yang masuk dalam tubuh seraangga melaluikulit atau langsung mangenai mulut serangga, serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
3. Racun pernafasan ( fumigants )
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui sistem pernafasanserangga sasaran akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yangcukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair.

2.2.5 Toksisitas Insektisida
Dalam mengukur Toksisitas Insektisida dikenal istilah LD50, LC50, ED50, RL50, EC50, dan TLM dengan penjelasan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Daftar Istilah Toksisitas.

2.3 Tinjauan Umum tentang Durian (Durio zibethinus Murr)
Durian memiliki nama latin (Durio zibethinus Murr), tanaman Durian pada mulanya diperkirakan sebagai tumbuhan liar dan merupakan tanaman yangserbaguna, batang nya bisa jadi bahan bangunan dan kayu bakar, buahnya memilikinilai ekonomis yang lumayan tinggi, aroma buah durian sangat khas dan harum,rasanya sangat enak dan lezat. Watak pohon durian tidak mau mengalah denganpohon-pohon di sekitarnya, pohon durian memiliki kemampuan mengejar matahari,karena tidak berhenti meninggi, ketinggian pohon durian bisa mencapai 50 meter,mempunyai bunga berbentuk mangkok bermahkota 5 helai, dan mempunyai benangsari berkisar 3-12 buah.
Pada dasar bunga terdapat bakal buah yang berbentuk oval yang terdiri dari 5 kelopak, bagian luarnya berbulu halus, rapat dan berwarna putih perak. Sedangkan buahnya ada yang berbentuk agak bulat, ada juga yang lonjong. Garis tengah tengah buah antara 10-25 cm. Kulit buahnya berduri, ada yang berduri runcing panjang danrapat, ada pula yang runcing pendek renggang. Jika buah Durian di belah maka didalamnya terdapat ruang-ruang atau rongga yang jumlahnya rata-rata 5, setiapruangnya berisi daging buah yang berbiji jumlahnya beragam antara 2-5 buah. Warnadaging buah durian bermacam-macam, tergantung jenisnya; ada yang putih, kuningmudah, krem, agak kemerahan, dan beberapa lagi lainnya.
Durian sangat banyak jenisnya, yang cukup popular kira-kira ada 6 jenis yaitu:
1. Durian biasa ( Durio zibethinus murr ).
2. Durian Lai ( Durio Kutejensis )
3. Durian kerantongan ( Durio Exlevanus ).
4. Durian Tabelak ( Durio Graveolens ).
5. Durian Lahong ( Durio Duleis ).
6. Durian Monyet ( Durio Grandiflorus ).
Dari keenam durian itu yang paling banyak di budidayakan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan adalah durian biasa (Durio Zibethinus murr). Jenis ini juga menyebar di berbagai wilayah baik di Indonesia maupan luar negeri (Suhaeni,2007).
Daun dan akar durian digunakan sebagai antipiretik dan daun durian yang dihancurkan dapat juga digunakan untuk pasien yang demam yaitu dengan cara diletakkan di atas dahi. Bagi orang yang mempunyai tekanan darah tinggi dianjurkanagar menghindari buah durian karena dapat meningkatkan tekanan darah, sedangkankulit durian dapat digunakan sebagi penolak nyamuk (Widarto, 2007).


2.3.1 Data Botani Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr)
Berdasarkan tanaman Durian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom      : Plantae
Kelas            : Magnoliopsida
Bangsa         : Malvales
Suku             : Bombacaceae
Marga           : Durio
Spesies         : Durio zibethinus Murr (Widya, 2008).

2.3.2 Morfologi Tanaman Durian
Durian merupakan pohon tahunan, hijau abadi (pengguguran daun tidaktergantung musim) tetapi pada saat tertentu untuk menumbuhkan daun-daun baru(periode flushing). Durian dapat tumbuh mencapai ketinggian 50 meter. Daunberbentuk lanset, berwarna hijau dengan sentuhan kuning, sisi bawah lebih pucat.Pohon durian mulai berbuah setelah 4-5 tahun, namun dalam budidaya dapatdipercepat karena menggunakan perbanyakan vegetatif.Daun durian berbentuk pipih melebar dan berwarna hijau. Warna hijau daundi sebabkan oleh kandungan kloroflas di dalam sel-sel disebabkan oleh kandunganklorofil. Durian hanya memiliki satu daun pada tangkainya, sehingga durian disebutmemiliki daun tunggal. Daun durian berfungsi sebagai tempat fotosintesis,transppirasi, dan sebagai alat pernapasan (Widya, 2008).
Bunga durian muncul dari kuncup dorman, berkelompok, mekar pada sorehari dan bertahan beberapa hari. Bunganya menyebarkan aroma wangi untuk menarikperhatian kelelawar sebagai penyerbuk utamanya. Buah durian berkembang setelahpembuahan dan memerlukan waktu 4-6 bulan untuk pemasakan. Pada masapemasakan terjadi persaingan antar buah pada satu kelompok, sehingga hanya satuatau beberapa buah yang akan mencapai kemasakan, sisanya gugur. Pada umumnyaberat buah durian Durio zibethinus dapat mencapai 1,5 hingga 5 kg (Suhaeni,2007).

2.3.3 Komposisi Kimia Buah Durian
Daging buah durian mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Tiap 100 gram daging buah mengandung 65 gram air, 134 energi, 2,5 gram protein, 3 gramlemak, 28 gram karbohidrat, 7,4 mg kalsium, 44 mg fosfor, 1,3 mg besi, 175 mgvitamin A,dan 53 mg vitamin C, selain mempunyai kandungan gizi tinggi dagingbuah durian juga mengandung kadar alcohol yang tinggi (Suhaeni, 2007).
Kulit durian mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, unsur selulosa,lignin, serta 11 kandungan pati. Daunnya mengandung saponin, flavonoid danpolifenol, sedangkan akarnya mengandung tannin. Minyak atsiri merupakan pemberiaroma khas pada buah durian dan merupakan bahan aktif yang tidak disukai dansangat dihindari oleh serangga termasuk nyamuk, sehingga penggunaan bahan-bahanini sangat bermanfaat sebagai bahan pengendali nyamuk (Widarto, 2007 ).

2.4 Tinjauan Umum tentang Minyak Atsiri
Salah satu bentuk insektisida adalah berupa minyak atsiri yang dihasilkan daritumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri yang terdapat dalam tumbuhan mempunyai sifatmudah menguap pada suhu kamar dan bila diteteskan pada kertas saring tidakmeninggalkan bekas.Indonesia memiliki sumber keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,termasuk jenis tumbuhan yang mempunyai bahan aktif untuk dikembangkan sebagaiinsektisida nabati. Ketersediaan ini merupakan potensi besar. Tentunya sangatdiperlukan berbagai penelitian dan penggunaan teknologi sederhana untukmengembangkan penggunaan insektisida nabati (Naria, 2005).

2.4.1 Pengertian Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyakesensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang. Namun mudah menguapsehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dariwangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami.
Minyak atsiri dapat diproduksi melalui beberapa metode. Namun sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui metode penyulingan. Cara lain yang perludiketahui yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Lutony, 2000).

2.4.2 Ciri-ciri Minyak Atsiri
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. selain itususunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama dihidung) sehingga, seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat).Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri dan campurannya dapatmenghasilkan bau yang berbeda. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia murni.Secara kimiawi minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit dari berbagaisenyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas aroma tertentu (Wikipedia, 2008).

2.4.3 Beberapa Minyak Atsiri Penting
Minyak atsiri terdapat pada bagian tertentu tanaman yang mengandung minyak atsiri. Bagian itu antara lain akar, biji, bunga, daun, kulit kayu, ranting, danrimpang atau akar tinggal. Bahkan ada tanaman yang seluruh bagiannya mengandungminyak atsiri. Meskipun kandungan minyaknya tidak selalu sama antara yang satudengan yang lainnya. Misalnya kandungan minyak atsiri yang terdapat pada kuntumbunga cengkih berbeda dengan pada bagian tangkai bunga maupun daun (Lutony,2000). Ada beberapa minyak atsiri yang penting untuk diketahui, yaitu :
1. Minyak adas atau fennel /foenicoli oil
2. Minyak cendana atau sandalwood oil
3. Minyak cengkih atau uganoel oil
4. Daun cengkih atau leaf clove oil
5. Minyak kayuputih
6. Minyak kenanga atau ylang-ylang oil
7. Minyak lawang
8. Minyak mawar
9. Minyak nilam
10. Minyak serai
11. Minyak jeringau
12. Minyak durian (Wikipedia, 2008).

2.5 Kerangka Konsep





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian nyamuk Aedes spp, dan tidak mengabaikan faktor yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes spp, yaitu suhu dan kelembaban  udara. Metode yang di gunakan dalam  penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dimana percobaan dilakukan dengan 3 macam perlakuan dan satu control, perlakuan penyemprotan dengan konsentrasi ekstrak kulit durian 0% , 25 %, 50% dan 75 % serta 3 kali pengulangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Depok.

3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2012.

3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah ekstrak kulit durian sebagai pengendali nyamuk Aedes spp stadium dewasa yang diambil dari kotak pemeliharaan, dan dimasukkan kedalam kotak perlakuan berukuran 50cm x 50cm x 50cm (p x l x t) sebanyak 4 kotak. Jumlah nyamuk Aedes spp pada masing-masing perlakuan dan kontrol sebanyak 15 ekor. Jumlah sampel diambil berdasarkan kebutuhan penelitian yaitu 180 ekor nyamuk Aedes spp dewasa.
                                                                                                                            
3.4 Subjek Penelitian
Untuk menunjang proses penelitian ini diperlukan adanya subjek penelitian yaitu dengan menggunakan air gula.

3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Depok.

3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta literatur-literatur yang mendukung sebagai bahan kepustakaan.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
Pisau, timbangan, blender, saringan, beaker glass, jam untuk mengukur, alat penyemprot, aspirator, pipet, alat destilasi, erlenmeyer, termometer, hygrometer, wadah tempat kulit durian, wadah tempat larva, kotak pemeliharaan, dan kotak pengamatan.

3.6.2 Bahan Penelitian
Air gula, aquadest, jentik nyamukan Aedes spp, nyamuk Aedes spp dewasa, kulit durian (Durio zibethinus Murr), dan kloroform.

3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Cara Mendapatkan Nyamuk Aedes spp Dewasa
Untuk mendapatkan nyamuk Aedes spp dewasa dilakukan dengan memelihara larva nyamuk Aedes spp dengan cara sebagai berikut :
1.   Siapkan kotak pemeliharaan nyamuk dengan ukuran 50 cm x 50cm x 50cm.
                            2.   Sediakan wadah kecil yang berisi air bersih.
3.   Kemudian masukkan larva nyamuk Aedes spp kedalam wadah kecil yang berisi air bersih dan letakkan didalam kotak pemeliharaan.
4.   Atur suhu dan kelembaban yang cocok untuk pertumbuhan nyamuk di dalam kotak pemeliharaan.
5.   Amati kotak pemeliharaan dan apabila jentik telah berubah menjadi kepompong lalu masukkan air gula/madu kedalam kotak pemeliharaan untuk makanan nyamuk setelah keluar dari kepompong.
6.   Setelah nyamuk tersebut keluar dari kepompong nyamuk tersebut ditangkap dengan aspirator dan dipindahkan ke kotak perlakuan masing-masing sebanyak 15 ekor sebagai sampel penelitian.
7.   Pada akhir penelitian nyamuk yang masih hidup dibunuh dengan menggunakan  kloroform.

3.7.2 Cara Mendapatkan Ekstrak Kulit Durian
Untuk mendapatkan ekstrak kulit durian dilakukan dengan cara sebagai berikut (Oktavianingrum, 2007) :
1.   Siapkan kulit durian segar yang sudah di cincang dan diambil bagian kulit dalam nya yang berwarna putih menjadi potongan-potongan kecil sebanyak 1500 gram,
2.   Potongan-potongan kulit durian dihaluskan dengan blender ditambah dengan aquades sebagai pelarut sebanyak 300 ml,
3.   Larutan yang telah di blender diperas menggunakan saringan,
4.   Larutan yang telah diperas menjadi berwarna abu - abu kekeruhan,
5.  Kemudian dilakukan  penyulingan sehingga menghasilkan warna putih   bening seperti air
6.      Hasil ekstrak kulit durian yang sudah di suling siap digunakan pada objek penelitian terhadap Nyamuk Aedes spp dengan konsentrasi 0 % sebagai kontrol, 25%, 50 %, 75 % sebagai perlakuan.

3.7.3 Definisi Operasional
1.      Jumlah nyamuk Aedes spp adalah sebanyak 180 ekor yang belum disemprot dengan beberapa konsentrasi ekstrak kulit durian.
2.      Ekstrak kulit durian adalah banyaknya hasil penyulingan dengan metode ekstrak yang akan disemprotkan terhadap nyamuk Aedes spp yaitu: 0 %, 25 %, 50 %, dan 75 %.
3.      Suhu adalah temperatur yang diukur selama penelitian dilakukan dengan menggunakan alat termometer, dinyatakan dalam derajat celcius.
4.      Kelembaban adalah : kelembaban udara di tempat penelitian yang diukur dengan menggunakan alat higrometer, dinyatakan dalam persen.
5.      Jumlah nyamuk Aedes spp yang mati adalah : banyaknya nyamuk Aedes spp yang mati setelah dilakukan perlakuan penyemprotan hasil beberapa ekstrak kulit durian yang diamati selama 30 menit dengan interval waktu setiap 5 menit yang ditandai dengan nyamuk tidak bergerak , dan tidak dapat terbang.
6.      Keefektifan ekstrak kulit durian adalah : kosentrasi ekstrak kulit durian yang paling rendah yang dapat membunuh nyamuk Aedes spp, sebanyak 50 % hewan percobaan (LD50).
                 
3.7.4 Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Durian
Cara untuk mendapatkan masing-masing kosentrasi kulit durian adalah sebagai berikut :
1.   Untuk mendapatkan kosentrasi 0 % maka yang digunakan aquadest sebanyak 100 ml tanpa penambahan larutan kulit durian.
2.   Untuk mendapatkan kosentrasi 25% maka ditambahkan 100 ml aquadest dan larutan kulit durian sebanyak 25 ml
3.   Untuk mendapatkan kosentrasi 50% maka ditambahkan 100 ml aquadest dan larutan kulit durian 50 ml
4.   Untuk mendapatkan kosentrasi 75% maka ditambahkan 100 ml aquadest dan larutan kulit durian 75 ml

3.7.5 Cara Melakukan Percobaan
1.      Masing-masing 15 ekor nyamuk Aedes spp dewasa diambil dari kotakpemeliharaan dengan menggunakan alat aspirator dan dimasukkan ke dalam kotak perlakuan yang telah di beri lebel A untuk perlakuan penyemprotan dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol : kotak B untuk konsentrasi 25%, kotak C untuk konsentrasi 50%, kotak D untuk konsentrasi 75% .
2.      Lakukan penggunaan penyemprotan sesuai dengan konsentrasi ekstrak kulit durian dengan Jarak 30 cm dari masing-masing kotak perlakuan .
3.      Amati dan catat nyamuk Aedes spp yang mati setelah 30 menit dengan interval waktu setiap 5 menit .
4.      Untuk kotak perlakuan dan kotak kontrol dilakukan pencucian dan dijemur setiap akan dilakukan pengulangan.

3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisa menggunakan metode distribusi frekwensi ( Deskriptif ) data diperoleh dari hasil 3 kali perlakuan dan satu kontrol dengan konsentrasi ekstrak kulit durian 0%, 25%, 50%, 75%, serta 3 kali pengulangan pada konsentrasi yang paling efektif (Hanafiah, 2005).

LAMPIRAN

Rencana Kegiatan

No.
Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
Studi pustaka






2
Usulan penelitian






3
Pelaksanaan penelitian






4
Analisis data hasil penelitian






5
Penyusunan laporan






















DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Demam Berdarah Penyebab Kematian Terbesar di RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. DEPKES dan Telkomsel, Jalin Kerjasama Penanggulangan DBD. Web admin depkes.info.go.id
Ganda, dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Oktavianing Rum, dkk. 2007. Durian Pengusir Nyamuk. http://id. Oktavianingrum, dkk Durian Pengusir Nyamuk. Diakses pada tanggal 11 Maret 2012.
Widarto, Heru. 2007. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Kulit Durian (Durio zibethinus Murr) sebagai Obat. http://viwer.eprintis.ums.ac.kt/archive/etd/5148, diakses pada tanggal 11 Maret 2012.